Saat ini semakin banyak pengajuan permohonan dispensasi kawin yang diajukan oleh orangtua/wali ke Pengadilan untuk anak yang belum berusia 19 tahun atau belum pernah kawin.
Dalam Pasal 1 angka 5 PERMA 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, menyebutkan bahwa Dispensasi Kawin adalah pemberian izin kawin oleh Pengadilan kepada calon suami/istri yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan.
Sedangkan Pengadilan yang dimaksud adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iah (Pasal 1 angka 10 PERMA 5 Tahun 2019). Dalam Pasal 6 PERMA 5 Tahun 2019 dapat disimpulkan bahwa pihak yang berhak mengajukan permohonan dispensasi kawin adalah orangtua atau wali anak.
Baca Juga: Fenomena Dispensasi Kawin Pasca Perkawinan Terlaksana Secara Adat dan Agama di Bali
Dalam hal terdapat perbedaan agama
antara Anak dan Orangtua/Wali permohonan dispensasi kawin diajukan pada
pengadilan sesuai dengan agama anak (Pasal 7 PERMA 5 Tahun 2019).
Selanjutnya dalam Pasal 8
PERMA 5 Tahun 2019 disebutkan bahwa Dalam hal calon suami dan
isteri berusia dibawah batas usia perkawinan, permohonan Dispensasi Kawin untuk
masing-masing calon suami dan calon isteri diajukan ke Pengadilan yang sama
sesuai dengan domisili salah satu Orangtua/Wali calon suami atau isteri.
Disinilah
terdapat perbedaan penafsiran oleh Hakim tentang pasal 8 PERMA 5 Tahun 2019
tersebut. Di satker penulis sendiri (PN GST) dengan melakukan kegiatan diskusi
terdapat 2 (dua) penafsiran mengenai Pasal 8 tersebut yaitu:
Penafsiran yang
pertama
Bahwa permohonan dispensasi kawin
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 tersebut harus diajukan oleh
masing-masing orangtua/wali calon suami (pihak laki-laki) dan orangtua/wali
calon istri (pihak perempuan) dengan mengajukan berkas permohonan secara tersendiri
ke Pengadilan Negeri yang sama untuk diadili.
Artinya terdapat 2 (dua) berkas
permohonan dispensasi kawin yang diajukan oleh masing-masing orangtua/wali
tersebut ke Pengadilan Negeri yang sama untuk kemudian diadili oleh Pengadilan
Negeri. Contoh: Orangtua/wali pihak laki-laki (calon suami) mengajukan
permohonan dispensasi kawin dengan nomor register 1/Pdt.P/2025/PN Gst,
sedangkan orangtua/wali pihak perempuan (calon isteri) juga mengajukan
permohonan dispensasi kawin dengan nomor register 2/Pdt.P/2025/PN Gst yang mana
kedua calon tersebut masih di bawah usia perkawinan.
Penafsiran yang kedua
Bahwa permohonan
dispensasi kawin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal
8 tersebut dapat diajukan oleh kedua orangtua/wali dari pihak laki-laki (calon
suami) dan pihak perempuan (calon isteri) sekaligus dalam satu surat permohonan
ke Pengadilan Negeri. Artinya hanya ada 1 (satu) berkas permohonan dispensasi
kawin yang diajukan dan yang bertindak sebagai Pemohon adalah masing-masing kedua
orangtua/wali dari calon suami dan calon isteri tersebut ke Pengadilan Negeri yang
sama untuk kemudian diadili oleh Pengadilan Negeri. Contoh : Orangtua/wali
pihak laki-laki (calon suami) dan orangtua pihak perempuan (calon isteri) bersama-sama
mengajukan diri sebagai pemohon dalam satu perkara permohonan dengan nomor
register 1/Pdt.P/2025/PN Gst untuk mengajukan permohonan dispensasi kawin
Lantas penafsiran manakah
yang tepat dalam mengadili permohonan dispensasi kawin apabila calon suami dan isteri berusia dibawah batas usia
perkawinan?
Sebelum membahas
penafsiran manakah yang tepat, Penulis terlebih dahulu menguraikan SEMA 5 Tahun
2021 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun
2021 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan
Rumusan Hukum
Kamar Agama mengenai Hukum Perkawinan bagian b disebutkan Permohonan dispensasi
kawin yang kedua calonnya masih di bawah usia kawin, dapat diajukan
bersama-sama dalam satu permohonan oleh pihak yang mengajukan dan diajukan
kepada pengadilan dalam wilayah hukum yang meliputi domisili salah satu anak
yang dimohonkan dispensasi kawin.
Yang menjadi
pertanyaan selanjutnya apakah rumusan kamar agama tersebut dapat diterapkan
dalam Peradilan Umum (Pengadilan Negeri) dalam mengadili perkara dispensasi
kawin yang kedua calonnya masih dibawah usia kawin?
Menurut penulis,
bahwa rumusan kamar agama tersebut dapat diterapkan pada Pengadilan Negeri
sepanjang tidak berkenaan dengan kompetensi absolut Pengadilan. Hal tersebut
didasarkan pada Pasal 1 angka 10 PERMA 5 Tahun 2019 (Pengadilan yang dimaksud
adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iah).
Jadi menurut hemat
Penulis penafsiran pasal 8 PERMA 5 Tahun 2019 yang tepat dikenakan adalah
Penafsiran yang kedua yaitu bahwa permohonan dispensasi kawin sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 8 tersebut dapat diajukan oleh kedua orangtua/wali
dari pihak laki-laki (calon suami) dan pihak Perempuan (calon isteri) sekaligus
dalam satu surat permohonan ke Pengadilan Negeri. Artinya hanya ada 1 (satu)
berkas permohonan dispensasi kawin yang diajukan dan yang bertindak sebagai
Pemohon adalah kedua orangtua/wali dari calon suami dan calon isteri tersebut
ke Pengadilan yang sama.
Mengapa Penulis lebih
memilih pada penafsiran kedua?
Karena dalam Pasal 5 PERMA 5 Tahun
2019 sebenarnya telah mengatur syarat administrasi dalam pengajuan permohonan
dispensasi kawin yaitu adanya Surat permohonan, fotokopi KTP kedua
orangtua/wali, fotokopi KK, fotokopi KTP atau identitas anak dan/atau akte
kelahiran anak, fotokopi KTP atau Kartu Identitas Anak dan/atau akte kelahiran
calon suami/istri, dan fotokopi Ijazah Pendidikan terakhir anak dan/atau surat
keterangan masih sekolah dari sekolah anak.
Dan di dalam Pasal 10 PERMA 5 Tahun 2019
telah diatur pula bahwa wajib dihadirkan Anak yang dimintakan dispensasi kawin,
calon suami/isteri, dan orangtua/wali calon suami/istri, yang mana apabila
pihak-pihak tersebut tidak dapat dihadirkan sampai dengan persidangan yang
ketiga maka permohonan dispensasi kawin tidak dapat diterima.
Artinya dengan satu surat permohonan
saja, pihak-pihak tersebut tentu dapat dihadirkan secara sekaligus untuk
kemudian diperiksa dan didengar keterangannya oleh Hakim.
Alasan selanjutnya
mengapa penafsiran yang kedua lebih tepat dikenakan karena mengedepankan asas
peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan dengan prinsip yang bertujuan agar
proses penyelesaian perkara di pengadilan dilakukan secara efisien dan efektif,
tanpa biaya yang membebani pencari keadilan. Asas ini menekankan bahwa
peradilan harus berjalan tanpa bertele-tele, cepat, dan dengan biaya yang dapat
dijangkau masyarakat.
Bayangkan bila ada dua permohonan
dispensasi kawin yang masing-masing diajukan oleh orangtua/wali yang kedua
calonnya masih di bawah usia kawin dalam satu Pengadilan Negeri yang sama,
proses pemeriksaannya tentu akan bertele-tele dan tidak efektif serta efisien
karena ketika memeriksa permohonan yang satu harus menghadirkan pihak-pihak
yang ditentukan dalam Pasal 10 PERMA 5 Tahun 2019, kemudian ketika memeriksa
permohonan yang satunya lagi kembali harus menghadirkan pihak-pihak yang
ditentukan dalam Pasal 10 PERMA 5 Tahun 2019 tersebut. Dalam bahasa kekinian
disebut “Dua Kali Kerjaan”
Belum lagi apabila permohonan yang
satu dikabulkan sedangkan permohonan yang satunya lagi dinyatakan tidak dapat
diterima atau ditolak oleh Pengadilan (karena syarat formil tidak terpenuhi
atau tidak didukung oleh pembuktian yang ditentukan oleh Undang-Undang) bukan
kah Penetapan Pengadilan nantinya akan menjadi bertentangan satu sama lain dan menimbulkan
ketidakpastian hukum bagi Pemohon?
Hal ini lah yang kemudian Penulis
tidak terlalu setuju untuk memilih pada penafsiran pertama selain daripada alasan-alasan
yang telah diuraikan di atas sebelumnya.
Kebijaka kedepannya.
Sebaiknya Rumusan Hukum Kamar Agama
mengenai Hukum Perkawinan tentang Permohonan dispensasi kawin yang kedua
calonnya masih di bawah usia kawin dapat diajukan bersama-sama dalam satu
permohonan oleh pihak yang mengajukan dan diajukan kepada pengadilan dalam
wilayah hukum yang meliputi domisili salah satu anak yang dimohonkan dispensasi
kawin (sebagaimana SEMA 5 Tahun 2021) dibuatkan pula pada Rumusan Hukum
Kamar Perdata pada bagian Perdata Umum, agar tercipta kesatuan hukum baik pada
Pengadilan Negeri maupun pada Pengadilan Agama dalam mengadili permohonan
dispensasi kawin. Terlebih Perma 5 Tahun
2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin dibuat oleh Mahkamah
Agung untuk dipedomani oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama, sehingga
dalam penerapannya dapat menimbulkan kepastian hukum bagi para pencari keadilan. (asn/ldr)
Penulis : Binsar
P. Tampubolon, S.H. Hakim PN Gunung Sitoli
Baca Juga: Solusi Kontekstual, Pencatatan Perkawinan Terlambat Alternatif Dispensasi Kawin
Referensi:
- Perma
5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin
- SEMA 5 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2021 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI