article | Berita | 2025-09-13 16:00:53
Pontianak - Pengadilan Negeri (PN) Pontianak kembali menunjukkan komitmennya menjaga marwah peradilan. Sidang praperadilan Nomor 9/Pid.Pra/2025/PN.Ptk yang digelar pada 9 September 2025 sempat diwarnai penolakan keluarga pemohon terhadap amar putusan yang dibacakan Hakim Tunggal A. Nisa Sukma Amelia. Ketidakpuasan itu memicu kericuhan kecil di ruang sidang, sehingga protokol pengamanan dan aparat kepolisian harus turun tangan menjaga ketertiban.Koordinator protokol PN Pontianak, Edi Utomo, menegaskan pihaknya langsung bertindak cepat. “Kami berpegang pada prinsip melindungi hakim, panitera, dan semua pihak yang hadir. Situasi memang sempat memanas, tapi langkah persuasif dengan dukungan aparat berhasil meredam keadaan,” ujarnya.Kericuhan itu menjadi perhatian serius. Wakil Ketua PN Pontianak, I Dewa Gede Budhy Dharma Asmara, menilai pentingnya pencegahan dan komunikasi. “Pengamanan bukan hanya soal fisik, melainkan juga membangun pemahaman. Kami tidak ingin masyarakat pulang dengan rasa marah, tapi dengan kesadaran hukum,” tegasnya.Atas dinamika yang terjadi, PN Pontianak kemudian mengadakan pertemuan khusus pada tanggal 10 September 2025. Melalui forum penjelasan resmi yang dihadiri langsung oleh keluarga pemohon, Humas PN Pontianak, Udud Widodo, S.H., memberikan uraian rinci mengenai putusan praperadilan tersebut. Penjelasan tersebut menjadi titik balik. Pihak keluarga pemohon yang sebelumnya menolak akhirnya memahami duduk perkara dan menerima putusan dengan lapang dada. Seorang perwakilan keluarga menyatakan, “Awalnya kami kecewa dan emosi, tapi setelah dijelaskan, kami mengerti bahwa inilah mekanisme hukum. Kami tidak ingin keributan, kami ingin keadilan.”Sementara itu, Ketua PN Pontianak, Arief Boediono, menegaskan bahwa kedamaian ini adalah buah dari keterbukaan. “Keadilan bukan hanya hadir lewat teks putusan, tapi juga lewat rasa aman dan tenang yang dirasakan semua pihak. Kami ingin setiap warga yang datang ke pengadilan pulang dengan hati yang lebih tenteram,” ucapnya.Lebih lanjut, apa yang awalnya menjadi kericuhan berakhir dengan pemahaman bersama. Proses hukum tetap berjalan, keluarga pemohon menerima hasil persidangan, dan publik menyaksikan bagaimana peradilan tidak hanya mengadili perkara, tetapi juga merawat rasa keadilan sosial. (ikaw/fac)