article | Sidang | 2025-09-15 16:05:05
Labuha, Maluku Utara- Pengadilan Negeri (PN) Labuha, Maluku Utara (Malut) berhasil menerapkan prinsip Keadilan Restoratif (Restorative Justice/RJ) dalam kasus kecelakaan lalu lintas berat yang menewaskan seorang perempuan. Majelis Hakim PN Labuha menjatuhkan pidana bersyarat kepada warga Desa Tuwokona, Maluku Utara, Irfan La Siali (28). “Menyatakan Terdakwa Irfan La Siali alias Ano (28 tahun), warga Desa Tuwokona, terbukti bersalah melanggar Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” ucap Ketua Majelis Hakim Aditiya Deni Prasetya didampingi oleh Para Hakim Anggota Setyo Riyaldino dan Jonathan Hiero Tambunan di Ruang Sidang PN Labuha, Senin (15/09/2025) Kasus bermula pada Selasa, 8 Oktober 2024, sekitar pukul 03.30 WIT, di depan Zero Point, Desa Labuha, Kabupaten Halmahera Selatan. Terdakwa saat itu mengendarai sepeda motor Honda Beat Street tanpa SIM dan tanpa helm, membonceng korban yang merupakan pacarnya. Korban saat dibonceng oleh Terdakwa juga tidak mengenakan helm. Pada waktu itu, saat kejadian Tersakwa mencoba menyalip kendaraan di depannya dengan cara bermanuver ke jalur kiri. Saat sedang menyalip Ia menabrak sepeda motor Yamaha Mio yang dikendarai oleh Fahyudi Muhdar dari arah berlawanan. Tabrakan itu menyebabkan ketiganya terjatuh. Korban yang dibonceng mengalami luka parah di kepala dan meninggal dunia pada Kamis, 10 Oktober 2024 di RSUD Chasan Boesoirie Ternate. Fahyudi Muhdar mengalami luka robek di wajah dan bibir, serta tulang dagu patah. “Menimbang bahwa sesuai dengan dengan fakta hukum persidangan Majelis Hakim tidak menemukan perbuatan Terdakwa tersebut sebagai suatu niat jahat yang disengaja. Terdakwa juga tidak membantah dakwaan dan telah terjadi perdamaian antara Terdakwa dengan keluarga dari korban Faila Muksin sebelum persidangan sebagaimana dituangkan dalam Surat Kesepakatan Damai tanggal 22 Februari 2025,” bunyi putusan sebagaimana dikutip dari SIPP PN Labuha.Majelis Hakim juga menilai perbuatan Terdakwa memang melanggar hukum dan mengakibatkan kematian yang sangat disayangkan. Namun, Majelis Hakim melihat bahwa niat jahat (dolus) tidak ada, dan yang terjadi adalah musibah akibat kelalaian. "Lebih penting lagi, terdapat perdamaian nyata antara pelaku, korban, dan keluarganya. Ini adalah inti dari Keadilan Restoratif," tambah Majelis Hakim di dalam pertimbangan Putusan.Majelis Hakim menekankan bahwa tujuan pidana bukan hanya untuk menghukum, tetapi juga untuk mendidik, memperbaiki perilaku, dan memulihkan hubungan sosial yang rusak. Dengan adanya permintaan maaf, pemaafan, dan kompensasi yang dilakukan secara sukarela. Majelis Hakim memandang bahwa pidana penjara fisik tidak lagi diperlukan untuk mencapai tujuan hukum sehingga Majelis memandang pidana penjara tidak usah dijalani kecuali Terdakwa melakukan tindak pidana di kemudian hari. Atas putusan yang dibacakan, Terdakwa menyatakan menerima dan Penuntut Umum berpikir-pikir sebelum mengambil keputusan banding maupun menerima. (zm/wi)