Atambua, Nusa Tenggara Timur - Pengadilan Negeri Atambua (PN Atambua) berhasil menerapkan keadilan restoratif dalam mengadili perkara tindak pidana pencurian dalam Perkara pidana dengan nomor register 58/Pid.B/2025/PN Atb.
Kejadian bermula tersebut terjadi pada saat korban memarkirkan kendaraannya di penginapan Filadelfia, hal tersebut dilihat oleh Terdakwa dan setelah Korban memarkirkan kendaraan dan masuk ke dalam penginapan, Terdakwa langsung mendorong sepeda motor tersebut dan di dalam sepeda motor tersebut terdapat telepon genggam milik Korban. Saat Korban keluar dari penginapan tersebut Korban menyadari bahwa sepeda motor miliknya tersebut hilang. Disaat bersamaan Terdakwa menitipkan sepeda motor milik korban pada pemilik warung karena Terdakwa merasa kelelahan mendorong sepeda motor. Setelah menititipkan sepeda motor tersebut, Terdakwa langsung mengambil telepon genggam yang berada di dalam sepeda motor dan meninggalkan tempat tersebut. Setelahnya Terdakwa mampir di sebuah warung dimana Terdakwa hendak menggadaikan telepon genggam tersebut. Pada saat Terdakwa hendak menggadaikan telepon tersebut, telepon genggam tersebut berbunyi yang mana diketahui bahwa telepon genggam tersebut dicuri oleh Terdakwa. Setelah itu Terdakwa melarikan diri dari tempat tersebut, setelahnya Korban dan temannya datang ke tempat tersebut dan mengambil telepon genggam tersebut.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menegaskan “bahwa seluruh unsur Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah terpenuhi, sehingga Terdakwa dinyatakan telah terbukti melakukan tindak pidana mengambil suatu barang milik orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum sebagaimana dakwaan Penuntut Umum”, Tegas Hakim Ketua Majelis;
Baca Juga: BREAKING NEWS! Panitera PN Atambua Terkena Tembakan Senapan Angin Saat Eksekusi
Dalam proses persidangan, Majelis Hakim mengupayakan pendekatan keadilan restoratif dengan berpedoman pada tujuan yaitu untuk memulihkan korban, memulihkan hubungan antara Terdakwa, Korban dan masyarakat hingga menghindarkan setiap orang dari perampasan kemerdekaan, yang mana Korban dengan tulus memaafkan perbuatan yang telah dilakukan oleh Terdakwa dengan syarat Terdakwa tidak mengulangi lagi perbuatannya tersebut sebagaimana termuat dalam surat perjanjian damai tanggal 5 November 2025 yang ditandatangani oleh Terdakwa dan Korban dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang Saksi;
“Majelis Hakim memperhatikan pemulihan keadaan dan kondisi dimana Terdakwa merantau dari kampung halamannya untuk mencari kerja di daerah Atambua, secara filosofis, Majelis Hakim menegaskan bahwa tujuan pemidanaan tidak hanya pembalasan, tetapi juga pembinaan agar Terdakwa dapat memperbaiki diri dan tetap berperan dalam keluarga, secara yuridis, perbuatan memang memenuhi unsur delik, namun secara sosiologis, perdamaian dan pemulihan hubungan keluarga memberi dasar kuat untuk menerapkan pidana yang lebih berorientasi pada keadilan korektif dan proporsional”, Tegas Hakim Ketua Majelis.
Terhadap jenis pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa, Majelis Hakim tidak mendapat suara bulat yang mana Hakim Ketua berbeda pendapat dengan Hakim Anggota I dan Hakim Anggota II yang mana Hakim Ketua mendalilkan agar Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 6 (enam) bulan sedangkan Hakim Anggota I dan Hakim Anggota bersepakat bahwa pidana yang tepat untuk dijatuhkan kepada Terdakwa adalah pidana bersyarat atau pidana percobaan selama 1 (satu) tahun berakhir dan Terdakwa diperintahkan untuk dibebaskan dari tahanan seketika setelah putusan tersebut diucapkan sebagaimana termuat dalam amar putusan perkara nomor 58/Pid.B/2025/PN Atb yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 3 Desember 2025.
Baca Juga: Perma RJ Tahun 2024: Mencegah Pergeseran Paradigma Sekadar Perdamaian
Penerapan restorative justice ini kali pertama diterapkan dan berhasil dilaksanakan di Pengadilan Negeri Atambua sejak diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Keberhasilan PN Atambua menerapkan keadilan restoratif menunjukkan bahwa keadilan restoratif bukan sekadar teori, melainkan solusi nyata dalam penyelesaian perkara pidana, terutama yang menyangkut pemulihan antara Terdakwa, Korban dan masyarakat hingga menghindarkan setiap orang dari perampasan kemerdekaan. keberhasilan Majelis Hakim pada PN Atambua dalam menerapkan keadilan restoratif menunjukkan bahwa keadilan restoratif dapat dilaksanakan jika adanya kerelaan dari Korban untuk berdamai dengan Terdakwa serta Majelis Hakim dapat menjelaskan dengan baik apa itu keadilan restroratif serta tujuannya kepada para pihak dalam perkara pidana. (Bintoro Wisnu Prasojo/al/ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI