Cari Berita

Jabatan Hakim, Bekerja dalam Kesunyian

Heru Setiawan-Hakim PN Takengon - Dandapala Contributor 2025-05-30 14:00:29
Dok. Web. PN Takengon.

Hakim merupakan profesi yang mulia atau bisa disebut Officium Nobile, merupakan wakil Tuhan di dunia yang diberikan beberapa kewenangan Tuhan diketokan palu Hakim. Menjadi Hakim tidak ubahnya menjadi pemuka agama, tidak untuk mencari ketenaran, tidak untuk mencari kekayaan dan tidak untuk mencari hal-hal yang berbau keduniawian. Itulah gambaran Hakim ideal.

Hakim selalu memilih jalan sunyi, tidak boleh bergaul terlalu dekat dengan orang luar ditakutkan akan mempengaruhi independensi Hakim. Dibangku kuliah penulis sering mendengarkan dosen yang menceritakan seorang Hakim dalam kehidupan sehari-harinya harus membaca minimal 80 (delapan puluh) halaman buku apapun itu, kalau makan tidak boleh dekat kantor agar untuk menjaga konflik kepentingan, menjaga pergaulan dengan siapapun. Hal yang paling diingat penulis adalah seorang Hakim tidak boleh diketahui oleh siapapun buku apa yang dibacanya agar nanti tidak ada yang mengetahui alam pikiran Hakim tersebut. Karena, apabila pihak mengetahui arah pikiran Hakim tentunya akan mudah mengikuti arah mazhab yang dianut Hakim tersebut agar perkara dimenangkan.

Baca Juga: Hakim Sang OPTIMUS PRIME

Itu baru sebagian cerita ideal Hakim, hal yang paling penting untuk menjadi Hakim adalah harus selesai dengan dunianya agar dia tidak memiliki kepentingan apapun. Mudah memang mengucapkan Hakim harus selesai dengan dunianya. Akan tetapi pelaksanaannya tidaklah semudah apa yang bisa diucapkan tersebut diatas.

Pro dan kontra mengenai “Hakim harus selesai dengan dunianya” tidak akan pernah ada habisnya dibahas dan dipertentangkan. Asalkan diskusi tersebut untuk kebaikan tidak ada masalahnya kita ulik lagi. Hakim selesai dengan dunianya bukan berarti Hakim tidak perlu untuk makan dan melanjutkan kehidupannya. Hakim idealnya tidak memiliki bisnis sampingan untuk menghindari konflik kepentingan dan harus fokus dalam bekerja dan memberikan keadilan kepada manusia sebagai pengejawantahan sebagai wakil Tuhan.

Di Indonesia, Hakim telah diberikan berbagai hak dan fasilitas yang saat ini masih belum cukup untuk mencukupi kehidupan seorang Hakim. Bukannya Hakim harus selesai dengan dunia? Benar hal tersebut merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh seorang Hakim. Akan tetapi harus diingat juga bahwa Hakim akan dapat selesai dengan dunianya ketika Hakim tersebut telah dicukupi oleh negara kehidupan dan keluarganya. Hakim umumnya jauh dari keluarga yang mengharuskan Hakim terpisah dari anak istri yang mengharuskan pulang dalam jangka waktu tertentu. Tidak sedikit Hakim yang menjadi generasi sandwich yang mengharuskan Hakim tersebut menanggung kewajiban ekonomi keluarga.  

Dilain itu timbullah pertanyaan “masa dengan gaji sebesar itu tidak cukup? Pertanyaan yang selalu menjadi perdebatan. Akan tetapi penulis mencoba objektif dalam menilai hal tersebut. Menurut hemat penulis yang baru sekitar 5 (lima) tahun menjadi Hakim, dengan gaji yang diterima sekarang bisa dicukup-cukupkan tentunya dengan banyak pemikiran bagaimana mengelola uang gaji untuk anak Istri, utang bank, pulang ke homebase dan juga pulang mudik ke kampung halaman yang jauh dari tempat tugas. Timbul lagi pertanyaan kalau bisa mengelola itu cukup, benar itu bisa dicukup-cukupkan entah bagaimana caranya yang tentunya akan membagi pikiran kita sebagai seorang Hakim yang harus tiap saat melihat saldo agar hidup tetap balance dan tidak jarang Hakim berpikir mengatur uang lebih susah dan harus dibagi untuk memberikan keadilan.

Dengan kondisi demikian maka bersyukurlah dan berikanlah penghargaan yang sebesar-besarnya bagi Hakim yang harus berjuang untuk mengatur keuangan keluarga dan tetap berpegang teguh menjaga integritas dengan tidak mau bermain perkara demi memenuhi kebuTuhan.

Baca Juga: Imparsial Sejak Dalam Pikiran

Tidak perlu berpanjang lebar dalam menyikapi hal tersebut. Penulis hanya ingin menyampaikan agar Hakim selesai dengan dunianya maka penuhilah kebuTuhannya yang mendasar agar Hakim tidak perlu berpikir banyak untuk mengurus keuangan dan bekerja keras menahan godaan meskipun ada yang tidak kuat menahan godaan. Akan tetapi penulis sangat yakin apabila Hakim tersebut dipenuhi kebuTuhan dasarnya tidak perlu memikirkan hal-hal mendasar mengenai kehidupan dengan mencukupkan kebuTuhan disesuaikan dengan perkembangan inflasi.

Pasti akan banyak cibiran ketika Hakim kembali menuntut haknya ketika masih ada juga Hakim yang tertangkap bermain perkara. Jangan sampai Hakim yang tertangkap menjadi alasan untuk tidak memenuhi kebuTuhan dasar Hakim. Presiden Prabowo selalu menyinggung mengenai menaikan gaji Hakim. Penulis sangat mendukung dan nantinya ketika gaji telah sesuai harapan agar tidak ada lagi Hakim nakal, jika ada maka sudah layak untuk diselesaikan karena dia tidak menjalankan tugas sebagai wakil Tuhan akan tetapi menjalankan tugas sebagai manusia yang bernafsu untuk menumpuk kekayaan.

Inti tulisan ini bukan masalah kenaikan gaji Hakim, akan tetapi mengembalikan Hakim kepada hakekatnya agar Hakim kembali ke ruang sidang yang sunyi dengan tugas mulia memberikan keadilan. Hakim harus menggali nilai keadilan dan tidak lagi Hakim berfokus kepada tugas diluar persidangan. Jika mengharuskan Hakim menjadi pimpinan bukan melalui permintaan Hakim tersebut, akan tetapi diberikan karena prestasi dan kelayakan Hakim tersebut. Penulis berkeinginan agar Hakim kembali ke ruang sidang yang sunyi untuk memberikan keadilan dan menjalankan fungsi sebagai wakil Tuhan dengan selurus-lurusnya sambil mempersiapkan diri untuk mempertanggung jawabkan mandat yang telah diberikan oleh Tuhan. (LDR/AAR)


Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI