article | History Law | 2025-06-04 19:00:23
Max Havelaar adalah novel satire karya Multatuli, nama pena dari Eduard Douwes Dekker. Buku berjudul lengkap Max Havelaar terbit atau Lelang Kopi Perusahaan Dagang Belanda ini pertama kali terbit tahun 1860, setelah Douwes Dekker menjabat sebagai asisten residen di Lebak, Banten.Menurut Pramoedya Ananta Toer, Max Havelaar merupakan buku berbahasa Belanda yang ditulis di Indonesia, berisi kritik tajam terhadap kebijakan tanam paksa serta eksploitasi di bawah pemerintah Hindia Belanda. Buku ini menggambarkan penderitaan rakyat Indonesia akibat penindasan dan pemerasan yang berlangsung pada masa itu. Seluruh isi novel bersumber dari pengalaman Multatuli selama kurang dari satu tahun menjabat sebagai asisten residen di Lebak. Meski mengandung unsur autobiografi, novel ini ditulis dalam gaya roman.Dari struktur penulisannya, Max Havelaar seolah-olah ditulis oleh tiga tokoh: makelar kopi dari Amsterdam bernama Batavus Droogstoppel (yang mewakili kepentingan Belanda), seorang pemuda Jerman bernama Stern, serta Multatuli sendiri. Tokoh utama dalam novel ini adalah Max Havelaar, seorang asisten residen Belanda yang berusaha melawan pemerintahan korup di Pulau Jawa yang sangat menyengsarakan rakyat.Pada bagian akhir novel, Multatuli mengambil alih peran penulis dan mengecam langsung kebijakan kolonial Belanda. Ia juga menulis permohonan kepada Raja William III dari Belanda untuk turun tangan membela nasib rakyat Indonesia. Max Havelaar menggambarkan secara gamblang bagaimana sistem tanam paksa menyebabkan penderitaan rakyat Jawa. Multatuli mengkritik keras pihak Belanda yang mengambil keuntungan besar dari sistem ini, serta korupsi pejabat lokal yang makin menambah penderitaan rakyat.Dalam tulisannya, Multatuli menegaskan bahwa sistem tanam paksa membuat rakyat Indonesia menderita kelaparan dan kemiskinan. Rakyat tidak hanya dijajah oleh kekuasaan kolonial, tetapi juga ditindas oleh pejabat lokal. Max Havelaar menjadi karya sastra penting yang menggambarkan secara nyata bagaimana kondisi sosial Indonesia di masa kolonial.Buku ini juga menyertakan isi pidato Max Havelaar saat dilantik sebagai asisten residen Lebak, serta kisah percintaan antara Saijah dan Adinda di masa penjajahan. Sebagian besar tokoh dalam Max Havelaar merupakan tokoh historis. Beberapa nama pejabat Belanda disamarkan, seperti Asisten Residen Carolus yang diubah menjadi Stotering, Residen Brest van Kempen menjadi Slijmering, dan Van Langeveld van Hemert menjadi Verbrugge. Sementara itu, tokoh-tokoh bumiputra tetap menggunakan nama aslinya, kecuali Saijah dan Adinda.Penulisan Max Havelaar memiliki dua tujuan utama: mengakhiri pemerasan terhadap rakyat Jawa dan memulihkan kehormatan Douwes Dekker─pasca pengunduran dirinya dari jabatan asisten residen. Terbitnya buku ini menyadarkan masyarakat Eropa bahwa kekayaan yang mereka nikmati berasal dari penderitaan bangsa Indonesia, serta mengungkap praktik korupsi oleh para pejabat lokal.Kecaman dalam Max Havelaar berkontribusi pada lahirnya politik etis atau politik balas budi dari pemerintah Belanda. Selama tinggal di Indonesia, Multatuli menerbitkan enam edisi cetak Max Havelaar di Belanda melalui tiga penerbit berbeda. Setelah ia meninggal, Max Havelaar masih terus dicetak ulang dan diterjemahkan ke berbagai bahasa. Karya ini berperan penting dalam sejarah bangsa Indonesia, karena mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mulai menindak korupsi di kalangan bumiputra.Karena banyak menyinggung tentang sistem tanam paksa dan ketidakadilan agraria, Max Havelaar turut mendorong munculnya kesadaran di kalangan penguasa kolonial mengenai pentingnya penertiban kepemilikan tanah di Jawa. Hal ini melatarbelakangi lahirnya undang-undang agraria pertama di Indonesia pada tahun 1870, yang dikenal dengan nama Agrarische Wet 1870. Regulasi tersebut ditetapkan oleh Menteri Jajahan Engelbertus de Waal untuk mencegah tindakan sewenang-wenang pemerintah kolonial dalam pengambilalihan tanah rakyat. Di samping itu, terdapat kewajiban agar kepemilikan tanah di Jawa harus tercatat dengan jelas. Tanah milik penduduk dijamin haknya, sementara tanah yang tak bertuan dapat disewakan kepada pihak ketiga. (rm/fac)Referensi:Multatuli. (2018). Max Havelaar (terjemahan HB Jassin). Jakarta: Buku Seru.Tahqiq, Nanang. (2019). Yang Tercampak dari Lebak: Refleksi atas Inspirasi Max Havelaar.