Cari Berita

Ketua MA: Pimpinan Itu Wajib Melayani, Bukan Dilayani

article | Pembinaan | 2025-07-25 08:35:45

Jakarta- Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof Sunarto menyatakan era sudah berubah. Yaitu saatnya pimpinan lah yang melayani, bukan minta dilayani.“Pimpinan sekarang nggak perlu dilayani. Buat apa? Pimpinan itu wajib melayani, bukan dilayani,” kata Prof Sunarto.Hal itu disampaikan dalam pembinaan kepada hakim ad hoc seluruh Indonesia di Balairung MA, Jalan Medan  Merdeka Utara, Gambir, Jakarta, Jumat (25/7/2025). Hadir dalam pembinaan tersebut sebanyak 400 orang lebih hakim ad hoc dari Pengadilan Tipikor, Pengadilan Hubungan Industrial, Pengadilan Perikanan dan Pengadilan HAM.Hadir juga dalam acara itu Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Suharto, Ketua Muda MA bidang Pengawasan Dwiarso Budi Santiarto, Ketua Muda MA bidang Pidana Prim Haryadi, Ketua Muda MA Bidang Pembinaan Syamsul Maarif. Dalam kesempatan itu Sunarto menegaskan lagi keberaraan hakim ad hoc sebagai hasil amanat reformasi. Oleh sebab itu, ia meminta menjaga integritas. Namun malah ada yang berurusan dengan aparat penegak hukum.“Saya meminta itu yang terakhir kali terjadi di Pengadilan Jakarta Pusat. Apakah sanggup?” tanya Prof Sunarto.“Sanggup!” jawab seluruh hakim ad hoc kompak.Hadir juga seluruh hakim ad hoc tingkat kasasi. Serta sejumlah pejabat eselon 1 seperti Sekretaris MA, Dirjen Badilum dan pejabat eselon 2 seperti panitera muda MA, Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Dirjen Badilum.“Jangan sampai diganti irah-irah putusan pengadilan ‘Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’ diganti menjadi ‘Demi Keadilan Berdasarkan Keuangan Yang Maha Kuasa’. Jangan! Jangan menjual Tuhan,” tegas Sunarto.

Prof Harkristuti: Hakim Ad Hoc Terlalu Lama Terabaikan, Perlu Masuk RUU JH

article | Berita | 2025-07-16 11:20:24

Jakarta- Guru besar Universitas Indonesia (UI) Prof Harkristuti Harkrisnowo menyampaikan keprihatinannya atas nasib hakim ad hoc. Oleh sebab itu, ia berharap nasib hakim ad hoc juga ikut dirumuskan dalam RUU Jabatan Hakim agar lebih sejahtera. “Ad hoc sudah terlalu lama, menurut saya, terabaikan ya. Ya memang itu harus kita atur. Ya silakan nanti diaturnya seperti apa,” kata Prof Harkristuti.Hal itu disampaikan dalam Webinar Konsultasi Publik - Urgensi dan Pokok-Pokok Pengaturan RUU Jabatan Hakim, Rabu (16/7/2025). Dalam kesempatan tersebut, turut hadir sejumlah narasumber yaitu Prof Yanto (Hakim Agung MA RI), Taufiq HZ (Anggota Komisi Yudisial RI) dan Prof Basuki Rekso Wibowo (Guru Besar Universitas Nasional). “Disuruh kerja tapi nggak dimasukan di RUU, kan ya lucu ya,” beber HarkristutiSalah satu yang diatur dalam RUU tersebut adalah apakah hakim ad hoc masuk sebagai pejabat negara atau bukan. “Yang perlu diatur, apakah mereka pejabat negara, apakah seluruh hakim pejabat negara. Atau cuma hakim agung. Saya tidak berani memberi catatan,” ungkap Harkristuti.Secara pribadi, Prof Harkristuti menilai hakim ad hoc perlu dirumuskan ke RUU Jabatan Hakim. Karena akan memiliki banyak implikasi, terutama terhadap kesejahteraan.“Kalau hakim ad hoc, kira-kira pejabat negara nggak? Karena di sini akan berimplikasi kepada keuangan, bagaimana kesejahterannya, bagaimana perlindungannya. Menurut saya, itu perlu dibicarakan secara khusus. Ya, perlu masuk dalam RUU Jabatan Hakim karena mereka bagian dari yudikatif,” tegas Prof Harkristuti.Di tempat yang sama, Prof Yanto mendukung apabila hakim ad hoc juga masuk dalam RUU Jabatan Hakim. “Silakan kepada hakim ad hoc memberikan masukan kepada DPR,” kata Prof Yanto yang juga Jubir MA itu.

Saat Sarjana Teknik Itu Dilantik Jadi Hakim Ad Hoc Tipikor PN Palangka Raya

article | Berita | 2025-05-20 13:25:07

Palangka Raya- Hakim ad hoc tipikor memiliki banyak latar belakang pendidikan dan pengalaman. Ada yang memiliki background ASN, akuntan, ekonomi hingga jurnalis. Nah, salah satunya adalah Iryana Margahayu yang memiliki latar belakang pendidikan Sarjana Teknik, selain Sarjana Hukum.Iryana dilantik sebagai hakim ad hoc tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya, Kalimantan Tengah (Kalteng), Selasa (20/5/2025) pagi. Perempuan kelahiran lahir di Purworejo, Jawa Tengah pada 9 Maret 1974 itu dilantik oleh Ketua PN Palangka Raya, Ricky Fardinand.“Dengan bermodal integritas dan kejujuran ingin menjadi hakim ad hoc tipikor yang dapat memutuskan setiap perkara secara profesional dan proporsional atas dasar kebenaran, karena yakin Tuhan Maha Mengetahui apa yang ada di hati dan pikiran manusia,” kata Iryana kepada DANDAPALA.Latar belakang pendidikannya cukup unik. Saat itu, Iryana menempuh kuliah di Fakultas Hukum (FH) UGM, Yogyakarta pada awal 90-an. Tapi ternyata hal itu belum membuatnya puas. Lalu ia mengambil lagi kuliah di Fakultas Teknik UII, Yogyakarta. Akhirnya, dalam waktu bersamaan, ia merampungkan dua pendidikan sehingga berhasil menggondol gelar ST dan SH.Selepas wisuda, Iryana menjadi ASN di Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jabatan pertamanya adalah sebagai Staf pada Bagian Hukum di Biro Hukum, Organisasi, dan Humas. Perlahan, kariernya menanjak. Ia sempat menjadi Kepala Biro Hukum di badan itu. Terakhir ia menjabat sebagai Direktur Pengembangan Standar Mekanika, Energi, Infrastruktur, dan Teknologi Informasi (PSMEITI) BSN (2023-20 Mei 2025).Iryana juga pernah menjadi ahli dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pekerjaan pembangunan jalan tol Jakarta-CIkampek II (2023). Setahun setelahnya, Iryana juga sebagai ahli dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana sawit oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit tahun 2015-2022 (2024). Iryana dilantik bersamaan dengan Fransisca Kiki Damayanti. Proses menjadi hakim ad hoc bukan proses yang mudah. Sejumlah ujian dilalui Iryana dkk, baik tertulis, wawancara hingga assessment. Dengan dilantiknya Kiki dan Iryana, maka menambah keragaman latar belakang hakim ad hoc tipikor. Sebelumnya ada yang berlatarbelakang ASN, militer, advokat hingga jurnalis. (asp/asp)   

Panitera Pengganti PN Semarang Kiki Dilantik Jadi Hakim Ad Hoc Tipikor

article | Berita | 2025-05-20 11:40:26

Palangka Raya- Pagi ini menjadi sesuatu yang baru bagi Fransisca Kiki Damayanti. Bila sebelumnya ia duduk di belakang meja hakim mencatat jalannya persidangannya sebagai panitera penngganti, maka kini ia resmi duduk di meja hakim.Hal itu seiring dirinya dilantik menjadi Hakim Ad Hoc Tipikor pada Pengadilan Negeri Palangka Raya, Kalimantan Tengah (Kalteng), Selasa (20/5) pukul 09.00 waktu setempat. Ia dilantik oleh Ketua PN Palangka Raya, Ricky Ferdinand. Sebelum dilantik, Kiki merupakan Panitera Pengganti Pengadilan Negeri (PN) Semarang. “Harapan saya dengan menjadi hakim ad hoc tipikor maka bisa memberantas korupsi dan berpartisipasi membangun negeri,” kata Kiki kepada DANDAPALA, Selasa (20/5/2025).Proses menjadi hakim ad hoc bukan proses yang mudah. Sejumlah ujian dilalui Kiki, baik tertulis, wawancara hingga assessment. Saat ujian itu, ia lulus dengan peringkat pertama untuk ujian 2024 periode kedua.Selain itu, ikut dilantik juga di tempat yang sama Iryana Margahayu sebagai hakim ad hoc tipikor. Sebelum dilantik, Iryana adalah Direktur di sebuah lembaga negara di Jakarta. Iryana menjadi hakim ad hoc setelah melalui proses ujian yang sangat menantang pada 2024 periode pertama.Dengan dilantiknya Kiki dan Iryana, maka menambah keragaman latar belakang hakim ad hoc tipikor. Tercatat ada 3 mantan anggota milter yang dilantik dan diambil sumpahnya. Yaitu Kolonel (Purn) Estiningsih yang disumpah menjadi hakim ad hoc tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada Rabu (30/4) kemarin. Saat berdinas di militer, Estiningsih adalah seorang oditur (jaksa) militer. Ada juga Kolonel Laut (Purn) Lutfi Adin Affandi yang disumpah menjadi hakim ad hoc tipikor dan bertugas di PN Denpasar. Sebelumnya ia adalah Polisi Militer Angkatan Laut (Pomal) dengan jabatan terakhir Direktur Pembinaan Penyelidikan Kriminal dan Pengamanan Fisik Pusat Polisi Militer Angkatan Laut. Selain itu, Lutfi yang menyandang gelar Doktor itu juga sebagai dosen di Universitas Pertahanan. Yang ketiga adalah Kolonel Khairul Rizal yang  disumpah sebagia hakim ad hoc pada Jumat (2/5) dan ditempatkan di PN Pangkalpinang. Sebelumnya, Khairul Rizal adalah hakim Pengadilan Militer.Selain itu, ada juga hakim ad hoc tipikor yang berlatar belakang ASN. Di antaranya adalah Yefni Delfitri yang menjadi hakim ad hoc tipikor di PN Bengkulu. Sebelumnya, Yefni adalah ASN di lingkungan Mahkamah Agung (MA) dengan jabatan terakhir Sekretaris Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. “Saya harap kepada yang dilantik untuk senantiasa menjunjung tinggi nilai integritas dan profesionalitas dalam menjalankan tugas sebagai Hakim Ad Hoc Tipikor,” kata Ketua PN Bengkulu, Agus Hamzah di Aula PN Bengkulu saat melantik Yefni, Jumat (2/5).Keberagaman lain terlihat dengan disumpahnya Yusuf Gutomo yang memiliki latar belakang notaris. Ia diambil sumpah sebagai hakim ad hoc tipikor pada PN Tanjung Pinang pada Rabu (30/4) kemarin. Sebelum menjadi hakim ad hoc tipikor, alumnus Universitas Brawijaya, Malang, itu merupakan notaris di Batam.Nama Muhammad  Ibnu Mazjah juga memiliki latar belakang yang berbeda dengan yang lainnya. Tercatat ia pernah menjadi anggota Komisi Kejaksaan RI periode 2019-2024. Selain itu, pemegang gelar Doktor itu juga masih aktif sebagai dosen dan mengajar di sejumlah perguruan tinggi. Pada Rabu (30/4) lalu, Muhammad  Ibnu Mazjah secara resmi menjadi hakim ad hoc tipikor usai disumpah oleh Ketua PN Manado, Achmad Peten Sili.Profesi dengan latar belakang  hukum lainnya yang disumpah menjadi hakim yaitu dari kalangan advokat. Tercatat sejumlah nama yaitu Abdul Hadi Muchlis yang menjadi hakim ad hoc tipikor di PN Makassar, Herman Sjafridjadi yang menjadi hakim ad hoc tipikor di PN Pangkalpinang dan Risa Sylvia yang ditempatkan di PN Samarinda. Tercatat juga dua mantan advokat dari Aceh yaitu Arif Hamdani dan Zul Azmi yang ditempatkan di tanah kelahiannya yaitu di Pengadilan Tipikor pada PN Banda Acah. Adapun mantan advokat dari Padang, Imra Leri Wahyuli diambil sumpah dan dilantik menjadi hakim ad hoc tipikor di PN Pangkalpinang bersama Khairul Rizal.Adapun Abdur Rachman Iswanto diambil sumpah dan ditempatkan di PN Palangkaraya pada Jumat (2/5) kemarin. Abdur Rachman Iswanto sebelumnya adalah advokat yang memiliki kantor di Jakarta. Sedangkan mantan advokat Supraptiningsih diambil sumpah dan bertugas di PN Kupang bersama Bibik Nuruddja. Nah, Bibik selain berlatar belakang sebagai advokat, ia juga seorang aktivis perempuan dan anak.Dua orang hakim ad hoc tipikor yang ditempatkan di PN Ternate, Edy Syapran dan Teguh Suroso juga sama-sama memiliki latar belakang sebagai advokat. Selain itu, Teguh juga tercatat pernah menjadi Ketua Cabang Asosiasi Advokat Surakarta dan Ketua Pusbakum AAI Surakarta. Ada juga Mas Muanam yang dilantik sebagai hakim ad hoc tipikor pada PN Bengkulu. Sebelumya, pria pemegang gelar doktor itu adalah hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada PN Jakpus selama dua periode. Adapun Andi Saputra bisa jadi memiliki latar belakang paling berbeda dari yang lainnya yaitu seorang jurnalis hukum. Tercatat ia sudah melakukan kerja-kerja jurnalistik dan menulis berbagai isu hukum, khususnya isu-isu pengadilan, di sebuah media online di Jakarta sejak 2006 silam. Selain itu, Andi Saputra juga ikut menginisiasi lahirnya Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) yang kini sudah berbadan hukum dan terdaftar di Kementerian Hukum. Andi Saputra diambil sumpah oleh Ketua PN Jakpus, Hendri Tobing pada Rabu (30/4) lalu dan ditugaskan pengadilan yang kantor yang beralamat di Jalan Bungur Raya, Jakpus itu. (asp/asp)

Ragam Background Hakim Ad Hoc Tipikor: ASN, Militer, Notaris hingga Jurnalis

article | Berita | 2025-05-03 16:05:53

Jakarta- Mahkamah Agung (MA) meluluskan 24 nama menjadi hakim ad hoc tipikor tingkat pertama seleksi tahun 2024. Dari jumlah itu, mayoritas sudah dilantik dan disumpah di Pengadilan Negeri (PN) tempat mereka ditugaskan. Ternyata latar belakangnya beragam.Berdasarkan UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang dikutip DANDAPALA, Sabtu (3/5/2025), latar belakang menjadi hakim ad hoc tipikor memang bisa beragam. Sebab, hanya menyaratkan orang yang berpengalaman di bidang hukum dengan sejumlah syarat lain. Pasal 12 huruf d menyebutkan:Berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain dan berpengalaman di bidang hukum sekurang-kurangnya selama 15 (lima belas) tahun untuk Hakim ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan pengadilan tinggi, dan 20 (dua puluh) tahun untuk Hakim ad hoc pada Mahkamah Agung.Oleh sebab,  peserta yang mengikuti seleksi juga beragam latar belakang. Sepanjang memiliki latar belakang di bidang hukum dengan masa kerja minimal 15 tahun, maka bisa mengikuti seleksi yang dilakukan oleh MA. Di mana seleksi itu berjalan sangat ketat dengan peserta hamper seribu orang.MA juga menggandeng pihak ketiga yang independen untuk menyeleksi seperti untuk assessment. Sejumlah profesor/ahli hukum dari UI dan Unair juga dilibatkan untuk ikut menguji para kandidat agar bisa terpilih nama-nama yang memenuhi standar nilai kelulusan.Akhirnya nama-nama yang lolos seleksi tahun 2024 pun beragam pengalaman dan latar belakang.  Tercatat ada 3 mantan anggota milter yang dilantik dan diambil sumpahnya. Yaitu Kolonel (Purn) Estiningsih yang disumpah menjadi hakim ad hoc tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada Rabu (30/4) kemarin. Saat berdinas di militer, Estiningsih adalah seorang oditur (jaksa) militer.Ada juga Kolonel Laut (Purn) Lutfi Adin Affandi yang disumpah menjadi hakim ad hoc tipikor dan bertugas di PN Denpasar. Sebelumnya ia adalah Polisi Militer Angkatan Laut (Pomal) dengan jabatan terakhir Direktur Pembinaan Penyelidikan Kriminal dan Pengamanan Fisik Pusat Polisi Militer Angkatan Laut. Selain itu, Lutfi yang menyandang gelar Doktor itu juga sebagai dosen di Universitas Pertahanan. Yang ketiga adalah Kolonel Khairul Rizal yang  disumpah sebagia hakim ad hoc pada Jumat (2/5) kemarin dan ditempatkan di PN Pangkalpinang. Sebelumnya, Khairul Rizal adalah hakim Pengadilan Militer.Selain itu, ada juga hakim ad hoc tipikor yang berlatar belakang ASN. Di antaranya adalah Yefni Delfitri yang menjadi hakim ad hoc tipikor di PN Bengkulu. Sebelumnya, Yefni adalah ASN di lingkungan Mahkamah Agung (MA) dengan jabatan terakhir Sekretaris Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. “Saya harap kepada yang dilantik untuk senantiasa menjunjung tinggi nilai integritas dan profesionalitas dalam menjalankan tugas sebagai Hakim Ad Hoc Tipikor,” kata Ketua PN Bengkulu, Agus Hamzah di Aula PN Bengkulu saat melantik Yefni, Jumat (2/5) kemarin.Ada juga ASN dari sebuah Lembaga tinggi negara di Jakarta, Iryana Margahayu. Jabatan terakhir yang diduduki Iryana adalah posisi direktur. Iryana yang akan ditempatkan di PN Palangkaraya itu masih menyesuaikan hari pelantikan untuk diambil sumpah sebagai hakim ad hoc.Keberagaman lain terlihat dengan disumpahnya Yusuf Gutomo yang memiliki latar belakang notaris. Ia diambil sumpah sebagai hakim ad hoc tipikor pada PN Tanjung Pinang pada Rabu (30/4) kemarin. Sebelum menjadi hakim ad hoc tipikor, alumnus Universitas Brawijaya, Malang, itu merupakan notaris di Batam.Nama Muhammad  Ibnu Mazjah juga memiliki latar belakang yang berbeda dengan yang lainnya. Tercatat ia pernah menjadi anggota Komisi Kejaksaan RI periode 2019-2024. Selain itu, pemegang gelar Doktor itu juga masih aktif sebagai dosen dan mengajar di sejumlah perguruan tinggi. Pada Rabu (30/4) lalu, Muhammad  Ibnu Mazjah secara resmi menjadi hakim ad hoc tipikor usai disumpah oleh Ketua PN Manado, Achmad Peten Sili.Profesi dengan latar belakang  hukum lainnya yang disumpah menjadi hakim yaitu dari kalangan advokat. Tercatat sejumlah nama yaitu Abdul Hadi Muchlis yang menjadi hakim ad hoc tipikor di PN Makassar, Herman Sjafridjadi yang menjadi hakim ad hoc tipikor di PN Pangkalpinang dan Risa Sylvia yang ditempatkan di PN Samarinda. Tercatat juga dua mantan advokat dari Aceh yaitu Arif Hamdani dan Zul Azmi yang ditempatkan di tanah kelahiannya yaitu di Pengadilan Tipikor pada PN Banda Acah. Adapun mantan advokat dari Padang, Imra Leri Wahyuli diambil sumpah dan dilantik menjadi hakim ad hoc tipikor di PN Pangkalpinang bersama Khairul Rizal. Adapun Abdur Rachman Iswanto diambil sumpah dan ditempatkan di PN Palangkaraya pada Jumat (2/5) kemarin. Abdur Rachman Iswanto sebelumnya adalah advokat yang memiliki kantor di Jakarta. Sedangkan mantan advokat Supraptiningsih diambil sumpah dan bertugas di PN Kupang bersama Bibik Nuruddja. Nah, Bibik selain berlatar belakang sebagai advokat, ia juga seorang aktivis perempuan dan anak.Dua orang hakim ad hoc tipikor yang ditempatkan di PN Ternate, Edy Syapran dan Teguh Suroso juga sama-sama memiliki latar belakang sebagai advokat. Selain itu, Teguh juga tercatat pernah menjadi Ketua Cabang Asosiasi Advokat Surakarta dan Ketua Pusbakum AAI Surakarta. Ada juga Mas Muanam yang dilantik sebagai hakim ad hoc tipikor pada PN Bengkulu. Sebelumya, pria pemegang gelar doktor itu adalah hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada PN Jakpus selama dua periode. Adapun Andi Saputra bisa jadi memiliki latar belakang paling berbeda dari yang lainnya yaitu seorang jurnalis hukum. Tercatat ia sudah melakukan kerja-kerja jurnalistik dan menulis berbagai isu hukum, khususnya isu-isu pengadilan, di sebuah media online di Jakarta sejak 2006 silam. Selain itu, Andi Saputra juga ikut menginisiasi lahirnya Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) yang kini sudah berbadan hukum dan terdaftar di Kementerian Hukum. Andi Saputra diambil sumpah oleh Ketua PN Jakpus, Hendri Tobing pada Rabu (30/4) lalu dan ditugaskan pengadilan yang kantor yang beralamat di Jalan Bungur Raya, Jakpus itu. (asp/asp)