Cari Berita

KY-MA Berhentikan Mantan Ketua Pengadilan Negeri, Ini Penyebabnya

article | Berita | 2025-09-26 20:40:37

Jakarta- Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) menggelar sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) di Gedung MA, Jakarta untuk mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) T berinisial I. Hasilnya, I diberikan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun. Apa penyebnya?Sebagaimana dalam keterangan pers KY yang diterima DANDAPALA, Jumat (26/9/2025), MK itu digelar pada Selasa (23/9/2025). I sidangkan karena terkait kasus suap atau gratifikasi dalam pengurusan perkara di MA yang melibatkan mantan Hakim PN, asisten mantan Hakim Agung GS."Menjatuhkan sanksi kepada terlapor dengan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun,” ujar Ketua Sidang MKH hakim agung Achmad Setyo Pudjoharsoyo.Sidang MKH digelar atas rekomendasi Badan Pengawasan (Bawas) MA yang merupakan pengembangan kasus suap atau gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA dengan melibatkan mantan Hakim PN, asisten mantan Hakim Agung GS.Saat masih menjabat sebagai Ketua PN T, I dimintai bantuan untuk pengurusan perkara yang ditangani Hakim Agung GS di tingkat kasasi. Kemudian ia menghubungi temannya, yaitu PN yang merupakan asisten Hakim Agung GS. Selanjutnya, disepakati imbalan pengurusan perkara tersebut sebesar Rp 725 juta.Penyerahan dilakukan oleh I bersama pengacara termohon kasasi (PT Emerald Ferochromium Industry) kepada PN pada 18 Februari 2022 di Rest Area Km 19 Bekasi/ Tol Jakarta Cikampek.Terkait kasus ini, kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami keterlibatan I karena diduga menerima uang sebesar Rp 100 juta. Saat diperiksa sebagai saksi oleh KPK, I mengembalikan uang tersebut. Temuan itu akhirnya menjadi jalan masuk Bawas MA untuk melakukan pemeriksaan dan merekomendasi pemberhentian kepada I.Dalam pembelaannya, I membeberkan bahwa uang Rp 100 juta tersebut ditinggal oleh seseorang di teras rumahnya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh kesaksian istrinya. Kemudian I sudah mencoba menghubungi pihak yang dicurigai memberikan uang tersebut, tetapi tidak tersambung. Saat kasus PN terungkap setahun kemudian, I diperiksa sebagai saksi dan telah mengembalikan uang tersebut kepada penyidik KPK.MKH mengungkap hal yang meringankan terlapor karena telah mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulangi. Ia juga masih memiliki kewajiban sebagai seorang kepala rumah tangga yang harus menafkahi seorang istri dan tiga orang anak yang masih kuliah. I juga telah menyerahkan uang gratifikasi sebanyak Rp 100 juta saat diperiksa oleh penyidik KPK. Sedangkan hal yang memberatkan adalah perbuatannya tidak mencerminkan visi dan misi MA.Oleh karena itu, Sidang MKH memutuskan untuk "menguatkan rekomendasi hasil pelaporan dari Tim Bawas MA yang menyatakan hakim terlapor I terbukti melanggar Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, huruf c pengaturan butir 5 berintegritas tinggi.“Dan butir 7 menjunjung tinggi harga diri," urai Achmad Setyo Pudjoharsoyo.Anggota MKH lainnya terdiri dari Hakim Agung Sugeng Sutrisno dan Ainal Mardhiah. Sedangkan KY diwakili oleh Anggota KY Joko Sasmito, Sukma Violetta, Mukti Fajar Nur Dewata, dan Binziad Kadafi.

Terbukti Selingkuh, Hakim FK Diberhentikan dengan Tidak Hormat

article | Berita | 2025-09-26 18:45:02

Jakarta- Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) melalui Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan tidak hormat kepada hakim FK. Saat itu, FH merupakan hakim di Pengadilan Negeri (PN) J.Hal itu sebagaimana dalam keterangan pers KY yang diterima DANDAPALA, Jumat (26/9/2025).“Menjatuhkan sanksi kepada terlapor dengan sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai hakim,” ujar Ketua Sidang MKH, Siti Nurdjanah dalam sidang MKH pada Kamis (25/9) kemarin.Kasus ini berawal laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Setelah KY melakukan pemeriksaan terhadap pelapor, terlapor, saksi-saksi, dan adanya bukti yang relevan dengan laporan, ditemukan fakta-fakta yang menguatkan laporan.Terlapor yang telah menjadi hakim selama 20 tahun, saat bertugas di PN R diduga melakukan perselingkuhan dengan IN, saat keduanya dalam hubungan perkawinan yang sah. Terdapat alat bukti video yang memperlihatkan kemesraan keduanya yang menguatkan laporan tersebut. Tidak hanya dengan IN, terlapor juga menjalin hubungan dengan perempuan lain selama dua tahun. Bahkan, terlapor juga pernah dilaporkan melakukan pelecehan seksual di PN R. Saat bertugas di PN J, terlapor kembali melakukan pelecehan seksual dan menjalin hubungan dengan perempuan bersuami dan seorang mahasiswi.Dalam pembelaannya, terlapor membantah semua tuduhan yang diajukan, dan video yang ada bukanlah sebagai alat bukti terjadinya perselingkuhan. Beberapa laporan bahkan dianggap merupakan masa lalu yang telah selesai. Ia menegaskan seharusnya MKH berfokus kepada pelaporan dari pelapor. FK juga membantah tuduhan melakukan pelecehan seksual dan pernah menikah siri karena ia bukan muslim.Dari tujuh saksi yang dihadirkan dalam MKH, hanya empat saksi yang keterangannya dianggap memiliki nilai pembuktian, yaitu dari istri terlapor, rekan kerja, dan teman terlapor. Pada intinya, para saksi memberikan keterangan yang menguatkan apa yang disampaikan terlapor. Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang melakukan pembelaan juga memberikan bantahan yang sama. Tidak ada terjadi perselingkuhan dengan IN karena hanya sebatas hubungan kerja dan tidak pernah terjadi pelecehan.Namun, majelis tidak sepakat dengan pembelaan tersebut dan menolak seluruh pembelaan. Artinya, tidak ditemukan fakta yang bisa menganulir rekomendasi KY. Hal yang memberatkan lainnya adalah terlapor telah melakukan perbuatan yang tidak pantas secara berulang kepada beberapa perempuan, baik sebagai hakim di PN R maupun di PN J.Sebagai hakim, FK dianggap tidak mampu menjaga marwah jabatannya untuk menjunjung tinggi keluhuran martabat serta perilaku hakim. Ia juga dianggap mencemarkan atau merusak nama baik lembaga peradilan. Sedangkan hal yang meringankan tidak ada.“Terlapor telah terbukti melanggar Angka 3 butir 3.1.(1), Angka 3 butir 3.1.(6), Angka 5 butir 5.1.1., Angka 6 butir 6.1., dan Angka 7 butir 7.1. Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI No. 047/KMA/SKB/IV/2009- 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim jo. Pasal 7 ayat (2) huruf a., Pasal 7 ayat (3) huruf c., Pasal 9 ayat (4) huruf a., Pasal 10 ayat (2) huruf a., dan Pasal 11 ayat (3) huruf a. Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 02/PB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,” urai Siti Nurdjanah.Selain Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah sebagai ketua, majelis MKH kali ini terdiri dari Anggota KY Joko Sasmito, Sukma Violetta, dan Binziad Kadafi. Sedangkan perwakilan MA terdiri dari Hakim Agung Yodi Martono Wahyunadi, Imron Rosyadi, dan Nani Indrawati.