Cari Berita

Selamat! Eks Ketua KPK Nawawi Pomolango Raih Gelar Doktor dari Unpas

article | Berita | 2025-10-08 10:05:52

Bandung- Mantan Ketua KPK Nawawi Pomolango meraih gelar doktor dari Universitas Pasundan (Unpas), Bandung. Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin itu berhasil mempertahankan disertasi berjudul Penanganan Bersama Tindak Pidana Korupsi Antar Penegak Hukum (Polri-Kejaksaan-KPK) Ditinjau dari Teori Hukum Integratif.Berdasarkan informasi yang dihimpun DANDAPALA, Rabu (8/10/2025), sidang itu digelar di Aula Mandalasaba dr.Djoenjoenan, Kampus Pascasarjana Unpas, Jalan Sumatra No. 41, Kota Bandung pada Selasa (7/10) kemarin.Sidang dipimpin oleh Ketua Sidang Promosi dari Prof Dr. H. Bambang Heru dengan Copromotor Dr Dedy Hernawan,  dan penelaah terdiri dari Prof Dr Didi Turmudzi M.Si, Dr.Hj.N.Ike Kusmiati,S.H.,M.Hum, dan Dr.Siti Rodiah,S.H.,M.H.Sidang dihadiri keluarga, kolega, rekan kerja serta Kapolda Jabar Irjen Pol.Rudi Setiawan.Mantan Ketua KPK tersebut memilih disertasinya sesuai dengan bidang yang pernah ia kerjakan yakni penegakan korupsi di KPK.“Saya mencoba mengangkat permasalahan yang memang pernah mendalami di sana dalam kaitannya menangani perkara-perkara hukum koruspi. Apa yang saya dapatkan dalam penanganan korupsi itu yang perlu saya tulis dalam disertasi ini,” papar Nawawi.Dalam paparan disertasinya, disebutkan, penegakan hukum di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi tidak hanya terbatas pada upaya untuk memasukkan pelaku tindak pidana korupsi ke dalam penjara, tetapi juga untuk mendapatkan kembali harta dan aset negara yang dikorupsi dengan lahirnya RUU Perampasan Aset.Berdasarkan teori hukum integratif, harus adanya kerja sama antar penegak hukum dalam menangani tindak pidana korupsi. Kerja sama antara POLRI, Kejaksaan dan KPK memiliki dasar hukum yang cukup kuat dalam penanganan tindak pidana korupsi melalui berbagai regulasi dan peraturan perundang-undangan.Namun,lebih lanut dikatakannya jika masih terdapat celah hukum yang tumpang tindih kewenangan yang berpotensi menimbulkan konflik atau ketidakefektifan dalam penanganan kasus korupsi.“Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penanganan bersama penegak hukum di Indonesia, yaitu POLRI, Kejaksaan dan KPK dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi.” tegasnya.Dengan menggunakan metode penelitian deskristif analitis untuk memberikan gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta secara hubungan antar fenomena yang diteliti, kemudian dianalisis untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai penanganan bersama tindak pidana korupsi antar penegak hukum POLRI, Kejaksaan dan KPK.Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Yuridis Normatif. Tahap penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan (library research) melalui studi dokumen terhadap data sekunder bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Selanjutnya data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara yuridis kualitatif.Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kolaborasi POLRI, Kejaksaan, dan KPK memiliki dasar hukum kuat dan bertujuan menciptakan penegakan hukum yang transparan, profesional, dan berintegritas. Namun, praktiknya masih menghadapi hambatan seperti tumpang tindih kewenangan, koordinasi lemah, ego sektoral, intervensi politik, keterbatasan SDM, perbedaan SOP, dan lemahnya pertukaran data.Solusi yang diperlukan meliputi harmonisasi regulasi, penyelarasan SOP, peningkatan koordinasi melalui forum rutin, penguatan profesionalisme dan etika penegak hukum, pemanfaatan teknologi digital (e-audit, e-prosecution), serta pemberdayaan partisipasi masyarakat untuk mendukung budaya anti-korupsi.Konsep pengembalian kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi merupakan bagian penting dari pemberantasan korupsi.Pengesahan RUU Perampasan Aset diperlukan agar pemulihan kerugian berjalan efektif. Secara perbandingan, Amerika Serikat cepat memulihkan kerugian melalui mekanisme litigasi dan regulasi ketat, Singapura memiliki kerugian kecil karena pencegahan dan penyitaan aset yang efektif, Malaysia menghadapi kerugian besar dengan pemulihan yang lambat, sementara Indonesia masih terkendala koordinasi dan implementasi aturan sehingga pengembalian kerugian belum optimal.Berhasil mempertahankan disertasinya akhirnya Nawawi dinyatakan lulus dan menyelesaikan sidang terbukanya dengan IPK akhir 3,91 dengan predikat Yudisium Sangat Memuaskan dan menjadi lulusan ke 135 di lingkungan Doktor Ilmu Hukum.