Jakarta – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh PT Nonghyup Korindo Sekuritas Indonesia (d.h. PT Woori Korindo Securities Indonesia) selaku Pemohon Kasasi II/Termohon Kasasi I dahulu Tergugat dalam perkara perdata melawan Pavithar P. Harjani (Pemohon Kasasi I/Termohon Kasasi II dahulu Penggugat), PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia dan PT. Bursa Efek Indonesia (Para Turut Termohon Kasasi/dahulu Para Tergugat).
Majelis Kasasi dalam putusan bernomor 1805 K/Pdt/2025, MA menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara tersebut karena para pihak telah sepakat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase.
Sebelumnya Penggugat Pavithar P. Harjani telah mendaftarkan gugatannya ke PN Jakarta Selatan. Dalam gugatannya, Penggugat meminta kepada Majelis PN Jakarta Selatan untuk menyatakan perbuatan PT Nonghyup Korindo Sekuritas Indonesia yang melakukan pemindahbukuan efek (saham) tanpa izin dan kuasa dari Penggugat ke rekening efek (saham) lain adalah PMH.
Baca Juga: Pembatalan Putusan Arbitrase Pasca Putusan Nomor 15/PUU-XII/2014
Ia juga meminta agar PT Nonghyup Korindo Sekuritas Indonesia dihukum untuk memulihkan keberadaan stock saham Penggugat pada rekening efek Penggugat di Perusahaan Penggugat senilai Rp4,3 milyar dan Rp110 milyar, karena masih terikat sebagai objek jaminan atas perjanjian pembiayaan transaksi marjin.
Pada peradilan tingkat pertama, Tergugat PT Nonghyup Korindo Sekuritas Indonesia mengajukan eksepsi kompetensi absolut. Kemudian dalam putusannya tanggal 20 September 2023, Majelis PN Jakarta Selatan menerima eksepsi Tergugat dan menyatakan PN Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara.
Oleh karena ada upaya hukum, kemudian pengadilan tingkat banding, dalam hal ini Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada 24 Oktober 2024 membatalkan Putusan PN Jakarta Selatan tersebut. Dalam putusannya, PT. Jakarta mengadili sendiri yang menegaskan bahwa gugatan Pavithar P. Harjani yang semula Penggugat dikabulkan untuk sebagian dan menyatakan perbuatan PT Nonghyup Korindo Sekuritas Indonesia (d.h. PT Woori Korindo Securities Indonesia) yang melakukan transaksi pemindah-bukuan efek (saham) tanpa izin dan persetujuan kuasa dari Penggugat ke rekening efek lain adalah Perbuatan melawan hukum.
Majelis Banding menghukum Tergugat agar membayar biaya pemulihan keberadaan stock saham penggugat pada rekening efek penggugat di perusahaan sejumlah Rp4,3 Milyar dan senilai Rp110 Milyar.
Atas putusan banding itu, Pavithar P. Harjani mengajukan upaya kasasi pada tanggal 15 November 2024 namun dicabut pada tanggal 2 Desember 2024. Dan di lain kesempatan, PT Nonghyup Korindo Sekuritas Indonesia (d.h. PT Woori Korindo Securities Indonesia) mengajukan pula permohonan kasasi pada tanggal 25 November 2024.
Dalam permohonan kasasinya PT Nonghyup Korindo Sekuritas Indonesia (d.h. PT Woori Korindo Securities Indonesia) selaku Pemohon Kasasi II juga kembali mempersoalkan mengenai kompetensi absolut Pengadilan Negeri yang tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini.
Kemudian Ketua Majelis Kasasi Ibrahim didampingi Para Hakim Anggota Kasasi Haswandi dan Nani Indarwati dalam putusannya menilai bahwa putusan Judex Facti, yakni PT Jakarta, telah salah menerapkan hukum.
Hal ini karena antara para pihak telah secara tegas bersepakat arbitrase, untuk melakukan penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) yang kini kewenangannya telah beralih kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK).
“Berdasarkan ketentuan Pasal 20(b) SKTE dan Pasal 15.1 PPTM, para pihak telah sepakat untuk menyelesaikan segala perselisihan melalui arbitrase pada LAPS SJK. Oleh karena itu, segala perselisihan yang timbul, termasuk perkara perbuatan melawan hukum, harus dan hanya dapat diselesaikan melalui arbitrase,” demikian pertimbangan majelis kasasi.
Baca Juga: Klausul Arbitrase Jadi Penentu, PN Surabaya Nyatakan Tidak Berwenangan Mengadili
Majelis Kasasi juga menegaskan Ketentuan yang disepakati dalam Pasal 20 (b) dalam SKTE (Surat Keputusan Tata Tertib Eksekusi) dan Pasal 15.1 PPTM tersebut merupakan perjanjian arbitrase sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999), sehingga segala perselisihan yang timbul antara Penggugat dan Tergugat harus diselesaikan melalui arbitrase.
Akhirnya, Mahkamah Agung membatalkan Putusan PT Jakarta Nomor 75/PDT/2024/PT DKI. MA mengadili sendiri perkara tersebut dengan menegaskan, “Menerima eksepsi dari Tergugat mengenai kompetensi absolut dan menyatakan Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara ini,” ucap Majelis Kasasi pada Rabu 14 Mei 2025, dan putusan telah diunggah di Direktori Putusan MA pada Senin 13 Oktober 2025. (zm/fac)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI