Drama Korea Juvenile Justice garapan Netflix ini bukan sekadar tontonan ruang sidang biasa. Lebih dari itu, serial yang rilis pada 2022 ini adalah refleksi hukum, kritik sosial, sekaligus potret dilemanya hakim ketika berhadapan dengan perkara anak. Dengan alur yang menegangkan dan penuh emosi, drama ini memaksa kita bertanya: ketika anak melakukan kejahatan, apakah mereka layak dihukum seperti orang dewasa?
Sejak menit awal, Juvenile Justice langsung menghantam penonton dengan adegan sidang penuh tensi, tangis orang tua, hingga perdebatan hukum yang rumit. Dari situ, penonton langsung tahu bahwa drama ini tidak akan menyuguhkan sidang yang datar, melainkan pertarungan moral antara hukuman dan rehabilitasi.
Tokoh utama Sim Eun-seok (Kim Hye-soo) digambarkan sebagai hakim yang keras dan tanpa kompromi terhadap pelaku kejahatan anak. Tapi seiring berjalannya cerita, ia juga dihadapkan pada kenyataan pahit: banyak dari anak-anak ini adalah korban dari keluarga yang rusak, tekanan sosial, bahkan kemiskinan. Di sinilah drama ini menjadi menarik, ia menyoroti absurditas sistem hukum yang sering lebih cepat menghukum daripada memahami akar masalah.
Baca Juga: Perma RJ Tahun 2024: Mencegah Pergeseran Paradigma Sekadar Perdamaian
Secara sinematografi, drama ini tidak menawarkan visual glamor khas K-drama romantis. Fokusnya ada pada ekspresi para aktor, sorot mata hakim yang dingin, hingga teriakan orang tua di ruang sidang. Kamera dengan cerdas menangkap ketegangan, amarah, dan harapan yang bertubrukan di balik palu hakim.
Baca Juga: Family Courts And Restorative Justice For Children In Criminal Cases
Pesan utama dari Juvenile Justice jelas: hukum anak bukan semata soal menghukum, tapi juga soal menyelamatkan masa depan. Relevan dengan prinsip “kepentingan terbaik bagi anak” yang juga jadi dasar Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Serial ini sekaligus mengingatkan bahwa hukum tidak boleh kehilangan sisi kemanusiaannya.
Secara keseluruhan, Juvenile Justice adalah tontonan paket lengkap: akting solid, naskah tajam, pesan sosial kuat, dan refleksi hukum yang relevan. Ia tidak hanya membuat kita berpikir, tapi juga marah, sedih, sekaligus tergerak untuk melihat hukum dengan lebih manusiawi. (SNR/LDR)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI