Pasaman, Sumatera Barat - Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Sikaping menjatuhkan hukuman dibawah ketentuan minimum atas kasus persetubuhan terhadap anak berusia 15 tahun yang dilakukan secara berlanjut di sebuah hotel di Pekanbaru. Perbuatan terdakwa melibatkan tipu muslihat dan membujuk korban.
“Menyatakan Terdakwa TH terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya secara berlanjut", Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sejumlah 1 miliar rupiah subsider 3 bulan”, ucap ketua Majelis Hakim Yana Marlina Saragi, dengan didampingi hakim anggota Wina Febriani, dan Noak Mispa Sianturi yang dibacakan pada sidang terbuka untuk umum pada hari Kamis, 11 Desember 2025 di Gedung PN Lubuk Sikaping, Jalan Jenderal Sudirman No.64, Pauah, Kec. Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat.
Terdakwa TH didakwa melakukan persetubuhan terhadap korban, seorang remaja perempuan berusia 15 tahun, selama kurun waktu 26 Juli hingga 2 Agustus 2025. Perbuatan tersebut terjadi di Hotel Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Terdakwa dan korban menginap bersama selama satu minggu, di mana persetubuhan dilakukan sebanyak dua kali sehari.
Baca Juga: Akhirnya Divonis Mati, Ini Jejak Nanda Bandar Narkoba dari Balik Penjara
Berdasarkan fakta persidangan, awalnya korban mengirim pesan WhatsApp kepada terdakwa untuk pergi dari kampung karena masalah keluarga. Mereka bertemu di dekat SMP 2, kemudian sepakat pergi ke Pekanbaru tanpa izin orang tua. Di hotel, terdakwa membujuk korban dengan janji pernikahan, lalu melakukan persetubuhan dengan meraba-raba tubuh, mencium, dan memasukkan alat kelaminnya ke dalam alat kelamin korban. Hasil visum et refertum dari dr. DP, Sp. OG, menunjukkan tanda penetrasi tumpul pada korban tanpa kekerasan fisik.
Saksi korban, orang tua korban, dan saksi F mengonfirmasi peristiwa. Terdakwa mengakui perbuatan, menyatakan penyesalan, dan masih ingin menikahi korban jika disetujui orang tua. Penuntut Umum menuntut 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, namun Majelis hakim menjatuhkan pidana dengan menembus batas minimum hukuman. “Hukuman di bawah minimum khusus (5 tahun) diberikan dengan pertimbangan hubungan suka sama suka, penyesalan terdakwa, dan belum pernah dihukum sebelumnya”, sebagaimana termuat dalam pertimbagan Majelis Hakim.
“SEMA No. 1 Tahun 2017 Rumusan Hukum Kamar Pidana Angka 5 huruf b menyebutkan bahwa apabila pelakunya sudah dewasa, sedangkan korbannya Anak, maka dilihat secara kasuistis”, lanjut Ketua Majelis. Majelis Hakim dapat menjatuhkan pidana di bawah minimal, dengan pertimbangan khusus antara lain:
1) Ada perdamaian dan terciptanya kembali harmonisasi hubungan antara Pelaku/Keluarga Pelaku dengan Korban/Keluarga Korban, dengan tidak saling menuntut lagi bahkan sudah menikah antara pelaku dan korban, atau perbuatan dilakukan suka sama suka. Hal tersebut tidak berlaku apabila perbuatan dilakukan oleh ayah terhadap anak kandung/tiri, guru terhadap anak didiknya.
Baca Juga: Hakim PN Lubuk Sikaping: Pidana Bukan Soal Pembalasan, tapi Perbaikan Sosial
2) Harus ada pertimbangan hukum dilihat dari aspek yuridis, filosofis, sosiologis, edukatif, preventif, korektif, represif dan rasa keadilan.
Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan anak dari eksploitasi seksual. Majelis Hakim tetap menyatakann Terdakwa bersalah dan memberikan Hukuman atasnya hanya saja pemidanaannya haruslah memberikan keadilan bukan hanya pada korban tapi juga pada Terdakwa. (Dharma Setiawan Negara/al/ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI