Pontianak – Pengadilan Negeri (PN) Pontianak menjatuhkan vonis bersalah terhadap Mauliza Utari alias Liza (25), seorang wiraswasta asal Batam, Kepulauan Riau. Ia terbukti menyelundupkan sekaligus memperdagangkan 5.400 butir telur penyu, satwa dilindungi yang masuk kategori Appendix I CITES.
Kasus ini bermula sejak April 2025, ketika Liza aktif membeli telur penyu dari masyarakat di Pulau Tambelan, Kepulauan Riau, seharga Rp700 per butir. Telur-telur itu kemudian dikemas dalam plastik dan dus untuk dikirim melalui kapal ke Kalimantan Barat. Sesampainya di sana, telur penyu tersebut dijual kembali kepada pengepul di Pemangkat dan Singkawang dengan harga Rp2.300–Rp2.400 per butir.
Puncaknya terjadi pada 6 Juli 2025. Liza bersama rekannya, Sertu Sardana Dongoran, mengirim 5.400 telur penyu menggunakan kapal KMP Bahtera Nusantara 03. Namun, berkat laporan masyarakat, upaya penyelundupan itu berhasil digagalkan aparat. Beberapa hari kemudian, tepatnya 12 Juli 2025, keduanya ditangkap di Singkawang.
Baca Juga: Environmental Ethic Sebagai Pilar Keadilan Ekologis
Jaksa Penuntut Umum Bangun Dwi Sugiartono, S.H., M.H., menjelaskan, barang bukti yang disita berupa 5.400 butir telur penyu, dua unit telepon genggam, serta sebuah flashdisk berisi rekaman aktivitas terdakwa.
Majelis hakim menilai perbuatan Liza tidak dapat dibenarkan. Kendati terdakwa mengaku menyesal dan menyebut keuntungan dari perdagangan ilegal itu digunakan untuk biaya pengobatan orang tuanya, alasan tersebut tidak menghapus kesalahannya.
“Alasan pribadi tidak dapat dijadikan dalih untuk merusak kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan laut,” tegas hakim ketua.
Seorang ahli dari BPSPL Pontianak yang dihadirkan dalam persidangan juga menegaskan, peredaran telur penyu ilegal sangat berbahaya bagi keseimbangan ekosistem laut. “Jika peredaran ini tidak dihentikan, populasi penyu akan semakin terancam punah dan ekosistem laut bisa mengalami kerusakan serius,” ungkapnya.
Selama persidangan, Liza tampak beberapa kali menangis dan menundukkan wajah. Sidang putusan turut dihadiri Jaksa Penuntut Umum serta aparat pengawas perikanan yang sejak awal menangani perkara ini.
“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perikanan sebagaimana Pasal 88 jo Pasal 16 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 6 Tahun 2023. Menjatuhkan pidana penjara selama 4 (empat) bulan dan denda sebesar Rp1 miliar kepada terdakwa,” ujar Ketua Majelis Hakim Udud Widodo Kusmiran Napitupulu, S.H., M.H., saat membacakan putusan di Ruang Prof. Dr. Kusuma Admaja, S.H., M.H., PN Pontianak, Kamis (6/9/2025).
Baca Juga: Perma RJ Tahun 2024: Mencegah Pergeseran Paradigma Sekadar Perdamaian
Atas putusan tersebut, jaksa menyatakan menerima, sementara terdakwa melalui kuasa hukumnya menyatakan masih pikir-pikir untuk menempuh upaya hukum lanjutan.
Vonis terhadap Mauliza Utari diharapkan menjadi pelajaran penting bagi masyarakat. Menjaga kelestarian penyu bukan hanya tugas aparat penegak hukum, melainkan kewajiban moral bersama. Setiap butir telur penyu yang gagal menetas akibat ulah manusia berarti hilangnya satu harapan bagi lahirnya generasi baru di lautan. Putusan ini diharapkan mampu membangkitkan kesadaran kolektif untuk lebih peduli pada lingkungan, menghormati hukum, dan menempatkan keberlanjutan alam sebagai warisan berharga bagi generasi mendatang. IKAW
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI