Cari Berita

Prinsip Internasional dan Hukum Adat Aceh Warnai Putusan Kasus Penyelundupan Rohingya

article | Kaidah Hukum | 2025-09-05 06:25:34

Tapak Tuan, Aceh. Pengadilan Negeri (PN) Tapaktuan, Aceh Selatan, menjatuhkan vonis 6 sampai 7 tahun terhadap empat Terdakwa kasus penyelundupan imigran ilegal etnis Rohingya dari Bangladesh ke wilayah Tapaktuan, Aceh Selatan. Berdasarkan penelusuran DANDAPALA dari SIPP PN Tapaktuan perkara tersebut terdaftar dalam Perkara No. 15/Pid.Sus/2025/PN Ttn atas Terdakwa Abizar alias Mijan dan Ilhamdi Bin Alm Nurdin, No. 16/Pid.Sus/2025/PN Ttn atas nama Terdakwa Faisal Bin Ilyas dan No. 17/Pid.Sus/2025/PN Ttn atas nama Ruslan alias Yong Hitam.Terdakwa Abizar alias Mijan dan Ilhamdi Bin Alm Nurdin dijatuhi hukuman pidana penjara 7 tahun, karena terbukti melanggar Pasal 120 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Jo. Pasal 55 KUHP dan Pasal 3 jo pasal 2 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.Terdakwa Ilhamdi Bin Alm Nurdin juga dinyatakan melanggar Pasal 323 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.Terdakwa Faisal Bin Ilyas dan Ruslan alias Yong Hitam dijatuhi hukuman pidana penjara 6 tahun. Mereka terbukti melanggar Pasal 120 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Jo. Pasal 56 Ke-1 KUHP.Putusan tersebut diucapkan Rabu (3/9), dipimpin hakim ketua Daniel Saputra, didampingi hakim anggota Fauzan Prasetya, dan Taufiek Ganeis Hidayat.Dalam putusannya, majelis hakim menilai perbuatan Para Terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan tindak pidana keimigrasian, tindak pidana pencucian uang hingga tindak pidana pelayaran sesuai dengan perannya masing-masing yang merupakan kejahatan serius yang berpotensi mengancam kedaulatan negara. “Apabila praktik ini dibiarkan, akan membuka celah masuknya penyelundupan manusia secara besar-besaran yang berpotensi mengganggu ketertiban nasional,” tegas majelis.Namun dalam menentukan lamanya pemidanaan, majelis hakim mempertimbangkan prinsip doktrin hukum pidana modern, asas kausalitas fenomena kedatangan para pengungsi etnis Rohingya di Indonesia, prinsip-prinsip hukum internsional seperti Prinsip Non-Refoulement serta falsafah adat Aceh Hukom ngoen adat lage dzat ngoen sifeut terkait yang mengkaji nilai hukum islam dalam merampas barang milik salah satu Terdakwa.Perjalanan perkaraOperasi penyelundupan manusia sudah berlangsung sejak Agustus 2024. Operasi pertama dilakukan pada 29 September 2024 dengan menyewa kapal motor dengan harga sejumlah Rp50 juta rupiah. Sebanyak 94 orang Rohingya berhasil diturunkan di Gampong Lung Beurawe, Labuhan Haji Barat, lalu diangkut dengan dua truk Colt Diesel menuju Pekanbaru.Tidak berhenti di sana, jaringan ini kemudian membeli kapal KM. Bintang Raseki seharga Rp580–600 juta menggunakan uang dari Herman. Kapal tersebut digunakan dalam operasi kedua pada 14 Oktober 2024 untuk menjemput sekitar 170 orang Rohingya dari laut Andaman. Namun kapal mengalami kerusakan mesin hingga terdampar di perairan Labuhan Haji, Aceh Selatan.“Pada 17 Oktober 2024 dini hari, sekitar 50 orang Rohingya dilangsir dengan speed boat ke pantai Desa Keumumu, Aceh Selatan, kemudian diarahkan ke truk untuk dibawa ke Pekanbaru dengan tujuan akhir Malaysia,” tutur majelis hakim.Dua hari kemudian, warga menemukan jasad seorang perempuan Rohingya terapung di laut, disusul mayat lain yang terdampar di pantai. Penyelidikan aparat akhirnya menemukan 152 imigran Rohingya masih berada di kapal KM. Bintang Raseki dan segera dilakukan evakuasi bersama UNHCR.Atas perbuatan para Terdakwa tersebut, Para Terdaka juga dijatuhi pidana denda masing-masing Rp1 miliar rupiah, subsider 4 bulan kurungan. “Menjatuhkan pidana penjara serta pidana denda kepada para terdakwa. Menetapkan barang bukti berupa kapal, speed boat, dokumen, rekening koran, dan telepon genggam, Mobil l300 Pickup merek Mitsubishi warna hitam Nomor Polisi BL 8136 CC termasuk Mobil Kijang Innova Nomor Polisi BL 1183 CJ milik Terdakwa Abizar alias Mijan dirampas untuk negara,” tegas Ketua Majelis Hakim dalam persidangan. (ldr)