Tapak Tuan, Aceh. Pengadilan
Negeri (PN) Tapaktuan, Aceh Selatan, menjatuhkan vonis 6 sampai 7 tahun
terhadap empat Terdakwa kasus penyelundupan imigran ilegal etnis Rohingya dari
Bangladesh ke wilayah Tapaktuan, Aceh Selatan.
Berdasarkan penelusuran DANDAPALA dari SIPP PN Tapaktuan perkara tersebut terdaftar dalam Perkara No. 15/Pid.Sus/2025/PN Ttn atas Terdakwa Abizar alias Mijan dan Ilhamdi Bin Alm Nurdin, No. 16/Pid.Sus/2025/PN Ttn atas nama Terdakwa Faisal Bin Ilyas dan No. 17/Pid.Sus/2025/PN Ttn atas nama Ruslan alias Yong Hitam.
Terdakwa Abizar alias Mijan dan Ilhamdi Bin Alm Nurdin dijatuhi hukuman pidana penjara 7 tahun, karena terbukti melanggar Pasal 120 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Jo. Pasal 55 KUHP dan Pasal 3 jo pasal 2 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Baca Juga: Nilai Keadilan Restoratif dalam Hukum Adat Minangkabau
Terdakwa Ilhamdi Bin Alm Nurdin juga dinyatakan melanggar Pasal 323 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Terdakwa Faisal Bin Ilyas dan Ruslan alias Yong Hitam dijatuhi hukuman pidana penjara 6 tahun. Mereka terbukti melanggar Pasal 120 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Jo. Pasal 56 Ke-1 KUHP.
Putusan tersebut diucapkan Rabu (3/9), dipimpin hakim ketua Daniel Saputra, didampingi hakim anggota Fauzan Prasetya, dan Taufiek Ganeis Hidayat.
Dalam
putusannya, majelis hakim menilai perbuatan Para Terdakwa secara sah dan
meyakinkan melanggar ketentuan tindak pidana keimigrasian, tindak pidana
pencucian uang hingga tindak pidana pelayaran sesuai dengan perannya
masing-masing yang merupakan kejahatan serius yang berpotensi mengancam
kedaulatan negara.
“Apabila
praktik ini dibiarkan, akan membuka celah masuknya penyelundupan manusia secara
besar-besaran yang berpotensi mengganggu ketertiban nasional,” tegas majelis.
Namun
dalam menentukan lamanya pemidanaan, majelis hakim mempertimbangkan prinsip
doktrin hukum pidana modern, asas kausalitas fenomena kedatangan para pengungsi
etnis Rohingya di Indonesia, prinsip-prinsip hukum internsional seperti Prinsip Non-Refoulement serta
falsafah adat Aceh Hukom ngoen adat lage dzat ngoen sifeut terkait yang mengkaji nilai hukum
islam dalam merampas barang milik salah satu Terdakwa.
Perjalanan perkara
Operasi
penyelundupan manusia sudah berlangsung sejak Agustus 2024. Operasi pertama
dilakukan pada 29 September 2024 dengan menyewa kapal motor dengan harga
sejumlah Rp50 juta rupiah. Sebanyak 94 orang Rohingya berhasil diturunkan di
Gampong Lung Beurawe, Labuhan Haji Barat, lalu diangkut dengan dua truk Colt
Diesel menuju Pekanbaru.
Tidak
berhenti di sana, jaringan ini kemudian membeli kapal KM. Bintang Raseki
seharga Rp580–600 juta menggunakan uang dari Herman. Kapal tersebut digunakan
dalam operasi kedua pada 14 Oktober 2024 untuk menjemput sekitar 170 orang
Rohingya dari laut Andaman. Namun kapal mengalami kerusakan mesin hingga
terdampar di perairan Labuhan Haji, Aceh Selatan.
“Pada
17 Oktober 2024 dini hari, sekitar 50 orang Rohingya dilangsir dengan speed
boat ke pantai Desa Keumumu, Aceh Selatan, kemudian diarahkan ke truk untuk
dibawa ke Pekanbaru dengan tujuan akhir Malaysia,” tutur majelis hakim.
Dua
hari kemudian, warga menemukan jasad seorang perempuan Rohingya terapung di
laut, disusul mayat lain yang terdampar di pantai. Penyelidikan aparat akhirnya
menemukan 152 imigran Rohingya masih berada di kapal KM. Bintang Raseki dan
segera dilakukan evakuasi bersama UNHCR.
Atas perbuatan
para Terdakwa tersebut, Para Terdaka juga dijatuhi pidana denda masing-masing Rp1
miliar rupiah, subsider 4 bulan kurungan.
Baca Juga: Interpretasi Pengadilan Atas Hak Tradisional Masyarakat Adat Timor Tengah Selatan
“Menjatuhkan
pidana penjara serta pidana denda kepada para terdakwa. Menetapkan barang bukti
berupa kapal, speed boat, dokumen, rekening koran, dan telepon genggam, Mobil
l300 Pickup merek Mitsubishi warna hitam Nomor Polisi BL 8136 CC termasuk Mobil
Kijang Innova Nomor Polisi BL 1183 CJ milik Terdakwa Abizar alias Mijan dirampas
untuk negara,” tegas Ketua Majelis Hakim dalam persidangan. (ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI