Cari Berita

Disertasi Soal Praperadilan, Hakim PN Bireuen Aceh Ini Raih Gelar Doktor

article | Berita | 2025-08-02 21:00:34

Aceh- Hakim Pengadilan Negeri Bireun, Aceh, Rangga Lukita Desnata berhasil mempertahankan disertasi soal praperadilan di hadapan penguji dari kampus Universitas Syiah Kuala. Alhasil, Rangga berhak menyandang gelar doktor di bidang hukum.Praperadilan ini diatur dalam Pasal 1 angka 10 dan Pasal 77 KUHAP yang menyatakan praperadilan berwenang memeriksa dan memutus sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, serta ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. “Namun hal itu belum mampu memenuhi ekspektasi pembentukannya untuk menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, karena minimnya pengaturan beracara, bergantung adanya permohonan atau bersifat post factum, pemeriksaannya sebatas pemeriksaan formil administratif, perkara dinyatakan gugur setelah perkara pokoknya dilimpahkan ke pengadilan, tidak terdapat upaya hukum, dan pelaksanaan putusan bergantung kepada Termohon,” demikian resume disertasi Rangga sebagaimana dikutip DANDAPALA, Sabtu (2/8/2025).Oleh sebab itu, disertasi Rangga bertujuan untuk menemukan jawaban tentang kesesuaian pengaturan dan implementasi praperadilan dengan tujuan dibentuknya praperadilan, menemukan dan mengembangkan konsep pengaturan pengawasan pengadilan pada peradilan pidana yang ideal sesuai dengan Pancasila selaku falsafah hidup bangsa Indonesia. Dan untuk menemukan bentuk lembaga pengawasan yang ideal untuk melakukan pengawasan pada peradilan pidana. “Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal yang bertumpu pada data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian dikaji dan dianalisis secara kualitatif,” urainya di depan penguji pada Jumat (1/8) kemarin.Hasil penelitian menunjukkan:Pertama bahwa terdapat kelemahan praperadilan yang dikarenakan desain peradilan pidana Indonesia menganut asas diferensiasi fungsional sehingga pengawasan pengadilan terhadap sub sistem penyidikan dan penuntutan hanya sebatas aspek prosedural. Kedua, pengawasan pengadilan terhadap peradilan pidana yang ideal adalah konsep pengawasan yang dapat menyeimbangkan antara kepentingan negara untuk menegakkan hukum dengan kepentingan pencari keadilan.Ketiga, pengawasan pengadilan tersebut dilakukan oleh Hakim Komisaris yang berwenang menguji secara materil segala tindakan dari sub sistem peradilan pidana lainnya dari tahap praadjudikasi sampai kepada tahap postadjudikasi.“Disarankan agar praperadilan sesuai dengan maksud pembentukannya maka kewenangan praperadilan mesti diperluas sehingga dapat mengawasi keseluruhan proses prapersidangan, dan agar pengawasan tersebut menjadi lebih efektif maka diperlukan perubahan desain sistem peradilan pidana dari diferensiasi fungsional menjadi court centris atau berporos kepada pengadilan,” beber Rangga.Untuk melaksanakan tugas pengawasan tersebut disarankan agar praperadilan diganti dengan Hakim Komisaris yang memiliki kewenangan lebih luas. “Yaitu tidak hanya sebagai sarana kontrol horizontal pada fase praadjudikasi tetapi juga dapat menguji tindakan dari aparatur peradilan pidana pada fase pascaadjudikasi,” pungkasnya.