Cari Berita

Selain Dipenjara 9 Tahun, Jaksa Azam Juga Harus Bayar UP Rp 11,7 Miliar

article | Sidang | 2025-09-12 09:25:24

Jakarta- Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat hukuman jaksa Azam Akhmad Akhsya (33) dari 7 tahun penjara menjadi 9 tahun penjara. Selain itu, Azam juga harus membayar Uang Pengganti sebesar Rp 11,7 miliar. Sebab, jaksa Azam dinyatakan terbukti korupsi barang bukti korban investasi.“Membebankan kepada Terdakwa Azam Akhmad Akhsya, S.H., M.H. untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp11.700.000.000.00 dengan tetap memperhitungkan barang bukti yang telah dikembalikan dan disita,” demikian bunyi putusan PT Jakarta yang dikutip DANDAPALA dari webite PT Jakarta, Jumat (12/9/2025).Putusan itu diketok oleh ketua majelis Teguh Harianto dengan majelis Budi Susilo dan Hotma Maya Marbun. Putusan itu diketok Kamis (11/9) siang kemarin.“Jika terpidana tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda milik terdakwa dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 5 tahun atau apabila terdakwa membayar uang pengganti yang jumlahnya kurang dari seluruh kewajiban membayar uang pengganti, maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti dari kewajiban membayar uang pengganti,” ungkap majelis.PT Jakarta menyebut dalam fakta persidangan ditemukan bahwa Terdakwa telah memperoleh uang dari hasil gratifikasi dengan cara meminta ‘uang pengertian’ kepada para kuasa hukum korban sejumlah Rp 11.700.000.000, di mana uang tersebut bukanlah hak Terdakwa karena diperoleh dengan cara melawan hukum, oleh karena itu Terdakwa harus dibebani pidana tambahan berupa uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Tipikor sejumlah Rp 11.700.000.000. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nmor 5/2014) disebutkan dalam hal menentukan jumlah pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi, adalah sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dan bukan semata-mata sejumlah kerugian keuangan negara yang diakibatkan.PT Jakarta menilai Azam telah melanggar kode etik jaksa tentang larangan menerima gratifikasi dan menjaga integritas profesi.“Bahwa perbuatan terdakwa tersebut merupakan perbuatan gratifikasi yang mencoreng nama baik dan integritas jaksa sebagai penegak hukum yang seharusnua terdakwa melindungi hak-hak korban dengan mengembalikan keseluruhan dana kepada korban. Akan tetapi terdakwa malah mengambil hak-hak para korban dan merugikan korban,” ujarnya.Sebelumnya, jaksa Azam dihukum 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus. Vonis itu di atas tuntutan jaksa terhadap jaksa Azam yang hanya dituntut 4 tahun penjara.Apa itu Uang Pengganti?Uang pengganti korupsi adalah harta benda yang diperoleh atau dinikmati dari tindak pidana korupsi yang harus dibayarkan oleh terpidana sebagai pidana tambahan.Jumlahnya harus sebanyak-banyaknya sesuai harta benda yang diperoleh dari korupsi, bukan sebesar kerugian negara yang ditimbulkan. Jika terpidana tidak mampu membayar uang pengganti, harta bendanya dapat disita dan dilelang, dan jika tidak cukup, ia akan dikenakan pidana penjara sebagai penggantinya. Tujuan Uang Pengganti1.  Memulihkan kerugian keuangan negara: Upaya mengembalikan kondisi keuangan negara akibat perbuatan korupsi.2. Merampas harta hasil korupsi: Selain memulihkan kerugian negara, uang pengganti juga berfungsi untuk merampas harta yang diperoleh dari hasil kejahatan korupsi.   

Sidang Kasus Korupsi Bukti Rp 11 M, ASN Kejari Jakbar Akui Kecipratan Rp 60 Juta

article | Sidang | 2025-05-28 08:25:30

Jakarta- Sidang lanjutan kasus korupsi pengembalian barang bukti investasi robot trading Fahrenheit dengan terdakwa jaksa Azam Akhmad Akhsya kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tujuh saksi kunci dan istri terdakwa untuk memberikan kesaksian. Salah satu saksi mengaku mendapatkan Rp 60 juta. Untuk apa?Sidang tersebut digelar pada Selasa (27/5/2025) kemarin. Salah satu saksi, Ketua Paguyuban Solidaritas Investor Fahrenheit (SIF) Saksi Davidson Willy Arguna, yang juga pelapor kasus ini, mengungkapkan adanya kejanggalan dalam proses pengembalian barang bukti. Ia menegaskan bahwa dirinya yang melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Agung."Saya menemukan adanya kejanggalan dalam proses pengembalian barang bukti dan melaporkannya," ujar Willy di hadapan majelis hakim.Namun, kesaksian Willy mendapat bantahan dari terdakwa Oktavianus Setiawan yang menyatakan bahwa laporan tersebut dilatarbelakangi oleh faktor sakit hati. Dalam persidangan terungkap bahwa Willy merupakan mantan rekan kerja Oktavianus."Saksi dulu adalah mantan anak buah saya yang saya pecat," bantah Oktavianus dalam interupsinya.Perdebatan sengit terjadi ketika kuasa hukum Bonifasius Gunung meminta kepada Hakim Ketua untuk menunjukkan bukti Berita Acara (BA-20). Menurut kuasa hukum tersebut, berdasarkan BA yang dipegang kliennya, uang yang diterima hanya sekitar Rp 6 miliar, sementara BA-20 yang dipegang jaksa menunjukkan angka berkisar Rp 8 miliar.Dalam sesi ini, kuasa hukum dan jaksa beradu bukti di depan majelis hakim. Jaksa Penuntut Umum menunjukkan BA-20 yang menyatakan bahwa uang yang ditransfer kepada Bonifasius Gunung sebesar Rp 8.436.578.310 sedangkan kuasa hukum Bonifasius menyodorkan bukti BA yang menyebutkan nominal sekitar Rp 6 miliar. Menanggapi perbedaan tersebut, Hakim Ketua Sunoto langsung mengkonfirmasi kepada saksi Yulianisa Rahmayanti dan Khoirunnisa yang merupakan bendahara penerima di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat."Berapa jumlah sebenarnya yang ditransfer?" tanya Hakim Ketua.Kedua saksi dengan tegas menyatakan bahwa uang yang ditransfer adalah sesuai BA-20 yang dipegang Jaksa."Yang benar adalah sesuai dengan BA-20 yang dipegang jaksa, Pak Hakim. Kami telah memastikan transfer dana senilai Rp 8.436.578.310,- kepada terdakwa Bonifasius dan Rp 53.757.954.626,- (lima puluh tiga miliar tujuh ratus lima puluh tujuh juta sembilan ratus lima puluh empat ribu enam ratus dua puluh enam rupiah) kepada terdakwa Oktavianus," tegas Yulianisa.Dua saksi lainnya, Soeryo Sadewo dan Sandanu, keduanya ASN di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, menerangkan peran mereka sebagai petugas barang bukti. Ketika ditanya oleh Hakim Ketua mengenai dugaan penerimaan uang Rp 150 juta, Soeryo membantah tuduhan tersebut. Namun, ia mengakui menerima uang Rp 60 juta dari terdakwa Azam yang diklaim untuk operasional pengeluaran barang bukti mobil dan kegiatan lainnya."Saya tidak menerima Rp 150 juta, tapi benar ada Rp 60 juta yang digunakan untuk operasional pengeluaran barang bukti mobil dan kegiatan lainnya," terang Soeryo.Kesaksian Brian Erik First Anggitya, kuasa hukum 60 korban asal Jawa Timur, memperkuat dakwaan jaksa. Brian membenarkan telah memberikan fee kepada terdakwa Azam sebesar 15% dari bagian fee yang diterimanya sebagai bentuk terima kasih, dan hal tersebut telah disetujui oleh kliennya.Andi Rianto, pegawai honorer Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, mengakui telah mengetik draf Berita Acara atas perintah Azam, namun mengaku tidak mengetahui bahwa isinya berbeda. "Saya hanya ketik untuk buat draf," ujarnya.Andi juga membenarkan bahwa rekening atas namanya digunakan oleh Azam. Ketika ditanya Hakim Ketua, Andi mengatakan bahwa Azam memintanya untuk ‘silent aja ya’ terkait penggunaan rekening tersebut. Ia mengaku hanya menerima Rp 15 juta.Sidang mencapai klimaks ketika Tiara Andini, istri terdakwa Azam, memberikan kesaksian. Ia membenarkan seluruh aliran dana sebagaimana tercantum dalam dakwaan, termasuk pembelian asuransi, deposito, properti, dan biaya perjalanan umroh.Hakim Ketua juga mengonfirmasi kepada para saksi terkait dugaan aliran dana sebagaimana tercantum dalam dakwaan. Dalam dakwaan disebutkan bahwa dari total Rp 11,7 miliar yang diterima terdakwa Azam, sekitar Rp 1,3 miliar ditukarkan ke mata uang dolar Singapura dan didistribusikan kepada beberapa pejabat, di antaranya Rp 300 juta kepada Dodi Gazali (Plh. Kasi Pidum/Kasi BB Kejari Jakarta Barat), Rp 500 juta kepada Hendri Antoro (Kajari Jakarta Barat), dan Rp 500 juta kepada Iwan Ginting (mantan Kajari Jakarta Barat).Selain itu, dalam dakwaan juga disebutkan adanya transfer Rp 450 juta kepada Sunarto (mantan Kasi Pidum Kejari Jakarta Barat), Rp 300 juta kepada M. Adib Adam (Kasi Pidum Kejari Jakarta Barat), Rp 200 juta kepada Baroto (Kasubsi Pratut Kejari Jakarta Barat), serta Rp 150 juta kepada staf. Namun, ketika dikonfirmasi di persidangan, para saksi yang hadir menyatakan tidak mengetahui adanya aliran dana tersebut.Sebelum menutup persidangan, Hakim Ketua Sunoto menanyakan kepada Jaksa Penuntut Umum mengenai agenda sidang berikutnya."Untuk sidang selanjutnya, apakah pihak Jaksa masih akan menghadirkan saksi-saksi lain?" tanya Hakim Ketua.Jaksa Penuntut Umum, Neldy Denny, menyatakan bahwa mereka akan memanggil saksi-saksi lanjutan pada persidangan berikutnya."Ya, Yang Mulia. Kami masih akan menghadirkan beberapa saksi lanjutan untuk memperkuat dakwaan dalam kasus ini," jawab Jaksa Penuntut Umum.Hakim Ketua kemudian mengetuk palu tiga kali, menandakan sidang ditutup dan akan dilanjutkan pada pekan depan. Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan seorang jaksa dalam dugaan korupsi pengembalian barang bukti investasi robot trading Fahrenheit yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.(end/asp)