Sistem pembuktian merupakan bagian
fundamental dari hukum acara pidana. DPR
RI pada hari Selasa tanggal 18 November 2025 telah mensahkan KUHAP Baru untuk
menggantikan KUHAP lama yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana.
Tinggal menunggu pengesahan dari
Presiden RI dan selanjutnya diundangkan dalam Lembaran Negara (LN). KUHAP baru telah bergerak menuju model sistem
pembuktian terbuka yang lebih responsif terhadap perkembangan teknologi dan
kebutuhan keadilan modern, dengan jenis
alat bukti berupa :
a.
Keterangan Saksi.
Baca Juga: Revisi KUHAP: Memperkuat Due Proces of Law
b.
Keterangan Ahli.
c.
Surat.
d.
Keterangan Tedakwa.
e.
Barang bukti.
f.
Bukti elektronik.
g.
Pengamatan hakim dan
h.
Segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk kepentingan pembuktian pada pemeriksaan di sidang
pengadilan sepanjang diperoleh secara tidak melawan hukum (Pasal 235 ayat (1)
KUHAP Baru).
Pengertian Sistem
Pembuktian Terbuka.
Sistem pembuktian
terbuka (open system of evidence) adalah sistem pembuktian yang tidak
membatasi secara ketat jenis alat bukti, serta memberikan ruang bagi hakim
untuk mengakui alat bukti modern yang relevan dan ilmiah. (M. Yahya Harahap
2018 : 376). Sistem ini merupakan antitesis dari sistem pembuktian tertutup (closed
evidence system) yang membatasi alat bukti pada daftar tertentu.
Latar Belakang
Perkembangan Sistem Pembuktian Terbuka.
a. Keterbatasan Pasal 184 KUHAP
Pasal 184 ayat (1) KUHAP Lama mengatur
lima alat bukti: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan
keterangan terdakwa. Ditambah jenis alat bukti dalam berbagai Undang-undang di
luar KUHAP seperti dalam Pasal 5 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infomasi dan
Transaksi Elektonik yang telah mengalami
perubahan kedua menjadi UU Nomor 1 Tahun 2024 berupa Dokumen Elektronik,
Informasi Elektronik dan/atau hasil cetak dokumen elektonik dan Informasi elektronik. Sistem ini menimbulkan kekakuan karena tidak
mengantisipasi kehadiran bukti elektronik, bukti ilmiah, dan digital
evidence yang berkembang cepat.
b. Tantangan Teknologi
Era digital
memunculkan jenis bukti yang tidak dikenal pada saat KUHAP disusun, seperti: metadata,
log server, CCTV, rekaman drone, hasil forensik digital. Bukti tersebut sering
sulit diklasifikasikan ke dalam lima alat bukti klasik dan alat bukti
elektronik dalam UU ITE, sehingga mendorong pergeseran ke arah sistem terbuka.(
Andi Hamzah 2019 : 412)
c. Arah Pembaruan Hukum Pidana
Pasal 235 ayat (1) KUHAP
Baru selain mengatur jenis alat bukti berupa:
Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Keterangan Tedakwa, juga telah menambahkan memasukkan kategori alat
bukti baru berupa ”Barang bukti”, ”Bukti elektronik”, ”Pengamatan hakim” dan ”Segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk
kepentingan pembuktian pada pemeriksaan di sidang pengadilan sepanjang
diperoleh secara tidak melawan hukum” .
Penambahan jenis alat bukti baru tersebut menunjukkan adopsi eksplisit
sistem pembuktian terbuka.
Karakteristik Sistem
Pembuktian Terbuka dalam KUHAP Baru
a. Perluasan dan Pengertian Jenis Alat
Bukti
Selain mempertahankan
5 (lima) jenis alat bukti klasik dalam KUHAP Lama, KUHAP Baru telah menambahkan
jenis alat bukti yang senantiasa akan berkembang yakni:
Pertama ”Barang
bukti” meliputi : a). alat atau sarana untuk melakukan tindak pidana, b). alat
atau sarana yang menjadi objek tindak pidana; c). dan/atau aset yang merupakan
hasil tindak pidana (Pasal 241 KUHAP Baru);
Kedua ”Bukti
elektronik” mencakup : 1).Segala bentuk Informasi Elektronik, 2). Dokumen
Eelektronik, 3) dan/atau sistem elektronik yang berkaitan dengan tindak pidana
(Pasal 242 KUHAP Baru);
Ketiga ”Pengamatan hakim”, dan
Ke empat ”Segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk
kepentingan pembuktian pada pemeriksaan di sidang pengadilan sepanjang
diperoleh secara tidak melawan hukum”.
Pengertian alat bukti ”Surat” telah
diperluas wujudnya dari manual ke
digital sebagaimana dalam penjelasan Pasal 235 ayat (1) huruf c KUHAP Baru,
bahwa yang dimaksud dengan ”surat” adalah dokumen yang ditulis di atas kertas,
termasuk juga dokumen atau data yang tertulis atau tersimpan dalam disket, pita
magnetik, atau media penyimpanan komputer atau media penyimpanan data
elektronik lain.
Dari penjelasan pengertian ” surat”
dalam Pasal 235 ayat (1) huruf c tesebut, maka jenis alat bukti ”Dokumen
Elektronik” yang dikenal selama ini sebagai bukti elektronik dalam Pasal 5 UU
ITE juga telah termasuk dalam kategori bukti ” Surat” dalam KUHAP Baru.
Bukti elektronik yang disebut dalam Pasal
235 ayat (1) huruf f selanjutnya diatur dalam Pasal 242 KUHAP baru mencakup
segala bentuk Informasi Eleketronik, Dokumen Elektronik dan/atau sistem
elektronik yang berkaitan dengan Tindak Pidana.
Ketentuan Pasal 242 ini memperluas
bukti elektronik selain Informasi Elektronik dan Dukuman Elektronik , juga
diperluas dengan menambahkan dan/atau
sistem bukti elektronik yang berkaitan dengan tindak pidana, sistem bukti elektronik tentu akan mengalami
perkembangan sesuai dengan perkembangan kemajuan Informasi dan teknologi
elektronik .
Dalam memahami penjelasan Pasal 235
ayat (1) f KUHAP Baru sebaiknya terlebih dahulu mencermati ketentuan Pasal 1
angka 39 dan Pasal 1 angka 39 KUHAP Baru, agar tidak menimbulkan kekeliruan dalam
memahami ”bukti elektronik” seolah-hanya hanya berupa ”informasi” karena dalam
penjelasan tersebut bahwa yang dimaksud dengan ”bukti elektronik” adalah
infomasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik
dengan alat optik atau yang serupa dengan itu, termasuk setiap rekaman data
atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar yang dapat
dikeluakan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas
kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik
yang berupa tulisan, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau
perforasi yang memiliki makna.
Pengertian ”Dokumen Elektronik” dalam
Ketentuan Umum Pasal 1 angka 39 KUHAP Baru adalah Informasi elektronik yang
dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, disimpan, dilihat, ditampilkan,
dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik yang memiliki makna
atau arti tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 38
KUHAP ditegaskan bahwa Informasi
Elektronik adalah data elektronik yang telah diolah dan memiliki arti tertentu
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian untuk
memahami alat ”bukti elektronik” yang dimaksudkan dalam Pasal 235 ayat (1) huruf f terkait dengan jenis dan ruang lingkupnya yang
ditegaskan dalam pasal 242 KUHAP Baru yakni
mencakup segala bentuk Informasi, Dokumen Elektronik, dan/atau sistem
elektronik yang berkaitan dengan tindak pidana.
Sistem elektronik dapat berupa seperti Pesan WhatsApp/Telegram, Metadata
digital, Rekaman bodycam, Bukti drone, Jejak digital (digital footprint) , Bukti
ilmiah seperti DNA, balistik, toksikologi(Muladi & Barda Nawawi Arief 2010
:193)
b. Pengurangan jenis alat bukti ”Petunjuk”
Pengurangan jenis
alat bukti ”Petunjuk” dalam KUHAP lama, dimana bukti petunjuk ini merupakan bukti yang tidak berdiri sendiri
dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa, sebagaimana diatur dalam Pasal 188 KUHAP Lama.
Dan alat bukti inipun dalam praktik dalam pengamatan penulis
sangat jarang diterapkan oleh hakim dalam pertimbangan pembuktian. Dalam
Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bukti ”petunjuk” dapat
ditarik dari Informasi atau dokumen yang terkait dengan elektronik. Dengan demikian pengurangan bukti petunjuk ini
sekaligus mengakhiri perbedaan arti atas bukti petunjuk yang berlangsung selama
ini.
c. Sistem Daftar Terbuka (Open List)
KUHAP merumuskan dalam
Pasal 235 ayat (1) huruf h : ”segala sesuatu yang dapat digunakan untuk kepentingan
pembuktian pada pemeriksaan di sidang pengadilan sepanjang diperoleh secara
tidak melawan hukum”, dengan demikian jenis alat bukti akan selalu berkembang
dan jenis alat bukti yang dipergunakan untuk membuktikan suatu tindak pidana
yang sama kemungkinan tidak sama selamanya.
Penguatan Penilaian
Hakim
Ketentuan Pasal 183
KUHAP Lama menganut sistem pembuktian negatif-wettelijk tidak diatur
lagi dalam KUHAP Baru, akan tetapi ”Pengamatan Hakim” telah menjadi alah satu
alat bukti, sedangkan keyakinan hakim dapat timbul dari hasil pengamatan hakim selama
persidangan termasuk pada saat Pemeriksaan Setempat, terhadap alat bukti maupun atas keadaan yang
mengitari peristiwa pidana sebelum maupun sesudah kejadian.
Artinya walapun
secara formal menurut undang-undang (Pasal 235 ayat (1) alat bukti dalam huruf
a sampai dengan huruf f) telah terpenuhi namun hakim masih perlu menegasikan sesuai
pengamatannya (”pengamatan hakim”) sebagai tambahan alat bukti untuk meyakinkan
dalam pertimbangannya dalam menentukan atau menyatakan Terdakwa (orang atau
korporasi) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan suatu tindak pidana. Dengan
demikian hakim memperoleh ruang lebih luas dalam menilai kualitas bukti selama
bukti tersebut: sah, relevan, reliabel, dan diperoleh dengan prosedur yang
benar. (Barda Nawawi Arief 2010 :221)
Teori Pembuktian
dan Sistem Terbuka
Secara teoretis,
sistem pembuktian Indonesia tetap berada dalam kerangka negatif-wettelijk,
tetapi dengan pengakuan alat bukti yang lebih terbuka. Perkembangan ini sejalan
dengan rekomendasi ahli hukum acara modern seperti Schulhofer, Wigmore, dan
Damaska yang mendorong sistem pembuktian fleksibel dalam menghadapi bukti
ilmiah modern (Damaska, 1997: 55–60)
Penutup.
Sistem pembuktian terbuka dalam KUHAP
Baru merupakan modernisasi fundamental hukum acara pidana Indonesia. Esensinya
meliputi:
1.
Perluasan alat bukti termasuk bukti digital dan ilmiah,
2.
Penerimaan bukti berdasarkan perkembangan teknologi,
3.
Pemberian ruang interpretasi lebih luas kepada hakim,
4.
Penegakan
asas due process of law,
5.
Mendukung pencarian kebenaran materiil.
Pembaruan ini membawa sistem peradilan pidana Indonesia lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat modern dan tantangan teknologi. (ldr/wi)
Penulis. Dr. Marsudin Nainggolan, SH., MH. adalah Ketua Pengadilan Tinggi Kalimanta Utara.
Baca Juga: Pengaturan Penahanan dalam RUU KUHAP: Perbandingan dengan KUHAP Belanda
Senarai rujukan :
- Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, 2019.
- Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan
KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika, 2018.
- M. Yahya, Hukum Pembuktian, Bandung: Alumni, 2015.
- Damaska,
Mirjan, Evidence Law Adrift, Yale University Press, 1997.
- Wigmore,
John Henry, A Treatise on the Anglo-American System of Evidence, Boston:
Little, Brown and Co, 1940.
- Scholhuber,
Stephen, Modern Evidence Analysis, Chicago Press, 2012.
- Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Jakarta:
Kencana, 2010.
- Muladi & Arief, Teori-teori Modern dalam Hukum
Pidana, Bandung: Alumni, 2010.
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), 1981.
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU No. 1 Tahun 2023).
- Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Baru).
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI