Cari Berita

Sistem Pembuktian Terbuka Dalam KUHAP Baru, Era Baru Peradilan Pidana Indonesia

Marsudin Nainggolan-Ketua PT Kalimanta Utara - Dandapala Contributor 2025-11-24 14:25:01
Dok. Penulis.

Sistem pembuktian merupakan bagian fundamental dari hukum acara pidana.  DPR RI pada hari Selasa tanggal 18 November 2025 telah mensahkan KUHAP Baru untuk menggantikan KUHAP lama yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 

Tinggal menunggu pengesahan dari Presiden RI dan selanjutnya diundangkan dalam Lembaran Negara (LN). KUHAP baru telah bergerak menuju model sistem pembuktian terbuka yang lebih responsif terhadap perkembangan teknologi dan kebutuhan keadilan modern, dengan  jenis alat bukti  berupa :

a.      Keterangan Saksi.

Baca Juga: Revisi KUHAP: Memperkuat Due Proces of Law

b.      Keterangan Ahli.

c.      Surat.

d.      Keterangan Tedakwa.

e.      Barang bukti.

f.        Bukti elektronik.

g.      Pengamatan hakim dan

h.      Segala sesuatu  yang dapat digunakan untuk kepentingan pembuktian pada pemeriksaan di sidang pengadilan sepanjang diperoleh secara tidak melawan hukum (Pasal 235 ayat (1) KUHAP Baru).           

Pengertian Sistem Pembuktian Terbuka.

Sistem pembuktian terbuka (open system of evidence) adalah sistem pembuktian yang tidak membatasi secara ketat jenis alat bukti, serta memberikan ruang bagi hakim untuk mengakui alat bukti modern yang relevan dan ilmiah. (M. Yahya Harahap 2018 : 376). Sistem ini merupakan antitesis dari sistem pembuktian tertutup (closed evidence system) yang membatasi alat bukti pada daftar tertentu.

Latar Belakang Perkembangan Sistem Pembuktian Terbuka.

a. Keterbatasan Pasal 184 KUHAP

Pasal 184 ayat (1) KUHAP Lama mengatur lima alat bukti: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Ditambah jenis alat bukti dalam berbagai Undang-undang di luar KUHAP seperti dalam Pasal 5 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infomasi dan Transaksi Elektonik  yang telah mengalami perubahan kedua menjadi UU Nomor 1 Tahun 2024 berupa Dokumen Elektronik, Informasi Elektronik dan/atau hasil cetak dokumen elektonik  dan Informasi elektronik.  Sistem ini menimbulkan kekakuan karena tidak mengantisipasi kehadiran bukti elektronik, bukti ilmiah, dan digital evidence yang berkembang cepat.

b. Tantangan Teknologi

Era digital memunculkan jenis bukti yang tidak dikenal pada saat KUHAP disusun, seperti: metadata, log server, CCTV, rekaman drone, hasil forensik digital. Bukti tersebut sering sulit diklasifikasikan ke dalam lima alat bukti klasik dan alat bukti elektronik dalam UU ITE, sehingga mendorong pergeseran ke arah sistem terbuka.( Andi Hamzah 2019 : 412)

c. Arah Pembaruan Hukum Pidana

Pasal 235 ayat (1) KUHAP Baru selain mengatur jenis alat bukti berupa:  Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Keterangan Tedakwa, juga  telah menambahkan memasukkan kategori alat bukti baru berupa ”Barang bukti”, ”Bukti elektronik”, ”Pengamatan hakim” dan ”Segala sesuatu  yang dapat digunakan untuk kepentingan pembuktian pada pemeriksaan di sidang pengadilan sepanjang diperoleh secara tidak melawan hukum” .  Penambahan jenis alat bukti baru tersebut menunjukkan adopsi eksplisit sistem pembuktian terbuka.

Karakteristik Sistem Pembuktian Terbuka dalam KUHAP Baru

a. Perluasan dan Pengertian Jenis Alat Bukti

Selain mempertahankan 5 (lima) jenis alat bukti klasik dalam KUHAP Lama, KUHAP Baru telah menambahkan jenis alat bukti yang senantiasa akan berkembang yakni:

Pertama ”Barang bukti” meliputi : a). alat atau sarana untuk melakukan tindak pidana, b). alat atau sarana yang menjadi objek tindak pidana; c). dan/atau aset yang merupakan hasil tindak pidana (Pasal 241 KUHAP Baru);

Kedua ”Bukti elektronik” mencakup : 1).Segala bentuk Informasi Elektronik, 2). Dokumen Eelektronik, 3) dan/atau sistem elektronik yang berkaitan dengan tindak pidana (Pasal 242 KUHAP Baru);

Ketiga  ”Pengamatan hakim”, dan

Ke empat ”Segala sesuatu  yang dapat digunakan untuk kepentingan pembuktian pada pemeriksaan di sidang pengadilan sepanjang diperoleh secara tidak melawan hukum”.  

Pengertian alat bukti ”Surat” telah diperluas  wujudnya dari manual ke digital sebagaimana dalam penjelasan Pasal 235 ayat (1) huruf c KUHAP Baru, bahwa yang dimaksud dengan ”surat” adalah dokumen yang ditulis di atas kertas, termasuk juga dokumen atau data yang tertulis atau tersimpan dalam disket, pita magnetik, atau media penyimpanan komputer atau media penyimpanan data elektronik lain.

Dari penjelasan pengertian ” surat” dalam Pasal 235 ayat (1) huruf c tesebut, maka jenis alat bukti ”Dokumen Elektronik” yang dikenal selama ini sebagai bukti elektronik dalam Pasal 5 UU ITE juga telah termasuk dalam kategori bukti ” Surat” dalam KUHAP Baru.

Bukti elektronik yang disebut dalam Pasal 235 ayat (1) huruf f selanjutnya diatur dalam Pasal 242 KUHAP baru mencakup segala bentuk Informasi Eleketronik, Dokumen Elektronik dan/atau sistem elektronik yang berkaitan dengan Tindak Pidana.

Ketentuan Pasal 242 ini memperluas bukti elektronik selain Informasi Elektronik dan Dukuman Elektronik , juga diperluas dengan menambahkan  dan/atau sistem bukti elektronik yang berkaitan dengan tindak pidana,  sistem bukti elektronik tentu akan mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kemajuan Informasi dan teknologi elektronik .

Dalam memahami penjelasan Pasal 235 ayat (1) f KUHAP Baru sebaiknya terlebih dahulu mencermati ketentuan Pasal 1 angka 39 dan Pasal 1 angka 39 KUHAP Baru, agar tidak menimbulkan kekeliruan dalam memahami ”bukti elektronik” seolah-hanya hanya berupa ”informasi” karena dalam penjelasan tersebut bahwa yang dimaksud dengan ”bukti elektronik” adalah infomasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu, termasuk setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar yang dapat dikeluakan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik yang berupa tulisan, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.

Pengertian ”Dokumen Elektronik” dalam Ketentuan Umum Pasal 1 angka 39 KUHAP Baru adalah Informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, disimpan, dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik yang memiliki makna atau arti tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  

Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 38 KUHAP ditegaskan bahwa  Informasi Elektronik adalah data elektronik yang telah diolah dan memiliki arti tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian untuk memahami alat ”bukti elektronik” yang dimaksudkan dalam Pasal 235 ayat (1) huruf  f  terkait dengan jenis dan ruang lingkupnya yang ditegaskan dalam pasal 242 KUHAP Baru  yakni mencakup segala bentuk Informasi, Dokumen Elektronik, dan/atau sistem elektronik yang berkaitan dengan tindak pidana.  Sistem elektronik dapat berupa seperti Pesan WhatsApp/Telegram, Metadata digital, Rekaman bodycam, Bukti drone, Jejak digital (digital footprint) , Bukti ilmiah seperti DNA, balistik, toksikologi(Muladi & Barda Nawawi Arief 2010 :193)

b. Pengurangan jenis alat bukti ”Petunjuk”

Pengurangan jenis alat bukti ”Petunjuk” dalam KUHAP lama, dimana bukti petunjuk ini  merupakan bukti yang tidak berdiri sendiri dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa,  sebagaimana diatur dalam Pasal 188 KUHAP Lama. Dan  alat bukti  inipun dalam praktik dalam pengamatan penulis sangat jarang diterapkan oleh hakim dalam pertimbangan pembuktian. Dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bukti ”petunjuk” dapat ditarik dari Informasi atau dokumen yang terkait dengan elektronik.  Dengan demikian pengurangan bukti petunjuk ini sekaligus mengakhiri perbedaan arti atas bukti petunjuk yang berlangsung selama ini.       

c. Sistem Daftar Terbuka (Open List)

KUHAP merumuskan dalam Pasal 235 ayat (1) huruf h : ”segala sesuatu  yang dapat digunakan untuk kepentingan pembuktian pada pemeriksaan di sidang pengadilan sepanjang diperoleh secara tidak melawan hukum”, dengan demikian jenis alat bukti akan selalu berkembang dan jenis alat bukti yang dipergunakan untuk membuktikan suatu tindak pidana yang sama kemungkinan tidak sama selamanya.

Penguatan Penilaian Hakim

Ketentuan Pasal 183 KUHAP Lama menganut sistem pembuktian negatif-wettelijk tidak diatur lagi dalam KUHAP Baru, akan tetapi ”Pengamatan Hakim” telah menjadi alah satu alat bukti, sedangkan keyakinan hakim dapat timbul dari hasil pengamatan hakim selama persidangan termasuk pada saat Pemeriksaan Setempat,  terhadap alat bukti maupun atas keadaan yang mengitari peristiwa pidana sebelum maupun sesudah kejadian.

Artinya walapun secara formal menurut undang-undang (Pasal 235 ayat (1) alat bukti dalam huruf a sampai dengan huruf f) telah terpenuhi namun hakim masih perlu menegasikan sesuai pengamatannya (”pengamatan hakim”) sebagai tambahan alat bukti untuk meyakinkan dalam pertimbangannya dalam menentukan atau menyatakan Terdakwa (orang atau korporasi) telah terbukti secara sah dan meyakinkan  bersalah melakukan suatu tindak pidana. Dengan demikian hakim memperoleh ruang lebih luas dalam menilai kualitas bukti selama bukti tersebut: sah, relevan, reliabel, dan diperoleh dengan prosedur yang benar. (Barda Nawawi Arief 2010 :221)

Teori Pembuktian dan Sistem Terbuka

Secara teoretis, sistem pembuktian Indonesia tetap berada dalam kerangka negatif-wettelijk, tetapi dengan pengakuan alat bukti yang lebih terbuka. Perkembangan ini sejalan dengan rekomendasi ahli hukum acara modern seperti Schulhofer, Wigmore, dan Damaska yang mendorong sistem pembuktian fleksibel dalam menghadapi bukti ilmiah modern (Damaska, 1997: 55–60)

Penutup.

Sistem pembuktian terbuka dalam KUHAP Baru merupakan modernisasi fundamental hukum acara pidana Indonesia. Esensinya meliputi:

1.    Perluasan alat bukti termasuk bukti digital dan ilmiah,

2.    Penerimaan bukti berdasarkan perkembangan teknologi,

3.    Pemberian ruang interpretasi lebih luas kepada hakim,

4.    Penegakan asas due process of law,

5.    Mendukung pencarian kebenaran materiil.

Pembaruan ini membawa sistem peradilan pidana Indonesia lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat modern dan tantangan teknologi. (ldr/wi)


Penulis. Dr.  Marsudin Nainggolan, SH., MH. adalah Ketua Pengadilan Tinggi Kalimanta Utara.

Baca Juga: Pengaturan Penahanan dalam RUU KUHAP: Perbandingan dengan KUHAP Belanda


Senarai rujukan :

  • Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2019.
  • Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika, 2018.
  • M. Yahya, Hukum Pembuktian, Bandung: Alumni, 2015.
  • Damaska, Mirjan, Evidence Law Adrift, Yale University Press, 1997.
  • Wigmore, John Henry, A Treatise on the Anglo-American System of Evidence, Boston: Little, Brown and Co, 1940.
  • Scholhuber, Stephen, Modern Evidence Analysis, Chicago Press, 2012.
  • Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Jakarta: Kencana, 2010.
  • Muladi & Arief, Teori-teori Modern dalam Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 2010.
  • Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), 1981.
  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU No. 1 Tahun 2023).
  • Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Baru).

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…