Pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP
Nasional) yang akan efektif berlaku pada tanggal 2 Januari 2026 semakin dekat.
Namun demikian, hingga saat ini masih terdapat permasalahan serius khususnya
dalam penanganan perkara tindak pidana narkotika. Salah satu persoalan penting
adalah dicabutnya Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
(Undang-Undang Narkotika) tanpa diserta pengaturan pengganti yang eksplisit mengkriminalisasi
kembali perbuatan yang sebelumnya diatur dalam ketentuan tersebut.
Pencabutan
tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 622 ayat (1) huruf w KUHP Nasional yang
menyatakan bahwa Pasal 111 sampai dengan Pasal 126 Undang-Undang Narkotika
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Selanjutnya, Pasal 622 ayat (15) KUHP Nasional hanya
mengkonversi sebagian ketentuan dalam Undang-Undang Narkotika yang telah
dicabut tersebut kedalam KUHP Nasional yaitu Pasal 112 ayat (1) dan ayat (2), Pasal
117 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 122 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang
Narkotika ke dalam Pasal 609 KUHP Nasional, serta Pasal 113 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 123 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Narkotika ke dalam Pasal 610 KUHP Nasional.
Dengan
demikian, tidak seluruh pasal dalam Undang-Undang Narkotika yang dicabut
kemudian dikonversi kedalam KUHP Nasional, termasuk Pasal 114 Undang-Undang
Narkotika. Kondisi ini secara normatif menimbulkan potensi kekosongan hukum, yang
berdampak langsung pada keberlangsungan proses penuntutan dan pemidanaan dalam
perkara Narkotika.
Baca Juga: 2 Upaya Hukum di Pengadilan Pajak: Antara Keadilan Substantif dan Kepastian Hukum Formal
Permasalahan
tersebut tercermin dalam praktik peradilan, khususnya pada perkara narkotika
dengan tempus delicti tahun 2025 yang baru dilimpahkan ke Pengadilan pada akhir
tahun 2025. Dalam beberapa perkara, Terdakwa didakwakan melakukan perbuatan
mengedarkan narkotika jenis sabu dalam jumlah besar berdasarkan Pasal 114
Undang-Undang Narkotika. Namun demikian, karena kompleksitas pembuktian yang meliputi
banyaknya saksi-saksi yang diperiksa, kebutuhan keterangan ahli, serta kendala
objektif seperti kondisi bencana, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat
diselesaikan pada tahun 2025 dan baru diperkirakan rampung pada tahun 2026. Selama
proses persidangan, arah pembuktian menunjukkan bahwa unsur-unsur dalam Pasal
114 Undang-Undang Narkotika pada prinsipnya terpenuhi.
Dalam
kondisi tersebut, apabila hingga tanggal 2 Januari 2026 belum terdapat
Undang-Undang Narkotika baru atau ketentuan lain yang kembali mengatur dan
mengkriminalisasi perbuatan sebagaimana dalam Pasal 114 Undang-Undang Narkotika
yang telah dicabut, maka timbul pertanyaan mendasar mengenai bagaimana Hakim
harus memutus perkara tersebut, serta apa konsekuensi yuridisnya bagi Terdakwa
yang secara faktual adalah pengedar narkotika.
Secara
teoritis, asas legalitas (nulla poena sine lege) sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 1 ayat (1) KUHP Nasional, merupakan prinsip fundamental yang harus
dijadikan dasar. Asas ini mengandung makna bahwa tidak ada perbuatan yang dapat
dipidana tanpa dasar hukum pidana yang sah dan berlaku. Apabila suatu ketentuan
pidana telah dicabut dan tidak terdapat aturan penggantinya, maka perbuatan
tersebut secara normatif kehilangan sifat melawan hukum pidananya. Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 3 ayat (2) KUHP Nasional yang menyebutkan bahwa “dalam hal
perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan tindak pidana menurut peraturan perundang-undangan
yang baru, proses hukum terhadap tersangka atau terdakwa harus dihentikan demi hukum”.
Lebih lanjut, Pasal 3 ayat (3) KUHP Nasional juga menentukan bahwa “dalam hal
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan bagi tersangka atau
terdakwa yang berada dalam tahanan, tersangka atau terdakwa dibebaskan oleh
pejabat yang berwenang sesuai tingkat pemeriksaan”
Tidak
dikonversinya Pasal 114 Undang-Undang Narkotika dalam KUHP Nasional berarti
bahwa perbuatan “menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I” sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 114 Undang-Undang Narkotika tidak lagi dikualifikasikan sebagai
suatu tindak pidana dalam KUHP Nasional. Meskipun secara moral dan sosiologis perbuatan
Terdakwa sangat berbahaya dan merugikan masyarakat, namun Hakim tidak memiliki
kewenangan untuk menjatuhkan pidana tanpa dasar norma yang jelas. Hakim juga tidak
diperkenankan melakukan analogi atau menciptakan norma pidana baru, karena hal
tersebut bertentangan dengan asas legalitas dan kepastian hukum sebagaimana
ditegaskan Pasal 1 ayat (2) KUHP Nasional.
Lebih
lanjut, dalam praktik peradilan pencabutan Pasal 114 Undang-Undang Narkotika menimbulkan
konsekuensi hukum yang berbeda, bergantung pada tahapan pemeriksaan perkara
pada saat KUHP Nasional mulai berlaku, khususnya terhadap perkara dakwaan
tunggal berdasarkan Pasal 114 Undang-Undang Narkotika.
Pertama,
apabila seluruh pemeriksaan telah selesai dan pada saat KUHP Nasional berlaku
Majelis Hakim hanya tinggal menjatuhkan putusan, maka Majelis Hakim tetap
berwenang untuk menyelesaikan perkara tersebut dengan menjatuhkan putusan.
Dalam kondisi ini, meskipun dalam fakta hukum terbukti bahwa perbuatan Terdakwa
telah memenuhi seluruh unsur dalam Pasal 114 Undang-Undang Narkotika, namun
karena ketentuan Pasal 114 Undang-Undang Narkotika telah dicabut dan tidak
berlaku lagi, perbuatan tersebut bukan lagi merupakan tindak pidana pada saat
putusan dijatuhkan. Oleh karena itu, Terdakwa tidak dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana dan putusan yang tepat secara yuridis adalah putusan
lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging).
Dalam
amar putusannya, Majelis Hakim dapat menyatakan bahwa Terdakwa telah terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan Penuntut
Umum melanggar Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, namun
oleh karena perbuatan tersebut bukan lagi merupakan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, maka Terdakwa haruslah
dilepaskan dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging)
dan memerintahkan agar Terdakwa dibebaskan dalam tahanan segera sejak putusan diucapkan.
Hal ini sejalan dengan Pasal 253 (1) huruf b dan huruf c Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2025 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan bahwa
“pernyataan bahwa Terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum,
dengan menyebutkan alasan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar putusan dan perintah supaya Terdakwa yang ditahan dibebaskan sejak
putusan diucapkan”;
Kedua,
apabila pada saat KUHP Nasional berlaku dan perkara dengan dakwaan tunggal
dalam Pasal 114 Undang-Undang Narkotika masih dalam proses pemeriksaan, maka
berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) KUHP Nasional proses hukum terhadap Terdakwa
harus dihentikan demi hukum tanpa memerlukan putusan pemidanaan maupun putusan
lepas.
Dengan
demikian, setelah dicabutnya Pasal 114 Undang-Undang Narkotika, tidak adanya ketentuan
peralihan yang mempertahankan keberlakuannya serta belum ada ketentuan baru
yang mengkriminalisasi kembali perbuatan tersebut, maka Hakim tidak memiliki
dasar hukum untuk menjatuhkan pidana, meskipun hasilnya dapat dipandang tidak
mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Kondisi ini merupakan konsekuensi yang
tidak terelakkan dari sistem hukum pidana yang menjunjung tinggi asas legalitas
sebagai fundamental negara hukum.
Baca Juga: Pimpinan MA dan Pakar Hukum Berkumpul Susun Kurikulum Pelatihan KUHP Baru
Situasi
tersebut sekaligus menjadi peringatan serius bagi pembentuk undang-undang
mengenai pentingnya pengaturan ketentuan peralihan dalam setiap perubahan hukum
pidana. Tanpa pengaturan peralihan yang memadai, perubahan hukum berpotensi
menimbulkan kekosongan hukum, yang pada akhirnya dapat membuka ruang bagi
pelaku kejahatan serius untuk terlepas dari pertanggungjawaban pidana, sehingga
mengurangi efektivitas hukum pidana sebagai sarana perlindungan kepentingan
masyarakat. (ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI