Cari Berita

2 Upaya Hukum di Pengadilan Pajak: Antara Keadilan Substantif dan Kepastian Hukum Formal

Dudi Wahyudi-Hakim Pengadilan Pajak - Dandapala Contributor 2025-11-05 08:00:26
Dok. Ilustrasi Pengadilan Pajak.

Dalam sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia, Pengadilan Pajak yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 menempati posisi sebagai lex specialis dalam penyelesaian sengketa pajak. Keunikan lembaga peradilan ini salah satunya terwujud dalam dualisme upaya hukum yang tersedia bagi Wajib Pajak, yakni Banding dan Gugatan.

Pada tataran praktik, pembedaan kedua jalur ini seringkali dipahami sebatas perbedaan objek sengketa. Namun, analisis yuridis yang lebih mendalam menunjukkan bahwa dualisme ini bukanlah sekadar diferensiasi prosedural, melainkan sebuah desain legislatif yang secara fundamental merefleksikan dialektika antara dua nilai hukum utama: keadilan substantif (substantive justice) dan kepastian hukum formal (formal legal certainty).

Tulisan ini memberikan basis argumen bahwa Banding dan Gugatan pada Pengadilan Pajak merupakan dua instrumen hukum yang dirancang dengan orientasi nilai yang berbeda secara diametral. Banding didesain sebagai forum untuk pencarian kebenaran materiil (material truth) guna menegakkan keadilan substantif. Sebaliknya, Gugatan berfungsi sebagai mekanisme kontrol yudisial terhadap tindakan administrasi fiskus (legality review) untuk menjamin kepastian hukum formal.

Banding sebagai Instrumen Penegakan Keadilan Substantif

Upaya hukum Banding secara pada dasarnya bersifat material. Fokus pemeriksaannya tidak terbatas pada pengujian keabsahan Surat Keputusan Keberatan, melainkan mencakup pemeriksaan ulang secara menyeluruh (full review) terhadap substansi sengketa. Tujuan utamanya adalah untuk menetapkan jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan fakta-fakta ekonomi yang sebenarnya, bukan sekadar formalitas administratif. Orientasi pada keadilan substantif ini termanifestasi dalam beberapa aspek penting hukum acaranya.

Baca Juga: Pengadilan Pajak Sebagai Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Kesembilan

Pertama, penerapan doktrin substance over form (substansi mengungguli bentuk). Dalam pemeriksaan Banding, Majelis Hakim tidak terikat secara kaku pada bentuk yuridis suatu transaksi. Hakim memiliki kewenangan untuk menelaah realitas ekonomi yang mendasari sebuah transaksi untuk menentukan implikasi perpajakan yang paling tepat dan adil. Prinsip ini memberikan ruang bagi hakim untuk menembus formalitas pembukuan atau dokumen legal demi menemukan kebenaran materiil.

Kedua, kewenangan hakim yang bersifat ultra petita. Berbeda dengan hukum acara perdata atau tata usaha negara pada umumnya, Pasal 84 UU Pengadilan Pajak memberikan kewenangan kepada hakim untuk menambah pajak yang harus dibayar. Kewenangan ini menegaskan bahwa peran hakim bukan sebagai arbiter pasif, melainkan sebagai pencari kebenaran materiil yang aktif. Tujuan peradilan Banding bukanlah sekadar mengadili klaim para pihak, tetapi melakukan penilaian ulang untuk menetapkan kebenaran fiskal, baik yang menguntungkan Wajib Pajak maupun negara sebagai pemungut pajak.

Ketiga, sistem pembuktian yang fleksibel. Hukum acara Pengadilan Pajak menganut asas pembuktian bebas (vrij bewijs) dan keaktifan hakim (dominus litis). Hakim berwenang menentukan apa yang harus dibuktikan dan siapa yang menanggung beban pembuktian. Putusan pada akhirnya tidak hanya didasarkan pada alat bukti formal, tetapi juga pada keyakinan Hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 78 UU Pengadilan Pajak. Seluruh instrumen hukum acara ini secara sistematis dirancang untuk memfasilitasi pencapaian keadilan substantif.

Gugatan sebagai Penjaga Kepastian Hukum Formal

Apabila Banding berorientasi pada hasil akhir yang adil secara materiil, maka Gugatan berorientasi pada proses yang benar secara yuridis. Upaya hukum Gugatan pada esensinya bersifat formal. Fokus pemeriksaannya adalah pengujian keabsahan prosedural (legality review) atas tindakan atau keputusan pejabat yang berwenang, bukan pada substansi materi pajaknya. Gugatan berfungsi sebagai alat untuk memastikan tegaknya prinsip kepastian hukum formal.

Konsep kepastian hukum formal menghendaki agar peraturan perundang-undangan dapat diprediksi, jelas, dan diterapkan secara konsisten, sehingga subjek hukum dapat mengetahui secara pasti konsekuensi dari tindakannya. Dalam konteks perpajakan, Gugatan menjadi instrumen bagi Wajib Pajak untuk memastikan bahwa tindakan fiskus, terutama yang bersifat memaksa seperti penagihan pajak, telah sesuai dengan due process of law. Objek Gugatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UU KUP, secara spesifik menyasar tindakan-tindakan prosedural, seperti pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau keputusan lain yang tidak menyangkut materi pokok pajak.

Dalam memeriksa perkara Gugatan, hakim tidak perlu memasuki ranah sengketa materiil. Misalnya, dalam gugatan atas Surat Paksa, pengadilan tidak perlu menguji kebenaran jumlah utang pajak, melainkan hanya akan memeriksa apakah penerbitan Surat Paksa tersebut telah memenuhi syarat-syarat formal yang diatur dalam undang-undang. Dengan demikian, Gugatan berfungsi sebagai mekanisme kontrol yudisial yang efektif untuk mencegah tindakan sewenang-wenang dan memastikan bahwa administrasi perpajakan dijalankan sesuai koridor hukum yang berlaku.

Dualisme ini secara efektif menciptakan efisiensi peradilan dengan memisahkan sengketa kualitatif (tentang keabsahan prosedur) dari sengketa kuantitatif (tentang kebenaran jumlah pajak). Arsitektur ini merupakan respons historis terhadap kelemahan lembaga penyelesaian sengketa sebelumnya (MPP dan BPSP) yang gagal memberikan kepastian hukum. Dengan menyediakan dua jalur yang berbeda namun komplementer, sistem peradilan pajak Indonesia memberikan perlindungan hukum yang menyeluruh, mencakup aspek substansi dan prosedur.

Baca Juga: Evolusi Peradilan Fiskal Indonesia dari Raad van Beroep hingga Pengadilan Pajak

Kesimpulan

Dualisme upaya hukum, baik Banding maupun Gugatan di Pengadilan Pajak pada hakikatnya bukanlah redundansi prosedural, melainkan sebuah bangunan hukum yang secara sengaja dirancang untuk menyeimbangkan dua nilai hukum yang paling mendasar. Banding, dengan karakteristik materialnya, berfungsi sebagai instrumen utama penegakan keadilan substantif. Sementara itu, Gugatan, dengan sifat formalnya, berperan sebagai garda terdepan untuk menjamin kepastian hukum formal. Keduanya bekerja secara sinergis untuk mewujudkan sistem peradilan pajak yang tidak hanya efektif dalam mengamankan penerimaan negara, tetapi juga adil dan akuntabel dalam prosesnya, sejalan dengan cita-cita negara hukum (rechtsstaat). (aar/ldr)

 

Daftar Pustaka

  • Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
  • Badan Pembinaan Hukum Nasional. (2011). Lembaga Penyelesaian Sengketa Perpajakan.
  • Direktorat Jenderal Pajak. "Mengenal Upaya Hukum Pajak di Indonesia." Laman Resmi Direktorat Jenderal Pajak.
  • Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Sekretariat Pengadilan Pajak. "Banding dan Gugatan." Laman Resmi Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
  • Wahyudi, Tri Hidayat. (2020). "Keberadaan dan Peran Pengadilan Pajak dalam Memberikan Keadilan Substantif kepada Wajib Pajak." Jurnal Selisik, 6(1).

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…