Cari Berita

Contempt Of Court dalam Bingkai Negara Hukum Indonesia

Ardiansyah Iksaniyah Putra – Hakim PN Serui - Dandapala Contributor 2025-09-22 12:30:37
Dok. Penulis.

Indonesia secara tegas menyatakan dirinya sebagai negara hukum (rechtsstaat) dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945. Konsep negara hukum ini mengandung makna bahwa segala tindakan penyelenggara negara harus didasarkan pada hukum, serta menjamin prinsip keadilan, kepastian, dan kemanfaatan bagi seluruh warga negara.

Dalam kerangka tersebut, lembaga peradilan memiliki posisi penting sebagai penjaga independensi hukum dan benteng terakhir dalam melindungi hak asasi manusia serta menegakkan keadilan sosial (Artaji, 2018). Oleh karena itu, kewibawaan dan martabat lembaga peradilan harus senantiasa dijaga agar sistem hukum dapat berfungsi secara efektif.

Salah satu instrumen penting dalam menjaga kewibawaan peradilan adalah konsep contempt of court, yang secara sederhana dipahami sebagai segala tindakan yang merendahkan, mengganggu, atau menghambat jalannya proses peradilan. Black’s Law Dictionary mendefinisikannya sebagai perilaku yang merusak atau merendahkan otoritas pengadilan, baik melalui ucapan, sikap, maupun tindakan (Dewi, dkk., 2023).

Baca Juga: Mengenal Contempt of Court

Dalam konteks Indonesia, istilah contempt of court pertama kali diperkenalkan melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang menjelaskan bahwa penghinaan terhadap peradilan mencakup sikap atau perbuatan yang dapat mengurangi martabat hakim dan lembaga peradilan (Afriana, dkk., 2018).

Dengan demikian, urgensi pengaturan contempt of court sangat berkaitan erat dengan prinsip negara hukum, yakni bagaimana sistem peradilan dapat bekerja dengan terhormat dan bebas dari intervensi pihak mana pun.

Fenomena contempt of court di Indonesia semakin sering menjadi sorotan publik dalam beberapa tahun terakhir. Data dari Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) menunjukkan bahwa sekitar 64% hakim pernah mengalami tindakan contempt of court, mulai dari bentuk verbal seperti intimidasi hingga tindakan fisik yang mengancam keselamatan (Gidion, dkk., 2025).

Kasus nyata yang mendapat perhatian luas adalah ketika Rizieq Shihab melakukan walk out dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, yang dianggap mencederai martabat peradilan dan mengganggu jalannya proses persidangan (Walqomaro, 2025).

Selain itu, sejarah peradilan di Indonesia juga mencatat berbagai insiden, seperti kasus pelemparan sepatu ke arah hakim (1987), penganiayaan terhadap hakim di persidangan (2005), hingga pembakaran gedung pengadilan (2011), yang seluruhnya menggambarkan masih rentannya kewibawaan lembaga peradilan di Indonesia (Artaji, 2018).

Secara normatif, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang mengatur contempt of court secara komprehensif. Saat ini, pengaturan masih tersebar di beberapa pasal KUHP. Misalnya, Pasal 207 KUHP mengatur mengenai perbuatan menghina penguasa atau badan umum di muka umum, Pasal 217 KUHP menyinggung tentang kegaduhan di ruang sidang, dan Pasal 224 KUHP memuat ancaman pidana bagi saksi atau ahli yang mangkir dari persidangan (Afriana, dkk., 2018).

KUHP Baru (UU No. 1 Tahun 2023) memang telah memuat ketentuan lebih rinci mengenai gangguan terhadap proses peradilan, termasuk ancaman hingga tujuh tahun penjara untuk pelaku yang mengintimidasi hakim atau merusak sarana persidangan (Dewi, dkk., 2023). Namun, pengaturan tersebut masih dinilai parsial dan belum sepenuhnya memberikan kepastian hukum.

Jika dibandingkan dengan negara lain, praktik pengaturan contempt of court di Indonesia masih jauh tertinggal. Di Amerika Serikat, contempt of court dibagi ke dalam dua kategori, yakni civil contempt dan criminal contempt, dengan tujuan untuk menjaga proses peradilan dan menghukum tindakan yang mengganggu jalannya sidang (Dewi, dkk., 2023).

Sementara itu, di Inggris, penekanannya terletak pada perlindungan proses peradilan yang adil dengan mengedepankan prinsip proportionality dalam menjatuhkan sanksi (Boedhiarti, 2021). Perbedaan ini memperlihatkan bahwa Indonesia membutuhkan instrumen hukum yang lebih jelas, agar tidak hanya bergantung pada tafsir hakim dan tidak menimbulkan potensi ketidakpastian hukum.

Tambahan penting lainnya adalah adanya dilema antara perlindungan pengadilan dan kebebasan berekspresi publik. Di satu sisi, contempt of court berfungsi menjaga martabat peradilan, namun di sisi lain, jika diatur secara berlebihan, regulasi ini bisa menjadi instrumen represif yang membungkam kritik masyarakat terhadap sistem peradilan (Walqomaro, 2025).

Kritik publik dan liputan media merupakan bagian dari mekanisme kontrol sosial dalam negara demokrasi, sehingga pengaturan contempt harus tetap menegaskan batasan yang objektif dan proporsional. Dalam konteks ini, urgensi undang-undang khusus menjadi semakin jelas, ia harus mampu membedakan antara kritik konstruktif yang dilindungi kebebasan berpendapat dengan tindakan yang benar-benar menghambat jalannya peradilan.

Selain itu, urgensi pembentukan UU khusus contempt of court juga terkait dengan upaya membangun kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Penegakan hukum yang tidak konsisten, serta tafsir yang berbeda-beda di pengadilan, hanya akan memperburuk citra peradilan di mata masyarakat.

Dengan pengaturan yang komprehensif, publik dapat melihat bahwa negara benar-benar serius dalam melindungi kehormatan peradilan sekaligus menjamin hak asasi. Hal ini sejalan dengan praktik di negara common law yang telah membuktikan bahwa aturan jelas tentang contempt justru memperkuat legitimasi hukum dan demokrasi (Boedhiarti, 2021).

Oleh karena itu, pembentukan regulasi khusus di Indonesia bukan hanya kebutuhan normatif, melainkan juga kebutuhan sosiologis untuk memperkuat budaya hukum yang sehat dan menghormati peradilan.

Contempt of court merupakan isu yang tidak bisa diabaikan dalam kerangka negara hukum Indonesia. Sebagai negara yang menempatkan hukum sebagai landasan tertinggi, keberadaan lembaga peradilan harus dilindungi dari segala bentuk penghinaan, intervensi, maupun gangguan yang dapat merusak kewibawaan dan independensinya.

Kasus-kasus nyata, baik berupa tindakan walk out, intimidasi terhadap hakim, maupun kekerasan fisik di ruang sidang, menunjukkan bahwa peradilan di Indonesia masih rentan terhadap praktik contempt of court.

Meskipun KUHP lama dan KUHP baru telah memuat sejumlah ketentuan terkait, pengaturan tersebut masih bersifat parsial dan belum memberikan kepastian hukum yang utuh. Perbandingan dengan negara lain seperti Amerika Serikat dan Inggris memperlihatkan bahwa mereka sudah memiliki sistem yang lebih komprehensif dan proporsional dalam menegakkan contempt of court.

Oleh karena itu, urgensi pembentukan undang-undang khusus di Indonesia menjadi sangat penting. UU ini harus menegaskan batasan yang jelas mengenai tindakan contempt, menetapkan sanksi yang sepadan, serta tetap membuka ruang bagi kebebasan berekspresi dan kritik publik yang konstruktif. Dengan regulasi yang jelas dan adil, peradilan Indonesia akan semakin dihormati dan kepercayaan masyarakat terhadap supremasi hukum dapat ditingkatkan. (zm, ldr)



DAFTAR PUSTAKA

Afriana, A., Artaji, A., Rusmiati, E., Fakhriah, E. L., & Putri, S. (2018). Contempt Of Court: Penegakan Hukum Dan Model Pengaturan Di Indonesia/Contempt Of Court: Law Enforcement And Rule Models In Indonesia. Jurnal Hukum dan Peradilan7(3), 441-458.

Artaji, A. (2018). Eksistensi Pranata Contempt of Court Dalam Peradilan di Indonesia. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat2(8), 674-677.

Boedhiarti, E. (2021). Urgensi Pengaturan Contempt of Court Di Indonesia Di Masa Yang Akan Datang (Ius Constituendum). Jurnal JURISTIC. https://api. semanticscholar. org/CorpusID253273755.

Dewi, A. K., Karim, M. S., & Muin, A. M. (2023). Tantangan dan Perkembangan Bentuk Contempt of Court: Studi Perbandingan Hukum. Tumou Tou Law Review, 30-49.

Baca Juga: Meretas Kabut Penghinaan Peradilan, Transformasi Hukum Perlindungan Hakim di Era Digital

Gidion, G. N. M., & Diandra, D. P. R. (2025). Urgensi Pengaturan Contempt of Court di Indonesia: Studi Komparatif Hukum India & Rusia. PUSKAPSI Law Review(1), 119-137.

Walqomaro, Q. (2025). Analisis Yuridis Tindak Pidana Penghinaan Terhadap Pengadilan (Contempt Of Court) (Doctoral dissertation, Universitas Malikussaleh).

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI