Pontianak – Pengadilan Negeri (PN) Pontianak menjatuhkan vonis 4 tahun dan denda Rp 100 juta terhadap Nurul Komariah alias Nurul binti Bahriansyah, Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Desa Air Hitam Besar, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, atas perkara korupsi Tanah Kas Desa (TKD) yang merugikan keuangan negara hingga ratusan juta rupiah.
Dalam amar putusannya, hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “korupsi secara bersama-sama” sebagaimana dalam dakwaan subsider. Vonis ini dijatuhkan setelah rangkaian persidangan yang menghadirkan keterangan saksi, dokumen pencairan dana, serta hasil audit Inspektorat Kabupaten Ketapang.
Kasus ini bermula pada Maret 2023, ketika Nurul yang baru menjabat sebagai PLT Kepala Desa, secara sepihak menerbitkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan Yayat Ruhiyat alias Yayat bin Ade Lukman sebagai Kaur Keuangan. Padahal, Yayat bukanlah bendahara desa yang sah. Berbekal SK tersebut, Nurul mengarahkan Yayat untuk membuka rekening baru di Bank Kalbar dan mengaku sebagai bendahara.
Baca Juga: Wujudkan Peradilan Modern, PN Pontianak Luncurkan Layanan PTSP Online
Melalui skema itu, dana TKD yang semula ditransfer oleh PT. Berkat Nabati Sejahtera ke rekening kas desa pada 3 Februari 2023 sebesar Rp 444.617.533,00, kemudian ditarik dalam tiga tahap: Rp75 juta pada 30 Maret 2023, Rp225 juta pada 31 Maret 2023, dan Rp140 juta pada 26 Mei 2023. Total pencairan mencapai Rp 440 juta.
Dana hasil pencairan tersebut tidak digunakan sesuai rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), yakni Rp330 juta untuk penunjang aparatur desa dan Rp110 juta untuk kegiatan sosial/ keagamaan. Sebaliknya, Nurul memindahkan sebagian dana ke rekening pribadinya di Bank Mandiri nomor 146-00-1695946-7 serta menggunakan untuk kepentingan pribadi. Yayat sendiri hanya menerima imbalan kecil sebesar Rp1 juta dan Rp500 ribu dari Nurul.
Temuan penyalahgunaan tersebut kemudian terungkap melalui pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Ketapang, yang menyatakan kerugian keuangan negara sebesar Rp 440 juta. Atas dasar itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Nurul dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dengan dakwaan alternatif Pasal 3, Pasal 8, dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Terdakwa dituntut pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan atas perbuatan penyalahgunaan jabatan dan penggelapan/penyelewengan uang hasil Tanah Kas Desa (TKD) Air Hitam Besar,” ujar JPU dalam persidangan.
Majelis Hakim PN Pontianak akhirnya menjatuhkan putusan bersalah sesuai dakwaan subsider. Putusan tersebut menegaskan bahwa perbuatan Nurul telah mencederai kepercayaan masyarakat desa dan menghambat realisasi program pembangunan yang semestinya bermanfaat bagi warga.
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘korupsi secara bersama-sama’ sebagaimana dalam dakwaan subsider,” tegas Ketua Majelis Hakim.
Menanggapi vonis itu, Nurul tidak mengajukan banding. Dengan suara lirih, ia menyatakan menerima putusan tersebut dan menyampaikan penyesalan. “Saya menerima putusan ini dan menyesali perbuatan serta berjanji tidak akan mengulangi lagi,” ungkapnya di hadapan majelis.
Baca Juga: Tegaskan Layanan Bersih, PN Pontianak Sosialisasi Sistem Anti Penyuapan
Kasus ini berdampak langsung pada pembangunan Desa Air Hitam Besar. Dana yang semula direncanakan untuk kegiatan penunjang aparatur desa serta bantuan sosial dan masjid, tidak terealisasi sesuai peruntukan. Warga desa pun kehilangan manfaat dari anggaran yang seharusnya menopang kegiatan pemerintahan dan sosial kemasyarakatan.
Vonis ini menjadi pengingat penting bahwa penyalahgunaan wewenang di tingkat desa bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga mengkhianati amanat rakyat. Ke depan, mekanisme pengawasan dana desa diharapkan dapat lebih diperketat untuk mencegah kasus serupa terulang kembali. (IKAW/FAC)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI