ALPHONSE Gabriel Capone alias Al Capone dikenal dalam berbagai film Hollywod serta berbagai buku. Ternyata kejahatannya bisa mengubah peta hukum dunia. Apa itu?
Salah satu film Al Capane di antaranya seperti ‘The Untouchables’ (1987) yang menggambarkan perburuan Al Capone oleh agen FBI Eliot Ness. Selain itu, juga lahi buku ‘The Public Enemy’ (1931) oleh John O’Hara dan ‘Scarface’ (1932) oleh Armitage Trail yang telah mengabadikan kisah Al Capone dan kejahatannya dalam bentuk sastra dan biografiri.
Sebagaimana dikutip DANDAPALA, Minggu (13/4/2025), dikisahkan dalam dua buku tersebut Al Capone lahir 1899 dan menjadi penjahat kecil di Brookly. Lalu Al Capone menanjak ke puncak dunia kriminal Chicago, dan membangun kerajaan kejahatan yang mengendalikan perjudian, minuman keras, dan prostitusi.
Baca Juga: Perma RJ Tahun 2024: Mencegah Pergeseran Paradigma Sekadar Perdamaian
“Kisah Al Capone adalah kisah ambisi, kekejaman, dan kejatuhan yang memikat, kisah tentang pria yang menjadi legenda, meskipun untuk alasan yang salah,” tulis buku tersebut.
Kisah Al Capone, sang bos mafia Amerika, dimulai dari seorang anak laki-laki yang sederhana bernama Alphonse Gabriel Capone. Ia dilahirkan pada tahun 1899 di Brooklyn, New York, dari keluarga imigran Italia. Masa kecil Al Capone diwarnai oleh kemiskinan dan kekerasan.
“Ia dibesarkan di lingkungan kumuh yang dipenuhi oleh kejahatan dan ketidakadilan,” kisah buku itu.
Lingkungan ini membentuk kepribadiannya yang keras dan ambisius. Di usia muda, Al Capone sudah terlibat dalam berbagai tindakan kriminal, termasuk pencurian dan perkelahian jalanan. Al Capone dianggap sebagai salah satu bos kejahatan paling terkenal yang pernah ada di sepanjang sejarah.
Dia ditakuti masyarakat karena banyak melakukan tindakan penyelundupan, pemerasan, hingga prostitusi. Al Capone meninggal dunia akibat gagal jantung pada 25 Januari 1947 di Palm Island, Florida.
Kejahatan Al Capone ternyata mengubah peta hukum dn melahirkan justice collaborator. Istilah Justice collaborator sendiri kita ketahui sebagaimana bunyi Pasal 1 Angka 2 UU 31/2014 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban menerangkan bahwa saksi pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.
Dalam hal tersebut kasus yang tidak ada saksinya dan pelaku tindak pidana dapat berpartisipasi dalam upaya penegakan hukum dengan mengungkap suatu pidana yang berkaitan dengannya membantu para penegak hukum dalam mengungkap tindak pidana serius dan terorganisir.
Kisah Al Capone tersebut memberi warna pada dunia hukum karena pada saat ia ditangkap polisi kesulitan untuk membuktikan kejahatan Al Capone, karena banyak pejabat dan penegak hukum korup sudah dalam kendali Al Capone.
Baca Juga: Paradigma Restorative Justice dalam Peradilan Pidana Modern
Kemudian kesulitan berhasil diurai ketika penyidik berhasil meyakinkan akuntan Al Capone untuk bersaksi dengan memberikan jaminan keamanan dan pembebasan dari proses hukum kepadanya. Singkat cerita Al Capone berhasil dipidana berkat keberadaan justice collaborator.
Di Indonesia, rujukan justice collaborator sendiri dimuat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 (perubahan atas UU Nomor 13 tahun 2006) tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 04 tahun 2011, Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK, dan LPSK tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama. (EES/asp)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum