Palangkaraya - Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Palangkaraya menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara kepada Marinus Apau (54). Sebab saat menjadi Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lamandau (2019-2021) ia terbukti korupsi. Berapa uang yang dinikmati Marinus dari hasil korupsi itu?
Kasus bermula saat dilaksanakan protek fasilitas sarana air bersih (SAB) non standar perpipaan di satuan permukiman transmigrasi Kahingai, Belantikan Raya, Lamandau sebesar Rp 1,08 miliar pada 2020. Dalam pelaksanannya, terjadi kebocoran anggaran sehingga sejumlah nama dimintai pertanggungjawaban pidana.
Salah satunya Marinus Apau yang saat itu adalah Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lamandau. Setelah melalui proses persidangan, Marinus Apau dinyatakan bersalah dan dihukum. Marinus Apau dinyatakan bersalah karena tidak melakukan pengawasan jalannya proyek dan hanya mempercayakan pelaksanaan proyek ke anak buah.
Baca Juga: 15 Tahun Pengadilan Tipikor, Saatnya Bangkit untuk Keadilan Substantif
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) dan 6 (enam) bulan dan 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan,” demikian bunyi putusan PN Palangkaraya yang dikutip DANDAPALA, Selasa (1/7/2025).
Putusan itu diketok oleh ketua majelis Ricky Ferdinand dengan anggota Muji Kartika Rahayu dan Iryana Margahayu. Adapun panitera pengganti Ika Melinda Meliala. Untuk diketahui, Muji dan Iryana adalah dua srikandi hakim ad hoc tipikor.
“Menetapkan supaya terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000,” ucap majelis.
Alasan majelis menghukum terdakwa 18 bulan penjara merujuk ke Perma Nomor 1 Tahun 2020. Yaitu:
Menimbang, bahwa selanjutnya untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu Perma Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, yaitu kategori kerugian keuangan negara, tingkat kesalahan, dampak dan keuntungan;
Menimbang bahwa kerugian keuangan negara dalam perkara ini adalah dari total objek perkara atau 100%. Berdasarkan pasal 6 ayat (2) huruf c Perma 1/2020, kerugian tersebut masuk kategori sedang;
Menimbang bahwa Terdakwa memiliki peran yang signifikan dalam terjadinya tindak pidana korupsi, baik dilakukan sendiri maupun bersama-sama.
Berdasarkan pasal 9 huruf a angka 1 kesalahan tersebut masuk kategori sedang.
Menimbang bahwa perbuatan Terdakwa mengakibatkan dampak atau kerugian dalam skala desa. Pekerjaan tidak dapat dimanfaatkan karena ada kesalahan pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.
Berdasarkan Pasal 10 huruf b Perma Nomor 1 Tahun 2020, dampak tersebut masuk kategori rendah;
Menimbang bahwa Terdakwa menerima harta benda dari tindak pidana korupsi senilai Rp 0,00 (nol rupiah). Nilai pengembalian adalah 0. Berdasarkan Pasal 10 huruf c Perma Nomor 1 Tahun 2020, nilai tersebut masuk kategori rendah;
“Berdasarkan kategori-kategori tersebut, Majelis Hakim berkesimpulan kriteria perbuatan Terdakwa berada pada tingkat rendah,” ungkap majelis dengan suara bulat. (asp/asp)
Baca Juga: MA Lipatgandakan Vonis Terdakwa Korupsi Aspal Jalan Kadis PUPR dari Aceh
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI