Kuala Simpang – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kuala Simpang, Aceh Tamiang, Provinsi Aceh memutus perkara pencurian mesin pompa melalui pendekatan restorative justice (RJ).
Dalam agenda pembacaan putusan yang digelar di Ruang Sidang Utama PN Kuala Simpang, Selasa (28/10/2025) siang, Majelis Hakim yang diketuai oleh Sophie Dhinda Aulia Brahmana, S.H., M.H., Agung Rahmatullah, S.H., M.H., dan Qisthi Widyastuti, S.H. masing-masing selaku Hakim Anggota menjatuhkan hukuman selama 5 (lima) bulan penjara terhadap Terdakwa Muhammad Aiyub. Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan Penuntut Umum yang sebelumnya menuntut hukuman 16 (enam belas) bulan penjara terhadap Terdakwa.
Kasus bermula saat Terdakwa Muhammad Aiyub (28) mengambil 1 (satu) unit mesin sedot air milik korban yang biasa digunakan untuk mengaliri sawah. Saat Terdakwa menawarkan mesin tersebut kepada orang lain yang kebetulan telah mengetahui tentang hilangnya mesin sedot air milik korban, Terdakwa dan barang bukti berupa mesin sedot air langsung diamankan ke kantor polisi untuk melindungi Terdakwa dari amukan masyarakat.
Baca Juga: Tingkatkan Layanan Kesehatan, PN Kuala Simpang & PN Langsa Gandeng RSU Cut Meutia
Saat persidangan, terungkap harga dari mesin sedot air yang dicuri Terdakwa senilai Rp3.986.000,00 (tiga juta sembilan ratus delapan puluh enam ribu rupiah), nilai kerugian dari korban telah melampaui Upah Minimum Kabupaten (UMK) Aceh Tamiang sejumlah Rp3.717.989,00 (tiga juta tujuh ratus tujuh belas ribu sembilan ratus delapan puluh sembilan rupiah), atau kurang R269.000,00 (dua ratus enam puluh sembilan ribu rupiah) lagi untuk memenuhi syarat penerapan keadilan restoratif berdasarkan nilai kerugian korban.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mengungkapan “menilai harga barang tersebut diambil berdasarkan harga beli mesin pada tahun 2022, dimana terhadap suatu barang yang sudah terpakai akan mengalami depresiasi harga pada rentang waktu 3 tahun yaitu ketika mesin pompa dicuri oleh Terdakwa pada tahun 2025, sehingga dapat disimpulkan harga mesin pompa tersebut sudah dibawah UMK pada tahun 2025, sehingga perkara ini dapat diselesaikan dengan pendekatan keadilan restorative”, Tegas Hakim Ketua Majelis.
Dengan penerapan keadilan restoratif tersebut, korban yang merupakan seorang petani bersedia memaafkan perbuatan Terdakwa Muhammad Aiyub (28) yang dituangkan dalam surat kesepakatan perdamaian. Adapun syarat yang diminta korban supaya Terdakwa tidak lagi mengulangi lagi perbuatannya.
“Hukuman yang terbaik bagi Terdakwa menurut Majelis Hakim adalah penjara selama 5 (lima) bulan. Itu karena adanya kesepakatan perdamaian yang telah terjadi antara Terdakwa dengan Korban, diharapkan setelah menjalani hukuman Terdakwa kembali ke masyarakat sebagai pribadi yang lebih baik lagi dan yang terpenting jangan ulangi tindak pidana lagi ya, Terdakwa,” Ucap Hakim Ketua, Sophie Dhinda Aulia Brahmana, usai membacakan putusan.
Terhadap putusan tersebut, Terdakwa langsung menyatakan menerima putusan sementara Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir.
Baca Juga: PN Kuala Simpang Aceh Sidang di Kantor Polsek, Ada Apa Nih?
Dalam mengadili perkara dengan pendekatan keadilan restorative, tujuannya tidak untuk menghapuskan pertanggungjawaban pidana melainkan sebagai salah satu hal yang dapat meringankan terhadap Terdakwa.
Dengan penerapan keadilan restoratif, diharapkan penjatuhan pidana dapat bermuara pada tujuan pemidanaan yang tidak sekedar sebagai pembalasan namun juga memulihkan hubungan antara Terdakwa, korban, dan masyarakat sehingga ketertiban dan kedamaian di dalam dapat tercipta. (Bintoro Wisnu Prasojo/al/cas/fac)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI