Pohuwato-Gorontalo. Pengadilan Negeri (PN) Marisa
kembali menorehkan langkah progresif dengan menggunakan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam perkara Nomor
85/Pid.B/2025/PN Mar. Putusan ini secara khusus merujuk pada Pasal 6 ayat (1)
PERMA Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana berdasarkan
Keadilan Restoratif.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) PERMA
Nomor 1 Tahun 2024, Hakim memiliki kewenangan untuk menerapkan pedoman
mengadili perkara pidana berdasarkan Keadilan Restoratif pada perkara tindak
pidana ringan atau perkara dengan kerugian yang dapat dipulihkan.
“Meskipun perkara penganiayaan
tersebut telah masuk ke tahap persidangan, Majelis Hakim mengambil inisiatif
untuk mendorong perdamaian setelah melihat adanya kemauan baik dari kedua belah
pihak untuk saling memaafkan,” kutip DANDAPALA dari rilis yang diterima, Kamis
18/12.
Baca Juga: Dibui 8 Tahun, Marisa Putri Penabrak Mati IRT Usai Pesta Narkoba Ajukan PK
Para Terdakwa didakwa oleh Penuntut
Umum pada Kejaksaan Negeri Pohuwato karena diduga melanggar ketentuan dalam:
Pertama Pasal 355 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jo. Pasal 55 Ayat
(1) ke-1 KUHP atau Kedua Pasal 353 Ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1
KUHP atau Ketiga Pasal 351 Ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Saling memaafkan bukan berarti Para
Terdakwa tidak akan dihukum, melainkan pemulihan hubungan antara Para Terdakwa
dengan Para Saksi Korban yang merupakan masyarakat Kabupaten Pohuwato. Sehingga
sebagai sesama masyarakat haruslah saling rukun dan damai.” ucap Wakil Ketua PN
Marisa, Effendi Kadengkang yang dalam persidangan tersebut bertindak selaku
Ketua Majelis Hakim.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim
PN Marisa menyatakan bahwa tujuan mengadili perkara pidana berdasarkan Keadilan
Restoratif (Restorative Justice)
adalah untuk memulihkan korban tindak pidana, memulihkan hubungan antara para
terdakwa, korban, dan/atau masyarakat, menganjurkan pertanggungjawaban para
terdakwa, dan menghindarkan setiap orang dari perampasan kemerdekaan yang mana
penerapan dari prinsip Keadilan Restoratif (Restorative Justice) tidak
bertujuan untuk menghapuskan pertanggungjawaban pidana;
Dalam pertimbangan selanjutnya bahwa
pemberian uang ganti kerugian dari Para Terdakwa dan pemberian maaf oleh Para
Korban kepada Para Terdakwa di persidangan merupakan bentuk dari keadilan
restoratif (restorative justice),
sehingga dapat menjadi pertimbangan bagi Majelis Hakim untuk meringankan
pemidanaan bagi Para Terdakwa.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim
yang diketuai oleh Effendy Kadengkang dengan Hakim Anggota Ima Fatimah dan
Irhas Hery Rizkatillah menyatakan Para Terdakwa, terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan penganiayaan
sebagaimana dakwaan alternatif ketiga Penuntut Umum dan menjatuhkan pidana
kepada Para Terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 6 bulan dan 10 hari
dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Para Terdakwa.
“Putusan tersebut lebih ringan dari
tuntutan Penuntut Umum yang menuntut Para Terdakwa dengan pidana penjara
masing-masing selama 8 bulan,” tegas rilis tersebut.
Baca Juga: Wujudkan Generasi Cerdas Berintegritas, DYK Cabang Marisa Serahkan BDBS
Langkah ini merupakan bukti bahwa
pengadilan tidak hanya menjadi tempat menghukum, tetapi juga menjadi tempat
mencari solusi yang berkeadilan.
“Putusan ini juga sebagai komitmen PN Marisa untuk memutus stigma masyarakat terhadap hukum pidana melalui pendekatan pembalasan (retributive) seperti hukum pidana terdahulu dan mulai beralih dengan pendekatan restoratif dalam rangka menyambut KUHP Nasional,” tutup rilis tersebut. (ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI