Cari Berita

Profesi Hakim: Refleksi Etika, Keadilan dan Kebijaksanaan

Iqbal Lazuardi - Hakim PN Pulau Punjung - Dandapala Contributor 2025-04-05 14:05:44
Iqbal Lazuardi

Momen Idulfitri selalu menghadirkan kisah-kisah reflektif yang menggugah perasaan. Salah satunya adalah peristiwa sederhana namun sarat makna: seorang pria bertato yang tanpa diminta menunjukkan jalan kepada seorang hakim menuju pintu masjid. Sekilas, kejadian ini mungkin tampak sepele, tetapi jika dilihat lebih dalam, ia menyimpan pesan kuat tentang keadilan, etika profesi hakim, dan nilai-nilai sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengalaman Penulis di Masjid  Jami Al Barokah, Bojong Larang Garut

Sebagai seorang hakim, pengalaman ini dialami sendiri oleh penulis ketika mudik ke kampung istri di kabupaten Garut. Saat hendak menunaikan salat Idulfitri yang berolokasi di Masjid Jami Al Barokah, Bojong Larang, penulis sedikit kebingungan mencari pintu masuk utama masjid karena ramainya jamaah yang memadati area sekitar. Tiba-tiba, seorang pria bertato yang berdiri di dekat gerbang dengan ramah menunjukkan arah yang benar.

Baca Juga: Etika Profesi Hakim dan Semiotika Ketidak-adilan

Awalnya, penulis sempat terkejut karena pria tersebut memiliki penampilan yang mungkin bagi sebagian orang akan dianggap mencurigakan atau kurang pantas berada di lingkungan masjid. Namun, sikapnya yang penuh keramahan dan keikhlasan membuat penulis tersadar bahwa kebaikan bisa datang dari siapa saja, tanpa memandang latar belakang atau penampilan fisik. Momen ini menjadi refleksi mendalam bagi penulis, sebagai seorang yang sehari-hari bergelut dengan hukum dan keadilan, bahwa sering kali kita terjebak dalam prasangka tanpa sadar.

Hakim dan Kewajiban Menegakkan Keadilan Tanpa Prasangka

Hakim adalah simbol keadilan dan kebijaksanaan. Dalam tugasnya, ia harus menegakkan hukum secara adil, tanpa pengaruh prasangka atau stereotip. Prinsip ini tertuang dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang mengamanatkan hakim untuk menjunjung tinggi nilai kemandirian, integritas, kepantasan, kesopanan, dan profesionalisme. Selain itu, pasal 4 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebut kewajiban hakim untuk bersikap adil terhadap pihak-pihak yang berperkara dan tidak memihak.

Namun, dalam realitas sosial, sering kali terdapat kecenderungan untuk menilai seseorang berdasarkan penampilan atau latar belakangnya. Stigma terhadap pria bertato, misalnya, masih kerap muncul di masyarakat. Padahal, seperti dalam kisah ini, kebaikan tidak selalu datang dari sosok yang tampak “ideal” menurut standar sosial. Hal ini sejalan dengan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dan prinsip equality before the law yang menegaskan bahwa setiap orang harus dianggap tidak bersalah sampai terbukti sebaliknya dan memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum tanpa diskriminasi.

Lebaran: Momentum Perenungan bagi Hakim dan Masyarakat

Idulfitri bukan hanya tentang perayaan, tetapi juga kesempatan untuk merenungkan nilai-nilai moral yang mendasari kehidupan. Peristiwa ini memberikan pelajaran bagi seorang hakim bahwa keadilan tidak hanya ditegakkan di ruang sidang, tetapi juga dalam interaksi sosial sehari-hari. Seorang hakim yang baik harus memiliki kepekaan sosial dan moral, serta mampu menilai seseorang secara adil, tanpa terjebak oleh prasangka.

Di sisi lain, kisah ini juga mengajarkan kepada masyarakat bahwa nilai-nilai kebaikan dapat ditemukan di tempat yang tak terduga. Pria bertato yang menunjukkan jalan menuju pintu masjid menggambarkan bagaimana setiap orang, terlepas dari tampilan luar atau label yang diberikan oleh masyarakat, tetap memiliki potensi untuk melakukan kebaikan.

Refleksi: Menjadi Masyarakat yang Lebih Adil dan Inklusif

Baca Juga: Pembekuan Berita Acara Sumpah Advokat: Ancaman atau Perlindungan terhadap Profesi Advokat?

Kisah ini tidak hanya relevan bagi hakim, tetapi juga bagi kita semua. Di era modern ini, penting untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif, tanpa diskriminasi berbasis penampilan atau latar belakang sosial. Stigma dan prasangka hanya akan menghambat keharmonisan sosial dan keadilan yang sejati.

Sebagai penutup, kisah pria bertato yang membantu hakim menuju pintu masjid menjadi pengingat bahwa keadilan sejati tidak hanya diukur dari hukum tertulis, tetapi juga dari sikap dan perlakuan kita terhadap sesama. Lebaran mengajarkan kita untuk membuka hati, menerima perbedaan, dan menilai seseorang bukan dari tampilan luar, tetapi dari nilai-nilai moral yang mereka bawa dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum