Cari Berita

Jalan Sunyi Hakim: Menggali Fakta, Memahat Kebijaksanaan

Imannul Yakin-Hakim PN Namlea - Dandapala Contributor 2025-08-10 08:30:25
Dok.Penulis.

Profesi Hakim memang bukan profesi yang digandrungi banyak orang, bukan karena profesi ini profesi yang mendudukkan orang pada posisi yang paling sempurna, melainkan pada pilihan menapaki jalan-jalan sunyi yang tak tersentuh banyak orang. Tentu saja banyak yang menghindari, ada pula yang terjebak karena terlanjur terjun di dalamnya, serta ada pula yang memilih secara sadar, melepas ruang-ruang bising dan berjalan dalam sunyi.

Di jalannya yang sunyi itu, Hakim kadang dihujat dan kadang pula mereka dipuji. Namun di hatinya terpahat, “dihujat bukan untuk tumbang, dipuji bukan untuk terbang”. Matanya hanya tertuju pada apa yang dicerapnya melalui kaca matanya, melalui apa yang dimintakan kepadanya, dan melalui apa yang disampaikan kepadanya. Bagi mereka, sebuah keputusan, tidak akan membuat semua pihak senang. Sehingga kontra pandangan pasca memutus perkara itu hal biasa.

Baca Juga: Jabatan Hakim, Bekerja dalam Kesunyian

Namun demikian, perlu untuk diketahui bahwa ketika masyarakat memilih untuk menempatkan hukum sebagai pengawal dan pengendali kehidupan bermasyarakat (supremasi hukum), maka tentu saja akan ada sistem yang mengerakkan dan mengawal hukum itu agar berjalan dengan baik.

Di sanalah berdiri seorang hakim, sebagai ujung tombak penegakkan hukum. Maka ia diberi keistimewaan untuk memeriksa dan memutus perkara sehingga setiap orang mendapatkan kepastian hukum. Asas itu dikenal dengan res judicata pro veritate habetur (putusan hakim harus diangap benar). Karena jika tidak demikian semua orang akan menganggap dirinyalah yang paling benar, dan tentu saja tidak akan diperoleh suatu kepastian hukum.

Ada hal yang kemudian menjadi problematik, yang terkadang menjadi gerbang bagi publik berbalik menghakimi Hakim. Gerbang tersebut ada di antara fakta dan keyakinan. Diposisi inilah Hakim kerap kali terjebak di antara kebenaran dan keadilan. Di mana fakta tidak hanya dipandang sebagai sesuatu yang nampak saja, melainkan dipandang secara berdampingan dengan maknanya. Sehingga dalam konteks mengkonstantir, mengkualifisir, dan mengkonstituir, Hakim tidak saja menyentuh fakta yang terlihat, melainkan membelahnya untuk mengetahui apa yang ada di baliknya.

Untuk itulah hakim dianggap mengetahui hukum (ius curia novit), namun bukan hanya sekedar pengetahuan akan hukum, melainkan hakim dituntut agar mengetahui segala hal yang mungkin saja akan dihadapinya. Karena suatu peristiwa tidak serta merta dapat disesuaikan dengan hukum, demikian sebaliknya. Sehingga apa yang hadir sebagai fakta, tidak serta merta dipandang sebagai fakta yang sesungguhnya, melainkan masih ada makna dibaliknya. Dalam semiotika, fakta hadir bersamaan dengan makna.

Baca Juga: Tiga Lukisan J.J de Nijs, Pengingat Pentingnya Menegakan Keadilan

Karena fakta hadir bersamaan dengan makna, maka hakim harus memiliki peranti pengetahuan yang sangat luas untuk menjelajahi sebuah fakta. Hanya dengan peranti pengetahuan yang luas itulah kebijaksanaan dapat diperoleh. Jika hanya sekedar mengetahui hukum namun tidak mampu mengenali fakta, hakim hanya menjadi alat ukur yang digunakan untuk memamerkan kedzaliman.

Kebijaksanaan itu mengutip Buya Hamka (Hamka: 2015), merupakan suatu kemampuan menggali hikmah dari sebuah peristiwa. Sementara hikmah adalah sesuatu yang diperoleh dan hadir dibalik sebuah peristiwa. Maka dari itu, simbol kebijaksanaan hakim itu terpatri, ketika ia memapu membedah dan menafsirkan suatu fakta, memperoleh hikmah dibaliknya, dan memutusnya berdasarkan keadilan.

Dengan demikian, ketika hakim berjalan dijalan-jalan sunyi, maka ia akan bertarung untuk dirinya sendiri. Menilai dan menafsirkan fakta, menerobos kebisingan sosial, dengan satu keyakinan berupa putusan yang berkeadilan. (ldr)


Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI