Cari Berita

PT Jakarta Perberat Vonis Eks Pejabat Kemenkes di Kasus Korupsi APD Covid

Tim DANDAPALA - Dandapala Contributor 2025-08-04 13:35:58
Gedung PT Jakarta (dok.pt)

Jakarta- Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat eks pejabat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana dalam kasus korupsi alat pelindung diri (APD) Covid-19 yaitu dari 3 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara. PT Jakarta menilai hukuman PN Jakpus kepada mantan Kepalda Pusat Krisis Kesehatan Kemenke situ belum cukup adil.

“Menyatakan enyatakan Terdakwa Budi Sylvana terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana “korupsi secara bersama-sama” sebagaimana didakwa dalam dakwaan alternatif pertama. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan akan diganti pidana kurungan 4 bulan,” demikian bunyi putusan PT Jakarta yang dikutip DANDAPALA, Senin (4/8/2025)

Putusan ini diketok oleh Tahsin dengan anggota Margareta Yulie Setyaningsih dan Agung Iswanto. Majelis menilai hukuman 3 tahun penjara yang dijatuhkan PN Jakpus tidak tepat dan tidak adil.

Baca Juga: PN Bandung Vonis 16 Bulan Penjara Dirut RSUD di Kasus Korupsi Insentif Covid

“Majelis pengadilan Tingkat banding berpendapat putusan majelis hakim pengadilan Tingkat pertama yang telah menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa dipancang masih belum cukup adil dan seimbang dengan kesalahan terdakwa serta belum memenuhi rasa keadilan masyarakat sehingga putusan tersebut tidak bisa dipertahankan dan perlu dibatalkan serta diganti dengan yang lebih adil dengan harapan agar putusan tersebut akan memberikan rasa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan serta memiliki efek jera, baik terhadap diri Terdakwa khususnya, maupun kepada masyarakat pada umumnya,” ucap majelis.

Putusan 4 tahun penjara di atas sesuai dengan yang diminta jaksa dalam tuntutannya.

Baca Juga: Mungkinkah Melakukan Observasi Persidangan Melalui Video Conference?

Dalam kasus ini, Budi dkk didakwa melakukan negosiasi pengadaan APD COVID-19 tanpa menggunakan surat pesanan hingga dokumen pendukung pembayaran.

"Yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, secara melawan hukum, yaitu melakukan negosiasi harga APD sejumlah 170 ribu set seluruhnya tanpa menggunakan surat pesanan, melakukan negosiasi harga dan menandatangani surat pesanan APD sebanyak 5 juta set, menerima pinjaman uang dari BNPB kepada PT PPM dan PT EKI sebesar Rp 10 miliar untuk membayarkan 170 ribu set APD tanpa ada surat pesanan dan dokumen pendukung pembayaran, serta menerima pembayaran terhadap 1.010.000 set APD merek BOH0 sebesar Rp 711.284.704.680 (Rp 711 miliar) untuk PT PPM dan PT EKI," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.

Jaksa mengatakan PT EKI tidak memiliki izin penyalur alat kesehatan (IPAK). Selain itu, PT EKI dan PT PPM juga tidak menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga ke PPK pada kesepakatan negosiasi APD.

Jaksa mengatakan Satrio menerima Rp 59,9 miliar dan Ahmad menerima Rp 224,1 miliar dalam kasus ini. Kerugian keuangan negara disebut mencapai Rp 319 miliar.

"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu telah memperkaya diri terdakwa (Satrio Wibowo) sebesar Rp 59.980.000.000, Ahmad Taufik sebesar Rp 224.186.961.098, PT Yoon Shin Jaya sebesar Rp 25.252.658.775, dan PT GA Indonesia sebesar Rp 14.617.331.956, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319.691.374.183 berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP tentang Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Kementerian Kesehatan RI menggunakan Dana Siap Pakai pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (DSP BNPB) Tahun 2020 Nomor PE.03.03/SR/SP-680/D5/02/2024 tanggal 8 Juli 2024," ujar jaksa.

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI