Cari Berita

Saminisme Dalam Semangat Perubahan Satuan Kerja

Dedy Adi Saputra - Dandapala Contributor 2025-03-29 09:00:22
Dok. Penulis

Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki ribuan pulau dan keanekaragaman kebudayaan dimana masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Beberapa budaya yang masih kuat eksistensinya dan masih dilestarikan, salah satunya yaitu budaya pada masyarakat Samin. Masyarakat Samin ini berlokasi di pedalaman Blora, Jawa Tengah, tepatnya pada Kampung Samin Klopoduwur yang beralamat di Dukuh Karangpace, Desa Klopduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Lokasi tersebut berjarak kurang lebih 13 km dari Pengadilan Negeri Blora Kelas IB.

Untuk diketahui, Masyarakat Samin sering mendapatkan stereotip dari sebagian masyarakat luar Samin (Blora, Pati, Rembang, Kudus, Bojonegoro). Masyarakat Samin ini sering dianggap sebagai kelompok masyarakat yang ngeyel (keras kepala), tidak bisa diatur, suka membantah dan bertindak sak karepe dhewe (apa maunya sendiri). Kondisi yang menjadikan Masyarakat Samin seperti itu banyak dipengaruhi oleh faktor sejarah terbentuknya Masyarakat Samin ini.

Masyarakat Samin merupakan keturunan  pengikut Samin Soerontiko. Samin Soerontiko ini mengajarkan sedulur sikep, yaitu mengobarkan semangat perlawanan terhadap Belanda dalam bentuk di luar kekerasan. Sedulur Sikep telah dikenal  tersebar di pantai utara Jawa Tengah, seperti Kudus, Pati, Blora, Rembang, Bojonegoro bahkan sampai ke Ngawi. 

Baca Juga: Perubahan Data Paspor : Haruskah Dengan Penetapan Pengadilan?

Samin Soerontiko sering juga dikenal sebagai Raden Kohar. Ia masih berdarah Bangsawan Majapahit yang hidup pada zaman kolonial Belanda. Karena alasan tertentu, Samin Soerontiko memutuskan meninggalkan gemerlap dunia para bangsawan. Ia mendalami keilmuan spiritual. Dimana keilmuan spiritual saat itu sudah mulai diintervensi oleh kepentingan kelompok tertentu, khususnya agama-agama baru dan tata kehidupan kolonial. Disamping itu, Mbah Samin juga mendalami nilai-nilai budi luhur serta beladiri menentang penjajahan Belanda. Lalu setelah Mbah Samin menguasainya kemudian Ia mengajarkannya kepada para muridnya. Dari penggambaran tersebut, dapat disimpulkan begitu menonjolnya sikap Mbah Samin terhadap tatanan kehidupan saat itu. Oleh karena itu, hingga kini banyak orang yang mengatakan ”dasar orang Samin” pada tindak-tanduk serupa.

Ajaran Samin atau Saminisme berkembang dari konsep penolakan terhadap budaya kolonial dan kapitalisme yang muncul pada masa penjajahan. Saminisme dikenal memiliki prinsip yang terdiri dari pedoman, tuntunan, dan larangan bagi masyarakat Samin. Pedoman dalam ajaran Samin dikenal dengan Kitab Kalimosodo. Sementara enam prinsip dasar Ajaran Samin yang menjadi tuntunan dalam beretika yaitu berupa pantangan, meliputi Drengki (membuat fitnah), Srei (serakah), Panasten (mudah tersinggung), Dawen (mendakwa tanpa bukti), Kemeren (iri hati), dan Nyiyo Marang Sepodo (berbuat nista terhadap sesama). 

Sedangkan lima pantangan dalam berinteraksi, meliputi Bedok (menuduh), Colong (mencuri), Penthil (mengambil barang yang menyatu dengan alam), Jumput (mengambil barang yang menjadi komoditas di pasar), dan Nemu Wae Ora Keno (pantangan menemukan barang). Masyarakat Samin juga memegang teguh prinsip bejok reyot iku dulure, waton menungso tur gelem di ndaku sedulur. Jika diterjemahkan artinya “tidak boleh menyia-nyiakan orang lain, cacat seperti apapun, asal manusia adalah saudara jika mau dijadikan saudara”. Selain itu, pokok ajaran Samin yang lainnya yakni:

  1. Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, yang penting adalah tabiat dalam hidupnya. 

  2. Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan iri hati dan jangan suka mengambil milik orang lain. 

  3. Bersikap sabar dan jangan sombong. 

  4. Manusia harus memahami kehidupannya, sebab roh hanya satu dan dibawa abadi selamanya.

  5. Bila orang berbicara, harus bisa menjaga mulut, jujur dan saling menghormati. Orang Samin dilarang berdagang karena terdapat unsur “ketidakjujuran‟ didalamnya. Juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk apapun. 

Sikap konsisten dan eksklusif masyarakat Samin dalam memegang teguh ajaran leluhur tersebut, mendapat berbagai cemooh dan stereotip negatif dari sebagian masyarakat. Namun masyarakat Samin tetap berpegang teguh dalam berinteraksi dengan lingkungan dan alam. Terhadap tekanan eksternal dan masuknya nilai-nilai modernitas, Masyarakat Samin selalu beradaptasi dengan melawannya secara pasif. Yakni, dengan tetap mempertahankan dan berjalan pada cara hidup yang mereka telah dianut sejak dahulu. 

Masyarakat Samin sekarang ini tidak lagi hanya mengandalkan mata pencaharian di sektor pertanian yang telah menjadi andalan mereka sejak dahulu. Namun mereka beralih menjadi pencari ikan di Sungai. Disebabkan, bagi mereka Sungai adalah milik khalayak umum dan dapat digunakan untuk kebutuhan semua orang dan tidak bertentangan dengan ajaran yang dianut. Masyarakat Samin juga berprofesi sebagai pengrajin (anyaman bambu, tukang kayu). Masyarakat Samin ini tidak ingin lagi disebut sebagai orang pemalas, mereka selalu bekerja giat untuk bisa tetap bertahan hidup. 

Masyarakat Samin selalu berpedoman pada ajaran ”sabar trokal, sabaré diéling-éling, trokalé dilakoni” (artinya: kerjakan sikap sabar dan giat, selalu ingat tentang kesabaran dan selalu giat dalam kehidupan). Kemudian untuk mencapai kesempurnaan hidup, maka pada Masyarakat Samin dikenal istilah “wong urip kudu ngerti uripé” (artinya: manusia harus mengetahui hakikat kehidupan). Selain itu, Masyarakat Samin memiliki kepribadian yang jujur dan polos. Hal ini mereka tunjukkan dengan sikap terbuka kepada siapapun termasuk kepada orang-orang yang bahkan belum mereka kenal sebelumnya. 

Sementara sifat jujur mereka tercermin dalam perilaku, sikap, maupun bahasa yang digunakan, serta terbuka kepada siapapun. Jujur merupakan salah satu dari sekian wujud sifat masyarakat Samin dari ajaran yang dianutnya. Masyarakat Samin terbuka akan modernisasi, baik dalam hal alat komunikasi ataupun berkehidupan sosial. Munculnya teknologi membuat mereka terbantu untuk mendapatkan pengalaman, terutama dalam pembangunan pertanian maupun program-program pembangunan lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kerjasama seperti gotong royong, musyawarah, dan membantu ketika ada yang memerlukan. 

Kemajuan teknologi seperti komputer, telepon genggam, peralatan elektronik, dan listrik telah mereka gunakan. Namun, meskipun perangkat modern telah masuk ke wilayah mereka, masyarakat Samin tetap mempertahankan nilai luhur yang telah mereka pegang selama ini. Seperti menjunjung tinggi kejujuran, toleransi, kebersamaan, dan gotong royong.

Baca Juga: Mengakselerasi Penerapan Register Elektronik

Semangat perubahan dengan tidak meninggalkan nilai-nilai budaya leluhur dari Masyarakat Samin, inilah yang masih relevan dan perlu kita contoh sebagai warga pengadilan baik dalam melaksanakan tugas maupun dalam hidup keseharian kita. Dalam konteks organisasi, penerapan ajaran ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan berikut:

  1. Kesederhanaan dalam Pengelolaan

  • Menghindari birokrasi yang rumit.

  • Menerapkan struktur organisasi yang sederhana dan fungsional.

  • Fokus pada kebutuhan utama anggota organisasi, bukan pada formalitas yang tidak perlu.

  1. Kejujuran dan Transparansi

  • Mengutamakan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan dan pengambilan keputusan.

  • Memberikan akses informasi yang setara kepada semua anggota.

  • Mendorong komunikasi yang jujur dan saling menghormati di antara anggota.

  1. Kerja Sama dan Kolektivitas

  • Menekankan pentingnya gotong royong dalam mencapai tujuan organisasi.

  • Membuat keputusan berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat, sebagaimana ajaran Samin menghargai kebersamaan.

  1. Penolakan terhadap Ketidakadilan

  • Melawan segala bentuk eksploitasi atau penyalahgunaan kekuasaan di dalam organisasi.

  • Membangun budaya organisasi yang inklusif, di mana semua anggota merasa dihargai.

  1. Kemandirian dan Ketahanan

  • Mendorong anggota untuk mengandalkan sumber daya internal organisasi terlebih dahulu sebelum mencari bantuan eksternal.

  • Mengembangkan program yang mempromosikan kemandirian anggota, seperti pelatihan keterampilan atau kompetensi.

Dengan prinsip-prinsip ini, ajaran Samin dapat memberikan pondasi yang kuat untuk menciptakan satuan kerja yang beretika, inklusif, dan berkelanjutan guna mewujudkan Visi dan Misi Mahkamah Agung RI. (FAC, ZM, MR)

Daftar Pustaka

  1. Mumfangati, dkk., 2004. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Bilora. Propinsi Jawa Tengah. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta Proyek Pemanfaatan Kebudayaan Daerah.
  2. Aziz, M. (2012). Identitas kaum Samin pasca kolonia pergulatan negara, agama, dan adat dalam pro-kontra pembangunan pabrik semen di Sukolilo, Pati, Jawa Tengah. Jurnal Kawistara, 2(3), 225-328
  3. Suripan Sadi Hutomo, 1996. Tradisi dari Blora. Semarang : Citra Almamater.
  4. Mukodi & Burhanuddin, Afid. (2015). Pendidikan Samin Surosentiko. Yogyakarta: Lentera Kreasindo.

*Wakil Ketua Pengadilan Negeri Blora

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum