Sei Rampah, Kab. Serdang Bedagai.- Pengadilan Negeri (PN) Sei Rampah memutus Terdakwa
JKS lebih berat dari tuntutan Penuntut Umum dalam kasus perkosaan dan pencurian
dengan pemberetan. Awalnya Terdakwa JKS dituntut 8 tahun penjara.
“Menyatakan Terdakwa JKS tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “Perkosaan dan pencurian
dengan kekerasan” sebagaimana dalam dakwaan kumulatif kesatu
pertama dan kedua. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 10 (sepuluh)
tahun,” ucap Majelis Hakim dalam Putusan yang dibacakan terbuka untuk
umum Rabu, 30 Juli 2025.
Berdasarkan pantauan
Tim DANDAPALA, terdapat sejumlah alasan yang menjadi pertimbangan tersendiri bagi
Majelis Hakim untuk memperberat hukuman Terdakwa JKS.
- Perbuatan Terdakwa telah merendahkan martabat Korban;
- Berdasarkan
Pasal 4 huruf d Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum
diatur bahwa Majelis Hakim wajib mempertimbangkan dampak psikis yang dialami
korban dan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan Majelis Hakim
berpendapat perbuatan Terdakwa yang telah menyetubuhi Korban secara paksa telah menimbulkan
rasa malu dan dampak psikologis terhadap Korban
sehingga mengakibatkan Korban pada awalnya hanya
melaporkan tentang pencurian yang dilakukan oleh Terdakwa dan tidak melaporkan
bahwa Korban telah disetubuhi oleh Terdakwa secara paksa;
- Perbuatan
Terdakwa yang menodongkan pisau ke arah Korban membahayakan nyawa Korban sebab sudah menjadi fakta yang diketahui oleh umum (notoire feiten) bahwa pisau adalah
senjata tajam yang dapat digunakan untuk melukai orang;
- Berdasarkan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur bahwa “Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya” dan dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan “Yang dimaksud dengan kelompok masyarakat yang rentan antara lain adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat”, meskipun ketentuan tersebut tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa perempuan adalah kelompok rentan, namun dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2021-2025 disebutkan bahwa perempuan adalah salah satu kelompok sasaran yang wajib diberikan penghormatan, pelindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan Hak Asasi Manusia, dengan demikian patut bagi Majelis Hakim untuk menyatakan bahwa perempuan termasuk ke dalam kelompok masyarakat yang rentan berkenaan dengan kekhususannya, oleh karenanya Negara, dalam hal ini Pengadilan (in casu Majelis Hakim) memiliki beban moral dan hukum untuk memberikan perlindungan yang lebih kepada Korban berkenaan dengan kekhususannya tersebut;
Perkara tersebut di ketok oleh Hakim Ketua Sidang Ayu Melisa Manurung, didampingi oleh Muhammad Luthfan Hadi Darus dan Novira Br. Sembiring, sebagai Hakim Anggota dibantu oleh Panitera Sidang Kristel Putri Regianna Br Pane.
Baca Juga: Peduli Kesehatan: PN Sei Rampah Laksanakan Donor Darah
“Terima,” tegas Terdakwa JKS atas pertanyaan Majelis Hakim terhadap putusan yang di bacakan. (ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI