article | Berita | 2025-06-23 11:10:12
Jakarta. Forum Kajian Dunia Peradilan (FKDP) kembali menyelenggarakan acara diskusi tentang KUHAP (BERTAHAP) secara daring. Diskusi ini dilaksanakan pada Minggu, 22/6/2025, dengan dengan judul “Tantangan dan Peluang Peran Hakim dalam Mekanisme Checks and Balances Sistem Peradilan Pidana di Indonesia dalam R-KUHAP”. Dalam acara ini, FKDP mengundang Febby Mutiara Nelson yang merupakan akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) dan Maidina Rahmawati yang merupakan Plt Direktur Eksekutif Institute for Crimina Justice Reform (ICJR) sebagai pemateri. Selain itu, FKDP juga mengundang Afdhal Mahatta yang merupakan Staf Ahli Komisi III DPR RI dan Dodik Setyo Wijayanto yang merupakan Hakim Yustisial Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai penanggap. Pada prinsinpnya, pemaparan yang disampaikan oleh pemateri cukup banyak menyentuh aspek bagaimana pengawasan hakim terhadap upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau yang lebih dikenal dengan istilah Judicial Scrutiny di dalam KUHAP saat ini maupun di dalam RUU KUHAP. Secara garis besar, Febby Mutiara Nelson menjelaskan mengenai masukan dan kritiknya terhadap 3 aspek yang terdapat di dalam RUU KUHAP yaitu: (1) Judicial Scrutiny, (2) Mekanisme keadilan restoratif, dan (3) Plea Bargain dan Deferred Prosecution Agreement (DPA).Sementara itu, Maidina Rahmawati lebih banyak menjelaskan mengenai sejarah dari diferensiasi fungsional dan bagaimana dampaknya terhadap penegakan hukum pidana di Indonesia saat ini. “Salah satu dampak yang terlihat dari diferensiasi fungsional adalah saat ini masing-masing aparat penegak hukum jalan sendiri-sendiri yaitu polisi, jaksa, dan hakim tanpa saling mengawasi secara substansial”, ungkap Maidina. Praperadilan yang merupakan upaya yang dapat ditempuh oleh Terdakwa dalam melawan keabsahan upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum juga tidak efektif dalam penerapannya. “Hal ini dikarenakan praperadilan masih berupa complaint based bukan default by system”, tambah Maidina. Selain itu, Maidina juga mengatakan bahwa selama ini yang menggunakan praperadilan 96% adalah terdakwa yang mempunyai advokat untuk didampingi. Kemudian, dari penanggap yaitu Afdhal Mahatta memberikan tanggapan bahwa terkait lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP) harus dilihat lagi apakah dengan adanya HPP pelaksanaan hukum acara pidana bisa berjalan dengan lebih baik atau tidak. “Kondisi terkini pembahasan RUU KUHAP bahwa sudah ada lebih dari 50 stakeholder yang sudah memberikan masukan terhadap RUU KUHAP. Dukungan dari Civil society organization (CSO) sangat penting terhadap pembahasan RUU KUHAP” jelas Afdhal. Kemudian, Dodik sebagai penanggap juga menyampaikan tanggapannya terkait dengan peran pengadilan dalam mengawasi upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum lain yaitu penyidik dan penuntut. “Agar pengadilan dapat secara optimal mengawasi upaya paksa RUU KUHAP secara eksplisit harus mengatur mengenai syarat dilakukannya upaya paksa dan prosedur untuk menguji keabsahan dari upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum”, ungkap Dodik memberikan tanggapan. Hal ini dikarenakan tidak adanya syarat dilakukannya upaya paksa dan prosedur yang rinci untuk menguji keabsahan dari upaya paksa sehingga membuat penyidik hampir selalu dipastikan mengajukan “persetujuan” dibandingkan “izin” untuk melakukan penyitaan atau penggeledahan. Selain itu, Dodik juga menegaskan pentingnya perubahan paradigma di dalam RUU KUHAP yang seharusnya memposisikan hakim di atas dari penyidik dan penuntut. Hal ini dikarenakan hakim dalam menjalankan tugasnya harus menyeimbangkan antara keadilan dengan kepastian hukum.Kemudian, diskusi dilanjutkan dengan tanggapan dari partisipan yang terdiri dari para hakim dan masyarakat umum. Di dalam diskusi tersebut terdapat satu hal yang dapat disimpulkan bahwa checks and balances di dalam KUHAP yang baru apabila RUU KUHAP disahkan menjadi undang-undang mutlak harus ada. Hal ini bertujuan agar prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia tetap tegak dalam penegakan hukum pidana di Indonesia. (ZM)