Cari Berita

Perma 1/2020 Antar Terdakwa Dibui 8 Tahun di Kasus Korupsi Bendungan Margatiga

article | Sidang | 2025-08-06 13:05:04

Tanjung Karang- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang, Lampung menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara kepada Ilhamnudin Bin Suwardi (40). Ia terseret kasus korupsi Bendungan Margatiga dengan kerugian negara mencapai Rp 43 miliar.Majelis hakim meyakini Terdakwa Ilhamnudin Bin Suwardi (40) terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Ayat (1) UU Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primair. “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda sejumlah Rp 400 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” ucap Majelis Hakim yang diketuai Enan Sugiarto dengan hakim anggota Heri Hartanto dan Charles Kholidy, saat membacakan amar putusan pada Selasa (5/8).Sebelumnya pada bulan Mei 2025, dalam perkara yang diperiksa dan dituntut secara terpisah, Majelis Hakim pada Pengadilan yang sama telah menghukum Terdakwa Alin Setiawan (kepala desa) dan terdakwa Okta Tiwi Prayitna (Anggota Satgas dari Dinas Pertanian) masing-masing selama 8 (delapan) tahun penjara, putusan mana telah dikuatkan dalam tingkat banding pada Pengadilan Tinggi Tanjungkarang.Mengutip pertimbangan putusan yang telah dibacakan, Terdakwa dengan motivasi mendapatkan keuntungan, atas izin Alin Setiawan selaku kepala Desa, melakukan penitipan tanam tumbuh serta mengisi dokumen keberatan/sanggah dengan memasukan jumlah tanam tumbuh berdasarkan perkiraan saja (fiktif) pada bidang tanah milik warga terdampak bendungan Margatiga, hingga akhirnya terdakwa memperoleh uang hingga sejumlah Rp2.040.000.000,- dari hasil ganti rugi yang dibayarkan oleh negara.Majelis Hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada terdakwa merujuk pada Perma 1/2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu; 1. Mengenai kategori nilai kerugian keuangan negara, dari total kerugian keuangan negara sejumlah Rp43.333.580.873, perbuatan Terdakwa dan kelompoknya, yang diantaranya Saksi Hafiz Shidiq Purnama dengan dibantu oleh Saksi Alin Setiawan (Kepala Desa Trimulyo) dan Perangkat Desa Trimulyo telah ikut berperan merugikan keuangan negara sejumlah Rp10.231.207.191,00 maka jumlah kerugiannya termasuk dalam kategori sedang; 2.    Dari aspek kesalahan, Terdakwa memiliki peran yang signifikan dalam terjadinya tindak pidana korupsi, maka masuk dalam kategori Sedang; Dari aspek dampak, perbuatan Terdakwa telah mengakibatkan pembayaran ganti rugi dalam pengadaan tanah bendungan Margatiga tidak sesuai ketentuan, maka masuk dalam kategori yang rendah. 3.    Dalam aspek keuntungan, nilai harta benda yang diperoleh terdakwa dari tindak pidana korupsi besarnya 10% (sepuluh persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen) dari kerugian keuangan negara, maka masuk dalam kategori yang sedang; “Menghukum Terdakwa untuk membayar Uang Pengganti sejumlah yang telah dinikmati oleh Terdakwa, yakni Rp 1.217.500.000,” urainya.Jumlah tersebut berbeda dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang sebelumnya menuntut terdakwa  membayar uang pengganti sejumlah Rp 555 juta. Majelis berpendapat bahwa dalam perkara a quo terdakwa juga mengalirkan sejumlah uang kepada pihak lain yang tidak terkait dalam perbuatan pidana yang dilakukan sehingga secara hukum menjadi tanggungjawab Terdakwa untuk mengembalikannya.Menanggapi vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim, Terdakwa menyatakan banding atas putusan tersebut, sementara Jaksa Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir.  

2 Perkara Diputus dengan Keadilan Restoratif di PN Batulicin Kalsel

article | Sidang | 2025-08-04 18:10:09

Tanah Bumbu- Pengadilan Negeri (PN) Batulicin, Kalimantan Selatan (Kalsel) telah berhasil menerapkan keadilan restoratif dalam penanganan Perkara Nomor 116/Pid.B/2025/PN Bln. Keberhasilan PN Batulicin ini menambah daftar perkara yang berhasil diputus dengan pendekatan keadilan restoratif.Diketahui beberapa hari sebelumnya, PN Batulicin juga telah berhasil menerapkan restorative justice dalam perkara lainnya, yakni dalam Perkara Nomor 129/Pid.B/2025/PN Bln.Sejak Perma Keadilan Restoratif ini diterapkan, total sudah 16 perkara pidana yang diputus dengan pendekatan keadilan restoratif. Perkara-perkara tersebut terdiri dari perkara pidana umum, pidana khusus, pidana khusus anak hingga perkara tindak pidana ringan sejak 2024 sampai dengan 2025 saat ini. Meskipun demikian, penerapan keadilan restoratif juga sudah diterapkan jauh sebelum Perma Keadilan Restoratif ini diundangkan, tercatat sudah ada 4 perkara pidana yang menerapkan asas keadilan restoratif dalam penjatuhan putusannya sejak tahun 2021 sampai dengan 2023.Dalam Perkara Nomor 116/Pid.B/2025/PN Bln yang diperiksa dan diadili oleh Ketua Majelis, Bayu Dwi Putra dengan didampingi Para Hakim Anggota Denico Toschani dan Fendy Aditiya Siswa Yulianto, Terdakwa I Afga Do’a dan Terdakwa II Abdul Mulliansyah didakwa melakukan pencurian dengan pemberatan yakni karena dilakukan oleh dua orang dan dilakukan beberapa kali secara berlanjut. "Kendati demikian, dalam pertimbangannya Majelis Hakim menilai syarat penerapan keadilan restoratif dalam Perma Keadilan Restoratif tidak terpenuhi mengingat Para Terdakwa hanya didakwa dengan dakwaan tunggal yang ancaman maksimalnya 7 tahun penjara. Sementara Perma Keadilan Restoratif mensyaratkan hanya dapat diterapkan untuk tindak pidana dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara," demikian keterangan pers PN Batulicin yang didapat DANDAPALA, Senin (4/8/2025).Lebih lanjut, dalam pertimbangannya Majelis Hakim menganggap asas keadilan restoratif yakni asas pemulihan korban dan tanggung jawab dari Para Terdakwa telah terpenuhi dengan adanya kesepakatan perdamaian dan penggantian seluruh kerugian oleh Para Terdakwa, sehingga hal tersebut menjadi alasan meringankan pemidanaan terhadap Para Terdakwa. Para Terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara selama lima bulan jauh. Atau di bawah tuntutan Penuntut Umum. "Atas putusan tersebut baik Para Terdakwa maupun Penuntut Umum menyatakan menerima," ujarnya.Selain itu, dalam perkara 129/Pid.B/2025/PN Bln yang disidangkan oleh Andi Rachmad Sulistiyanto selaku Ketua Majelis dengan beranggotakan Domas Manalu dan Fendy Septian, Majelis Hakim telah mengupayakan perdamaian antara Terdakwa dan Korban yang mana keduanya sepakat untuk saling memaafkan dan melakukan perdamaian dengan adanya syarat berupa penggantian kerugian sejumlah uang. Dalam amar putusannya Majelis Hakim menjatuhkan pidana percobaan kepada Terdakwa dengan mencantumkan syarat khusus yang harus dipenuhi Terdakwa yakni pembayaran uang sejumlah Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) masing-masing kepada dua orang korban."Masifnya persidangan dengan berfokus pada upaya memulihkan kondisi korban di PN Batulicin telah menunjukkan komitmen Mahkamah Agung dalam menerapkan keadilan restoratif sesuai amanat Perma. Upaya ini dilakukan sebagai langkah inovatif untuk menyelesaikan perkara pidana secara lebih manusiawi dan mengedepankan aspek perdamaian serta pemulihan bagi korban maupun pelaku," ucapnya."Penerapan Keadilan Restoratif yang masif ini tidak hanya meningkatkan efektivitas proses peradilan pidana, tetapi juga memperkuat rasa keadilan masyarakat dan menciptakan sistem peradilan yang berkeadilan, manusiawi, dan bermartabat," pungkasnya. (wi/asp)

MA Susun Regulasi Penyelesaian Sengketa Likuidasi Perbankan dan Asuransi

article | Berita | 2025-05-01 18:05:03

Jakarta - Ketua Kamar Perdata Mahkamah Agung (MA) I Gusti Agung Sumanatha menyatakan MA terus mendorong upaya peningkatan kemudahan berusaha Indonesia dalam Business Ready Index. Salah satunya adalah dengan menyusun Peraturan MA“Langkah yang dilakukan Mahkamah Agung ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi Mahkamah Agung dalam upaya peningkatan kemudahan berusaha Indonesia dalam Business Ready Index, karena raperma ini telah memberikan penguatan fungsi pengadilan niaga dalam menyelesaikan sengketa komersial,” kata Ketua Kamar Perdata Mahkamah Agung, I Gusti Agung Sumanatha.Hal itu disampaikan saat menyampaikan sambutan dalam kegiatan Konsultasi Publik Rancangan PERMA tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Bank dan Perusahaan Asuransi Dalam Likuidasi dan Pasca Likuidasi di Pengadilan Niaga, Rabu (30/4/2025) secara daring.Kegiatan ini bertujuan untuk memenuhi prinsip keterbukaan dan akuntabilitas penyusunan peraturan Mahkamah Agung dan guna menyempurnakan Rancangan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Penyelesaian Sengeta Bank dan Perusahaan Asuransi Dalam Likuidasi dan Pasca Likuidasi di Pengadilan Niaga. Selain Ketua Kamar Perdata Mahkamah Agung, yang hadir mewakili Ketua Mahkamah Agung, hadir pula Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung, Syamsul Ma’arif, Direktur Eksekutif Hukum LPS, Ary Zulfikar, para Hakim Agung, Tim Teknis Penyusunan Rancangan PERMA yang dipimpin oleh Ifa Sudewi (Ketua PT Gorontalo), Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi, serta perwakilan Kementerian/Lembaga.Dalam sambutannya,  I Gusti Agung Sumanatha menyampaikan urgensi pembentukan PERMA ini. Menurutnya, langkah yang dilakukan MA ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi Mahkamah Agung dalam upaya peningkatan kemudahan berusaha Indonesia dalam Business Ready Index. “Sebagai regulatory framework di bidang likuidasi perbankan, aturan ini telah ditunggu baik oleh pengadilan maupun para pihak, karena pengaturan penyelesaian sengketa likuidasi perbankan pada pengadilan niaga sesungguhnya telah diatur sejak 21 tahun lalu yakni sejak tahun 2004 melalui Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang LPS. Ditambah dengan pemberlakuan Undang Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), telah menguatkan peran pengadilan niaga sebagai forum diselesaikannya likuidasi perbankan dan juga asuransi, yang khusus untuk asuransi akan berlaku pada tahun 2028,” jelas  I Gusti Agung Sumanatha.Lebih lanjut, I Gusti Agung Sumanatha menyampaikan bahwa sengketa dalam rancangan PERMA ini telah dicluster menjadi 3 (tiga) hal yakni, Bank Dalam Likuidasi, Bank Pasca Likuidasi dan sengketa Penjaminan Simpanan. Saat ini, Sengketa Bank Dalam Likuidasi berjalan pada beberapa track yakni pengadilan negeri dan pengadilan agama, padahal Pasal 50 UU LPS Nomor 24 tahun 2004 telah mengamanatkan bahwa penyelesaian sengketa dalam proses likuidasi dilakukan pada pengadilan niaga. “Oleh karena itu, dengan mengembalikan tracknya ke pengadilan niaga, maka diyakini akan tercipta konsistensi forum penyelesaian sengketa. Hal ini penting untuk mewujudkan kepastian hukum yang mempunyai implikasi terhadap persepsi positif pelaku usaha terhadap penegakan hukum komersial di Indonesia,” harap  I Gusti Agung Sumanatha.Terkait dengan sengketa pasca likuidasi,  I Gusti Agung Sumanatha juga menyampaikan bahwa forum penyelesaiannya akan dilakukan pada pengadilan niaga. “Hal ini agar isu komersial pasca likuidasi juga dilakukan oleh hakim yang mempunyai pengetahuan hukum komersial yang memadai,” sebutnya. MODEL PENYELESAIAN PERKARA SECARA SEDERHANAHal lain yang menjadi sorotan dalam rancangan PERMA adalah perihal model penyelesaian perkara secara sederhana. Ketua Kamar Perdata menyebutkan bahwa Tim Pokja telah mengusulkan digunakannya hakim tunggal dalam sengketa penjaminan simpanan. Hal ini karena para pihak dalam sengketa penjaminan simpanan sudah dapat ditentukan atau pasti, yakni nasabah yang dinyatakan tidak layak bayar sebagai penggugat dan LPS sebagai Tergugat. “Demikian juga dengan objek sengketanya juga hanya menyangkut klaim nasabah atas simpanan tidak layak bayarnya. Untuk itu, tim Pokja telah menyiapkan draf model template gugatannya agar mempermudah nasabah dalam mengajukan klaim, dan memberi akselerasi kepastian hukum bagi nasabah, juga memberi ruang yang cukup bagi tim likuidasi karena proses likuidasi dibatasi waktu maksimal 4 tahun,” sebut  I Gusti Agung Sumanatha.Dengan adanya Rancangan PERMA tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Bank dan Perusahaan Asuransi Dalam Likuidasi dan Pasca Likuidasi di Pengadilan Niaga ini merupakan peneguhan komitmen Mahkamah Agung untuk tidak hanya melakukan modernisasi peradilan berbasis teknologi informasi, namun juga melakukan reengineering bisnis process sesuai dengan kebutuhan praktik pengadilan. (RD/AAR)