Bukit Mertajam, Pulau Pinang - Empat warga negara Indonesia dijatuhi hukuman 10 bulan penjara dan denda RM5.000 oleh Mahkamah Majistret 1 Bukit Mertajam, Malaysia, setelah terbukti mencuri tas berisi uang tunai RM100.000 atau sekitar Rp350 juta. Jika denda tidak dibayar, keempatnya akan menjalani tambahan hukuman 12 bulan penjara.
“Keempat Terdakwa Bernama Mujahidin, Temy Primadani, Firmansyah, dan Herman, dengan perkara terdaftar dengan nomor PC-83-795-10/2025”, demikian hasil penelusuran Tim Dandapala melalui website resmi Pulau Pinang Court.
Putusan dibacakan oleh hakim pemeriksa perkara Nurul Rasyidah binti Mohd Akit pada Selasa (22/10/2025) dan detil perkara bisa dicari melalui eCourt Services Malaysia di https://ecourtservices.kehakiman.gov.my/CauseList.
Baca Juga: Paradoks Formulasi Pidana Mati Dalam KUHP Nasional, Dapatkah Menjerakan Pelaku?
Para terdakwa mengaku bersalah atas dakwaan mencuri di sebuah lokasi di Bukit Mertajam. Mereka dihukum berdasarkan Pasal 379 Penal Code / Kanun Keseksaan (sejenis KUHP Malaysia), yang mengancam pelaku dengan penjara hingga tujuh tahun, denda, atau keduanya. Namun pengakuan bersalah di awal persidangan menjadi faktor utama yang meringankan hukuman.
“Barang siapa melakukan kesalahan mencuri hendaklah diseksa dengan penjara selama tempoh yang boleh sampai tujuh tahun, atau denda, atau dengan keduanya”, demikian bunyi pasalnya.
Praktik pengakuan bersalah (plea bargaining) yang diterapkan di Malaysia menunjukkan adanya penghargaan terhadap sikap kooperatif terdakwa. Proses ini serupa dengan penerapan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Pelaksanaan Restorative Justice di Indonesia, khususnya Pasal 7 ayat (1).
“Pada Hari sidang pertama setelah Penuntut Umum membacakan surat dakwaan, Hakim memberikan kesempatan kepada Terdakwa untuk membenarkan atau tidak membenarkan perbuatan yang didakwakan kepadanya”, demikian tercantum dalam Perma.
Selain hukuman 10 bulan penjara, pengadilan menjatuhkan denda sebesar RM5.000 (sekitar Rp17,5 juta), dengan subsider 12 bulan penjara jika tidak dibayar. Ketentuan ini menunjukkan pendekatan denda yang dapat dijalankan dan memiliki efek jera, berbeda dengan sebagian praktik di Indonesia, di mana denda yang besar sering kali diikuti hukuman subsider yang jauh lebih ringan.
Baca Juga: Arsip Pengadilan 1922: Malam-malam Napi Dikeluarkan Kalapas untuk Mencuri
Sebagai perbandingan, dalam beberapa kasus tindak pidana di Indonesia, denda miliaran rupiah (kasus tindak pidana narkotika atau perlindungan anak) bisa diganti dengan pidana penjara tiga bulan apabila tidak dibayar. Di Malaysia, subsider yang lebih berat seperti dalam kasus ini menunjukkan pentingnya kepastian pelaksanaan denda sebagai bagian dari efek hukum.
Kasus di Bukit Mertajam memperlihatkan bagaimana sistem peradilan Malaysia menyeimbangkan antara keadilan dan kepastian hukum melalui mekanisme pengakuan bersalah. Menariknya, besaran denda yang dijatuhkan pengadilan Malaysia dinilai rasional dan realistis tidak berlebihan hingga mustahil dibayar sehingga tetap memiliki efek jera tanpa menghilangkan rasa keadilan bagi pelaku. (al/ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI