Cari Berita

Keadilan Restoratif Kasus Pencurian di Villa Dajane Bali, Pelaku Kembalikan Rp19,6 Juta

Humas PN Gianyar - Dandapala Contributor 2025-10-29 15:00:32
Dok. Ist

Gianyar, Bali - Ruang sidang Pengadilan Negeri Gianyar menjadi saksi bagaimana keadilan yang memulihkan dapat benar-benar terwujud. Dua terdakwa asal Buleleng, Komang Nova Parianta dan I Gusti Kadek Agus Sudarsana, akhirnya berdamai dengan korban, Dmitry Shvedov, warga negara asing pemilik Villa Rumah Dajane di Ubud, setelah keduanya menyerahkan ganti rugi senilai Rp19,6 juta secara langsung di hadapan majelis hakim. Peristiwa ini sekaligus menandai keberhasilan penerapan keadilan restoratif yang berorientasi pada pemulihan keadaan dan tanggung jawab pelaku terhadap akibat perbuatannya.

Perkara ini bermula pada 22 Mei 2025 ketika Komang Nova Parianta, yang berprofesi sebagai penjual bunga keliling, melintas di depan Villa Rumah Dajane di Jalan Suweta, Ubud. Melihat pintu bambu belakang dalam keadaan lapuk dan tidak terkunci, ia tergoda untuk masuk. Dalam keadaan villa yang sepi, Nova mengambil dua unit ponsel Samsung masing-masing tipe M31s dan A03, satu earphone Sennheiser, serta kartu debit Maybank milik Dmitry Shvedov. Barang-barang itu dibawanya ke kos di Denpasar, dan beberapa hari kemudian, tepatnya pada 25 Mei 2025, ia menjual salah satu ponsel curian, yakni Samsung A03 warna hitam, kepada I Gusti Kadek Agus Sudarsana, pedagang ponsel bekas di Pasar Kreneng, seharga Rp300 ribu. Agus membeli tanpa nota maupun kotak ponsel, dengan keyakinan bahwa barang tersebut bukan hasil kejahatan karena penjual mengaku ponsel itu milik anaknya.

Atas perbuatannya, Penuntut Umum mendakwa Komang Nova Parianta dengan Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan karena memasuki pekarangan tertutup dengan merusak akses pintu bambu. Ia dituntut pidana penjara selama satu tahun. Sementara I Gusti Kadek Agus Sudarsana didakwa dengan Pasal 480 ke-1 KUHP tentang penadahan dan dituntut hukuman lima bulan penjara serta membayar biaya perkara sebesar Rp5.000. Dalam persidangan, keduanya secara terbuka menyatakan penyesalan. Nova mengaku khilaf karena lapar dan kelelahan setelah seharian berjualan bunga keliling, sedangkan Agus menyesal karena tidak berhati-hati dalam membeli barang bekas tanpa bukti kepemilikan yang jelas. Keduanya memohon keringanan hukuman karena menjadi tulang punggung keluarga dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

Baca Juga: Quo Vadis: Dapatkah Perempuan Hak Mewaris dalam Perspektif Hukum Adat Bali?

Majelis hakim mempertimbangkan dengan cermat seluruh fakta hukum yang terungkap di persidangan. Unsur tindak pidana dalam dakwaan penuntut umum terbukti secara sah dan meyakinkan, namun majelis juga mencatat adanya itikad baik dari para terdakwa yang telah mengembalikan seluruh kerugian korban dan meminta maaf secara langsung. Penyerahan uang ganti rugi sebesar Rp19,6 juta dilakukan di depan persidangan, disaksikan oleh hakim, jaksa, dan korban sendiri. Dmitry Shvedov menerima uang tersebut dengan lapang dada. Majelis menilai hal ini sebagai bentuk nyata keadilan restoratif di mana korban memperoleh pemulihan, pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya, dan masyarakat menyaksikan pemulihan keseimbangan moral yang terganggu akibat tindak pidana.

Dalam pertimbangannya, hakim menegaskan bahwa tujuan pemidanaan bukan semata-mata untuk menghukum, tetapi juga untuk memulihkan. Para terdakwa telah menyesali perbuatannya, mengakui kesalahannya, dan beritikad baik mengganti kerugian. Korban telah memaafkan dan mendapatkan kembali haknya. Barang bukti utama berupa ponsel Samsung A03 warna hitam juga telah dikembalikan kepada pemilik. Dengan demikian, tidak ada lagi kepentingan hukum yang harus dipertahankan melalui pidana yang berat.

Baca Juga: Menimbang Permohonan Ganti Nama Ber-Wangsa Dalam Bingkai Adat Bali

Melalui putusannya, majelis hakim yang dipimpin I Made Wiguna dibantu La Rusman dan Catyawi Avesta Sasongko Putro menjatuhkan pidana yang proporsional. Komang Nova Parianta dijatuhi hukuman satu tahun penjara, sementara I Gusti Kadek Agus Sudarsana dihukum lima bulan penjara, masing-masing dikurangi masa tahanan yang telah dijalani. Keduanya menerima putusan tersebut tanpa mengajukan upaya hukum lanjutan. Persidangan pun berakhir dengan suasana damai dan kelegaan, karena keadilan tidak hanya berhenti pada vonis, tetapi mencapai tujuannya melalui pemulihan hubungan antara pelaku dan korban.

Kasus ini menjadi contoh nyata penerapan keadilan restoratif di lingkungan peradilan Indonesia, khususnya di Pengadilan Negeri Gianyar, di mana pemulihan lebih diutamakan dibanding pembalasan. Korban mendapatkan kompensasi dan kedamaian batin, sementara pelaku belajar bertanggung jawab dan memperbaiki diri. Dengan demikian, perkara ini tidak hanya menutup lembaran hukum, tetapi juga membuka harapan baru bahwa keadilan itu benar adanya untuk semua tanpa pandang bulu. IKAW/FAC

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…