article | History Law | 2025-08-06 17:10:59
Praktek Abortus Provokatus Kriminalis atau aborsi memang sudah ada sejak zaman dulu. Tak sedikit dari masyarakat menolak kegiatan itu, karena dianggap membunuh mahluk hidup tanpa alasan medis yang sah,dan suatu perbuatan yang melanggar hukum yang berlaku,tapi sebagian orang ada yang beranggapan bahwa demi alasan sesuatu aborsi boleh dilakukan.Namun, tahukah Sobat dandafelas asal usul dan sejarah dari aktivitas aborsi di dunia pertama kali? Dikutip Dandapala dari buku Fatika Datukramat, C. C. (2023). Pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana aborsi (Studi kasus di Polrestabes Makassar).Universitas Muslim Indonesia.Aborsi berasal dari istilah Latin Abortus provocatus yang berarti dengan sengaja mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim seorang wanita hamil. Karena itu, abortus provocatus harus dibedakan dari abortus spontaneus yang berarti keguguran. Sepanjang sejarah aborsi bukan hanya diartikan sebagai pengguguran kandungan tapi juga infanticide yakni pembunuhan anak kecil ditemukan diberbagai tempat dan kebudayaan negara manapun. Berdasarkan catatan manusia terdahulu, kegiatan aborsi tertua berasal dari Tiongkok. Hal tersebut dimuat dalam manuskrip kuno kedokteran yang berusia 5000 tahun, ini menunjukkan penggunaan merkuri (shu yin) sebagai perantara aborsi (abortifacient) sudah ada sejak dahulu kala. Zaman Yunani Kuno sudah mengenal praktek aborsi ini, dulunya menggunakan ramuan tanaman pennyroyal, artemisia, rue, silpihium dan mentimun sembur.Praktik aborsi sendiri berlangsung luas di Yunani. Orang Yunani tak memandang perbuatan aborsi sebagai perbuatan yang keji atau sebuah pembunuhan. Sejumlah filsuf misalnya berlaku toleran terhadap perilaku aborsi.praktik aborsi selalu dipraktikkan diluar profesi medis seperti dukun beranak atau melalui pijat tradisional. Awalnya aborsi dilakukan untuk membatasi jumlah keluarga sepertinya hanya dilakukan wanita yang tidak bersuami. Walaupun pada masa yunani kuno praktik aborsi itu dianggap kejadian biasa. Namun memasuki abad pertengahan setelah agama Kristen menyebar ke seluruh Eropa. Orang-orang Kristen sangat membenci kegiatan seksual alias kumpul kebo dan memujikeperawanan dan penahanan diri, berharap pernikahan yang monogami, dan melarang tindakan aborsi dan pembatasan jumlah anak-anak (kontrasepsi). Karena tindakan aborsi dinilai sebagai pembunuhan manusia. Kemudian Sejumlah negara merumuskan aturan tentang pelarangan aborsi.Pada saat bangsa-bangsa Eropa menduduki Asia Tenggara pada abad ke-19, salah satunya di Indonesia. Permerintah kolonial Hindia Belanda pada tahun 1981 mengeluarkan aturan terkait aborsi. Regulasi yang dikeluarkan tersebut membuat aborsi yang awalnya hanya untuk menggugurkan kandungan sebagai perbuatan yang termasuk golangan kejahatan yang dianggap sebagai tindak pidana karena dilakukan tanpa indikasi medis yang jelas. Peraturan ini bertahan hingga masa kemerdekaan dimana pemerintah tetap melarang praktik aborsi.Sehingga membuat praktik aborsi ilegal di Indonesia seperti dukun, dokter dan praktik pemijatan tradisional membuka praktiknya secara tertutup alias diam-diam. Negara Indonesia sendiri mengantut asas hukum civil law dari konkordansi belanda,yang persoalan aborsi ini diatur melalui Undang -Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang KUHP, yang mana pengaturan perihal Abortus Provokatus Kriminalis atau aborsi ini terpencar menjadi 3 bab yaitu :BAB XIV buku II KUHP yang mengatur kejahatan kesusilaan khususnya pasal 283 dan 299 , BAB XIX buku II KUHP yang mengatur kejahatan terhadap kejahatan terhadap nyawa orang khususnya pasal 346 sampai 349, serta BAB VI KUHP yang mengatur pelanggaran kesusilaan khususnya pasal 535 KUHP lama. Dalam pasal ini menjelaskan pelarangan aborsi secara mutlak adalah tindakan pidana karena Pelaku aborsi dianggap sebagai pelaku kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan luar biasa dan juga dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila sila ke dua,ungkap buku Soge, P. (2002). Aborsi dari perspektif sejarah hukum.Kemudian dalam Pasal 463 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru mendatang untuk kasus Abortus Provokatus Kriminalis untuk setiap perempuan yang melakukan aborsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, namun pada aturan baru tersebut ada yang berbeda karena ada dikecualikan bagi korban kekerasan seksual atau memiliki indikasi kedaruratan medis atau disebabkan karena tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan berupa pemaksaan pelacuran, eksploitasi seksual, dan/atau perbudakan seksual diperbolehkan untuk melakukan Aborsi.Senada dengan itu Pasal 60 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Abosri dikecualikan dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam KUHP 2023 terbaru dengan sayarat hanya dapat dilakukan:Oleh Tenaga Medis dan dibantu Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan;Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri; danDengan persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan.Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan lahir memberikan sejarah baru dalam kasus Aborsi yang dahulunya itu dapat dipidana tanpa melihat sebabnya, namun sekarang dengan adanya Undang-Undang Kesehatan dalam penerapanya ditambahkan apabila ketentuan Aborsi bagi korban pemerkosaan tidak dapat dipidana.Referensi:Widowati. Tindakan Aborsi dalam Sudut Pandang Hukum dan Kesehatan di Indonesia. Vol. 6, No. 2, 2020.Fatika Datukramat, C. C. (2023). Pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana aborsi (Studi kasus di Polrestabes Makassar) Universitas Muslim Indonesia.Soge, P. (2002). Aborsi dari perspektif sejarah hukum.