Cari Berita

Ketua PN Tanjung Karang Ingatkan Etika Advokat, Soroti Contempt of Court

article | Berita | 2025-05-28 13:05:32

Bumi Ruwa Jurai - Komisi Yudisial (KY) dan Peradi DPC Bandar Lampung melaksanakan kegiatan diskusi dengan 120 peserta dengan narasumber Dr Salman Alfarasi (Ketua PN Tanjung Karang), Indra Persada (KY) dan Dr Budiono (Akademisi Unila). Dalam sambutanya Bey Sujarwo (Ketua DPC Peradi) menekankan urgensi Pendidikan hukum yang berkelanjutan dinilai sebagai kunci dalam membentuk advokat yang berintegritas dan profesional. Hal ini mengemuka dalam kegiatan bertajuk ‘Pendidikan berkelanjutan untuk membangun Advokat yang berintegritas dan Profesional’ yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Bandar Lampung, Selasa (27/5).Acara yang berlangsung di Gedung Peradi setempat ini, Dr Salman Alfarasi menegaskan bahwa integritas tidak bisa dibentuk secara instan, tetapi harus melalui proses pendidikan dan pembiasaan yang konsisten. “Membangun kesadaran hukum yang mendalam di semua lini berarti membiasakan budaya tertib hukum sejak dini, menghormati proses peradilan, dan memahami konsekuensi pelanggaran. Edukasi dan penegakan yang konsisten akan menciptakan lingkungan pengadilan yang saling menghormati,” ujarnya di hadapan peserta.Dalam pemaparan materi, disampaikan pula berbagai bentuk pelanggaran etik yang kerap terjadi di ruang sidang. Antara lain, perilaku tidak pantas terhadap hakim, pembangkangan terhadap perintah pengadilan, hingga intimidasi terhadap saksi. Semua tindakan tersebut termasuk kategori Contempt of Court yang merusak proses peradilan dan mencederai kepercayaan publik terhadap institusi hukum.Perwakilan Komisi Yudisial yang turut hadir menekankan pentingnya pengawasan berkelanjutan terhadap perilaku penegak hukum. Ia menyebut bahwa Komisi Yudisial terbuka untk berkolaborasi dengan organisasi advokat dan institusi pendidikan dalam mendorong peningkatan standar etik profesi.Senada dengan itu, akademisi dari Universitas Lampung menyoroti masih minimnya porsi pendidikan etika dalam kurikulum hukum di perguruan tinggi. Ia mengusulkan agar pendidikan karakter dan pelatihan simulasi kode etik menjadi bagian wajib dalam proses sertifikasi advokat.Selain diskusi panel, acara ini juga menghadirkan sesi workshop interaktif mengenai tata tertib persidangan dan profesionalisme dalam praktik hukum. Ketua DPC Peradi Bandar Lampung Bey Sujarwo, S.H., M.H., menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari program pelatihan berkelanjutan bagi anggota Peradi Bandar Lampung.“Kami ingin memastikan bahwa para advokat di wilayah ini tidak hanya cakap secara hukum, tetapi juga menjunjung tinggi etika dan profesionalisme dalam setiap tindakannya,” ujarnya.Alfarobi sebagai peserta dari pengadilan memberikan pandangan pentingnya wadah advokat melalui single bar agar profesi lebih terpercaya ditanggapi serius oleh Ketua Peradi yang akan membawa wacana tersebut ke tingkat Munas, selanjutnya peserta lain dari advokat mempertanyakan jadwal persidangan yang sering terlambat atau molor dari jadwal, mendapat tanggapan dari Salman bahwa PN telah memberikan perhatian serius atas permasalahan tersebut dengan mengeluarkan aplikasi e-kehadiran yang memberikan notifikasi kepada para hakim dan Panitera Pengganti bila para pihak telah hadir dan siap sidang namun aplikasi tersebut masih dalam tahap trial/ uji coba dan diharapkan persidangan di PN Tjk akan lebih tertib lagi yang juga membutuhkan komitmen para pihak untuk datang pada waktu yang telah disepakati ujarnya.Melalui kegiatan ini, Peradi Kota Bandar Lampung berharap dapat mendorong transformasi budaya profesi hukum yang lebih beradab, bermartabat, dan terpercaya di mata masyarakat. Pendidikan berkelanjutan dianggap sebagai fondasi utama dalam membentuk generasi advokat yang mampu menjadi garda terdepan dalam menegakkan keadilan.

Dilantik, 15 Advokat Bersumpah Tidak Akan Suap Hakim-Pejabat Pengadilan

article | Berita | 2025-05-26 15:25:11

Kayuagung- Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) melantik 15 advokat baru. Dalam sumpahnya, ke-15 orang itu berjanji tidak akan menyuap hakim.“Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya,” demikian sumpah yang diucapkan oleh para Advokat dalam pelantikan yang digelar di Gedung Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.Sesuai dengan Ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU Advokat dan SK KMA Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015, mewajibkan bagi Advokat untuk bersumpah di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah hukumnya. Melaksanakan ketentuan tersebut, Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Palembang, Nugroho Setiadji, memimpin sidang terbuka melantik sebanyak 15 orang Advokat yang berasal dari berbagai organisasi.Hadir dalam pelantikan, Hakim Tinggi PT Palembang, Nirmala Dewita dan Badrun Zaini yang bertindak selaku saksi, Ketua PN Kayuagung, Guntoro Eka Sekti beserta jajarannya.“Ini adalah kali kedua, PT Palembang menggelar pelantikan advokat di PN Kayuagung. Kami berusaha menyediakan fasilitas yang terbaik agar acara hari ini berjalan dengan lancar”, ungkap Sekretaris PN Kayuagung, Syaifullah. Pada saat pengambilan sumpah, para Advokat terlihat mengikuti secara hikmat. Terdengar dalam lafaz sumpah yang digaungkan bahwa para Advokat tersebut dalam menjalankan profesinya bersumpah tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan perkara yang ditanganinya. “Kami berharap sumpah yang telah diucapkan dapat kami laksanakan dengan sebaik-baiknya. Selain itu, kami sangat mengapresiasi atas pelaksanaan kegiatan pelantikan hari ini yang berjalan tertib dan tanpa hambatan”, ucap salah seorang Advokat yang tidak mau disebut namanya.Kegiatan ini berlangsung dengan hikmat dan lancar, yang kemudian ditutup dengan foto bersama para Advokat yang telah diambil sumpahnya.(AL/asp)

Ketua PN Ternate Lantik 2 Mantan Advokat Jadi Hakim Ad Hoc Tipikor

article | Berita | 2025-05-02 16:35:40

Ternate- Ketua Pengadilan Negeri (PN) Ternate, Maluku Utara, Budi Setyawan melantik dua hakim ad hoc tipikor, Teguh Suroso dan Edy Syafran. Keduanya berjanji akan mengamban amanah dengan selurus-lurusnya demi keadilan.“Saya berharap dengan jabatan ini dapat mengabdi bagi nusa bangsa secara khusus lembaga MA,” kata Teguh Suroso kepada DANDAPALA, Jumat (2/5/2024)Pelantikan di ruang utama PN Ternate siang ini, pukul 14.00-15.00 WIT.  Hadir dalam pelantikan itu segenap Keluarga besar PN Ternate, keluarga terlantik dan tamu undangan.“Saya harap juga dapat menegakkan keadilan dan kebenaran serta berperan dalam upaya pemberantasan korupsi,” ujar Teguh.Sebelum dilantik menjadi hakim, keduanya merupakan advokat. Teguh Suroso tercatat pernah menjadi Ketua Cabang Asosiasi Advokat Surakarta dan Ketua Pusbakum AAI Surakarta. Keduanya merupakan dua advokat yang lolos seleksi tahun 2024. Dalam seleksi itu, tercatat 24 nama bisa menyisihkan ratusan pendaftar lainnya dari berbagai latar belakang pekerjaan.(asp/asp) 

Miranda Rule ‘Anda Berhak Diam!’ dan Pasal 56 KUHAP

article | History Law | 2025-04-04 07:25:00

MIRANDA Rule adalah merupakan hak-hak konstitusional dari tersangka atau terdakwa yang meliputi hak untuk tidak menjawab atas pertanyaan pejabat yang bersangkutan dalam proses peradilan pidana dan hak untuk didampingi atau dihadirkan Penasihat Hukum sejak dari proses penyidikan dan atau dalam semua tingkat proses peradilan. Lalu bagaimana di Indonesia?Miranda Rule sendiri berawal dari sebuah kasus di Arizona, Amerika Serikat, 1963. Saat itu Arturo Ernesto Miranda, (23), ditangkap polisi atas dugaan kasus penculikan dan pemerkosaan. Setelah diinterogasi penyidik sekitar 2 jam, akhirnya Miranda mengaku sebagai pelaku. Lantas Miranda pun menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP).Pada bagian akhir BAP tertulis bahwa Miranda menjawab pertanyaan penyidik dengan sukarela, tanpa paksaan, dan paham akan hak-hak hukumnya. Lalu kasus pun memasuki tahap persidangan. Di pengadilan Arizona, Miranda diganjar 20 tahun hukuman penjara. Dia langsung banding.Kasus ini berlarut hingga naik ke Supreme Court of the United State (MA-nya Amerika Serikat). Di tingkat Supreme Court tersebut, sekitar tahun 1966, mayoritas hakim Supreme Court berpendapat hak-hak Miranda sebagai tersangka tidak dilindungi. Selain itu, saat pemeriksaan Miranda tidak didampingi pengacaraDi tingkat Supreme Court inilah, Miranda dihukum lebih ringan, 11 tahun penjara dengan suara juri 5 banding 4. Akhirnya, Miranda dibebaskan secara bersyarat pada 1973.Sekeluarnya dari penjara, Miranda malah tewas dalam perkelahian bersenjata tajam. Berbeda dengan saat Miranda ditangkap, kepada tersangka penusuk, polisi membacakan kalimat:”You have the right to remain silent. Anything you say can and will be used against you in a court of law. You have the right to speak to an attorney, and to have an attorney present during any questioning. If you cannot afford a lawyer, one will be provided for you at government expense,”.Kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia terjemahan bebas berarti:“Anda berhak diam. Apa pun yang Anda katakan bisa digunakan sebagai bukti di pengadilan. Anda berhak untuk menunjuk pengacara yang hadir saat diperiksa. Jika Anda tidak mampu menghadirkannya, seorang pengacara akan ditunjuk untuk Anda oleh pemerintah,”Nah, kini kalimat di atas kerap muncul dalam film-film Hollywood saat adegan penangkapan polisi terhadap penjahat.Bagaimana di Indonesia?Sebagaimana DANDAPALA kutip dari M Sofyan Lubis,Prinsip Miranda Rights Hak Tersangka Sebelum Pemeriksaan (Pustaka Yustisia 2010), Jumat (4/4/2025). Miranda Rule juga merupakan hak konstitusional yang bersifat universal di hampir semua negara yang berdasarkan hukum.Komitmen terhadap penerapan Miranda Rule telah dibuktikan dengan mengadopsi Miranda Rule ke dalam sistem Hukum Acara Pidana, yaitu sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 56 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).Secara umum prinsip Miranda Rule (Miranda Principle) yang terdapat dalam KUHAP yang menyangkut hak-hak tersangka atau terdakwa ada dalam Bab VI  KUHAP, sedangkan secara khusus Prinsip Miranda Rule atau Miranda Principle terdapat di dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP.Yang ingin ditegakkan dalam Prinsip Miranda Rule yang terdapat di dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP adalah agar terjamin pemeriksaan yang fair terhadap diri tersangka atau terdakwa. Sebab dengan hadirnya penasihat hukum untuk mendampingi dan membela hak-hak hukum bagi terdakwa dalam pemeriksaan di Pengadilan dimaksudkan untuk dapat berperan memberikan fungsi kontrol. Sehingga proses pemeriksaan terhindar dari adanya tindakan-tindakan yang tidak wajar yang dilakukan oleh penegak hukum dalam proses peradilan yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia. Di samping itu dimaksudkan agar adanya kontrol oleh penasihat hukum terhadap jalannya pemeriksaan selama dalam proses persidangan di pengadilan.Pada sisi lain Ketentuan yang di konstantir dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP tersebut bersifat imperatif, yang apabila diabaikan mengakibatkan tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima.Sejarah Diadopsinya Prinsip Miranda Rule dalam KUHAPBerawal dari kasus yang terjadi Miranda Rule di Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1966 di atas, sejak saat itu, Miranda Rule menjadi pijakan dalam sistem hukum Amerika Serikat, yang kemudian mengarah pada penerapan prinsip serupa di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.Hak-Hak yang Dilindungi dalam Miranda Rule meliputi penerapan dalam pasal 56 KUHAP  hak dasar yang wajib diberikan kepada tersangka sebelum dimulai pemeriksaan oleh penyidik, antara lain:1. Hak untuk diam: Segala hal yang diungkapkan oleh tersangka bisa digunakan untuk melawannya dalam pengadilan, sehingga hak untuk diam menjadi nilai krusial bagi tersangka.2. Hak untuk mendapatkan penasihat hukum: Tersangka berhak menghubungi atau didampingi oleh pengacara yang memiliki kewajiban untuk melindungi hak-haknya selama proses pemeriksaan.3. Hak atas bantuan hukum jika tidak mampu (Pro Bono): Jika tersangka tidak mampu menyediakan pengacara, penyidik harus menyediakan penasihat hukum yang akan dibiayai oleh negara.Dari hal hal tersebut karena diabaikanya hak tersangka maka Prinsip Miranda Rule melahirkan Miranda Rights, yang merinci hak-hak tersangka yang perlu diketahui sebelum pemeriksaan dimulai.Selain Miranda Rule dan Miranda Rights, dewasa ini ada pula yang dikenal sebagai Miranda Warning, yaitu peringatan yang wajib disampaikan oleh penyidik kepada tersangka pada saat penangkapan atau sebelum interogasi. Peringatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa tersangka memahami hak-haknya, yang selanjutnya demi kepentingan proses hukum yang adil.Adapun bunyi Pasal 56 penerapan dari Miranda Rule sebagai berikut:Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma. (EES/asp).

Tok! PT Ambon Bekukan Sumpah Advokat Razman Nasution

article | Berita | 2025-02-13 15:20:04

Ambon- Pengadilan Tinggi (PT) Ambon resmi membekukan sumpah advokat Razman Nasution. Hal itu buntut dari kegaduhan yang dibuatnya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) dan telah dilaporkan ke Mabes Polri.“Menetapkan. Membekukan Berita Acara Sumpah Advokat nomor urut 118 atas nama Razman Arif SH (Razman Arif Nasution SH) yang telah diambil sumpahnya di Pengadilan Tinggi Ambon pada tanggal 2 November 2015,” demikian bunyi penetapan yang ditantangani Ketua PT Ambon, Aroziduhu Waruwu yang dikutip DANDAPALA, Kamis (13/2/2025).Penetapan pembekukan itu diketok pada 11 Februari 2025. Dasar hukum membekukan adalah Pasal 4 ayat 1 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, di mana Advokat yang telah diambil sumpahnya oleh Pengadilan Tinggi wajib menegakkan sumpah yang telah diucapkan.“Bahwa telah terjadi kegaduhan oleh saudara Razman di PN Jakut pada 6 Februari 2025 yang berimplikasi pada citra, marwah dan wibawa pengadilan,” demikian pertimbangan Aroziduhu Waruwu.Sebelumnya, MA menyatakan selaku pelaksana kekuasaan kehakiman tertinggi yang dijamin konstitusi mengecam keras kegaduhan dan kericuhan yang terjadi di ruang persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara karena tindakan tersebut merupakan perbuatan tidak pantas, tidak tertib yang dapat dikategorikan merendahkan dan melecehkan marwah pengadilan (contempt of court). MA tidak mentolerir siapapun pelakunya, sehingga harus dimintai pertanggungjawaban menurut ketentuan hukum yang berlaku baik pidana, atau pun etik."MA akan memerintahkan kepada Ketua PN Jakarta Utara untuk melaporkan kejadian contempt of court tersebut kepada Aparat Penegak Hukum (APH)," kata jubir MA Prof Yanto."Dan sekaligus melaporkan oknum advokat tersebut kepada organisasi yang menaunginya dengan permintaan agar oknum tersebut ditindak tegas atas pelanggaran etik yang dilakukan," sambung Prof Yanto.Terkait sikap majelis hakim PN Jakarta Utara yang menyatakan sidang tertutup untuk umum dalam pemeriksaan saksi, meskipun dakwaannya bukan kesusilaan, akan tetapi menurut majelis hakim dinilai bersinggungan dengan materi kesusilaan sehingga dinyatakan tertutup untuk umum, hal tersebut merupakan otoritas Hakim yang dijamin penuh undang-undang (Hukum Acara Pidana) sesuai Pasal 152 ayat (2) jo. Pasal 218 KUHAP. Dan sikap tersebut juga selaras dengan kesepakatan rapat pleno kamar pidana MA yang tertuang dalam SEMA Nomor 5 Tahun 2021."Hal tersebut dilakukan semata-mata untuk memberikan perlindungan dan penghormatan atas harkat dan martabat kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi dalam perkara tertentu," tutur Prof Yanto.