Cari Berita

Judgment Summary: Jembatan antara Peradilan dan Publik

article | Serba-serbi | 2025-10-02 10:10:42

Sobat Dandafellas, pernahkah membayangkan seorang pencari keadilan membuka salinan putusan pengadilan melalui Direktori Putusan Mahkamah Agung? Alih-alih mendapat pencerahan, yang muncul justru rasa bingung. Kalimatnya panjang, dipenuhi istilah asing, dan halaman demi halaman terasa seperti teka-teki yang sulit ditembus. Fenomena ini kerap dialami masyarakat awam ketika bersentuhan dengan dokumen hukum.Padahal putusan adalah wajah peradilan. Dari situlah publik menilai arah keadilan ditegakkan. Jika wajah itu terlalu kaku bahkan sulit dipahami oleh pihak yang berperkara sekalipun akibatnya keadilan terasa semakin jauh.Salah satu alasan utama putusan sulit dipahami ialah bahasa hukum yang masih dipenuhi istilah Belanda dan Latin. Contohnya, frasa exceptio tempores (keberatan atas perkara kadaluwarsa) atau nebis in idem / exceptio judicate (seseorang tidak dapat diadili dua kali untuk perkara yang sama). Bagi praktisi hukum istilah ini biasa. Namun bagi masyarakat awam istilah tersebut bisa terdengar seperti mantra dari film fantasi.Selain itu, gaya bahasa putusan seringkali berupa kalimat majemuk yang panjang dengan banyak anak kalimat. Seperti contoh:“Menimbang bahwa oleh karena Tergugat selaku debitur telah lalai melaksanakan kewajibannya sesuai perjanjian yang telah disepakatai, maka berdasarkan asas pacta sunt servanda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1338 KUHPerdata, gugatan Penggugat beralasan menurut hukum dan karenanya harus dikabulkan.”Bagi pembaca awam, satu paragraf ini bisa menimbulkan kebingungan dan berbagai pertanyaan. Apa arti asas pacta sunt servanda? Mengapa disebut “beralasan menurut hukum”?Putusan pengadilan di Indonesia memang mengikuti struktur baku yang sudah ditetapkan berdasarkan SK KMA Nomor: 359/KMA/SK/XII/20222. Dalam template tersebut memuat identitas para pihak, duduk perkara, pertimbangan hukum, daftar barang dan/atau alat bukti, hingga amar putusan. Standar ini penting untuk menjaga kepastian hukum dan penyusunan pertimbangan hukum yang lengkap. Tetapi akibatnya satu perkara sederhana pun bisa menghasilkan putusan puluhan hingga ratusan halaman.Praktik penyusunan putusan di negara lain mulai mengembangkan konsep ringkasan putusan. Di Australia, sebagaimana dikutip melalui website resmi High Court of Australia, sejak Desember 2002 mereka menyediakan ringkasan putusan yang disebut dengan judgment summaries. “Ringkasan putusan disediakan dalam satu halaman singkat dan tersedia segera setelah putusan dijatuhkan,” demikian penjelasan di situs resmi High Court of Australia.Ringkasan ini menyajikan konteks perkara, pertimbangan hukum utama, dan hasil akhir dengan gaya ringkas dan komunikatif. Tujuannya membuat putusan lebih mudah diakses dan dipahami masyarakat umum, termasuk media dan akademisi.Situs resmi High Court of Australia menegaskan:“This statement is not intended to be a substitute for the reasons of the High Court or to be used in any later consideration of the Court’s reasons.”Dengan kata lain, ringkasan putusan hanya dimaksudkan sebagai informasi publik. Putusan lengkap yang resmi tetap menjadi satu-satunya rujukan resmi untuk kepentingan hukum.Di Indonesia sebenarnya sudah dikenal petikan putusan dalam perkara pidana. Namun, isinya terbatas pada data awal perkara dan amar putusan. Belum ada ketentuan resmi yang mewajibkan pengadilan menyediakan ringkasan putusan. Hingga kini, semua dokumen tetap dipublikasikan dalam format lengkap sesuai template dan pedoman penulisan putusan/penetapan peradilan.Salah satu peluang pembaruan adalah menghadirkan ringkasan putusan di bagian awal dokumen. Ringkasan ini dapat memuat konteks perkara, pertimbangan hukum utama, dan hasil akhir secara singkat. Selain itu, inovasi digital seperti highlight ringkasan putusan di Direktori Putusan bisa menjadi langkah awal menuju keterbukaan yang lebih ramah publik.Pertanyaan ini patut direnungkan: untuk siapa putusan ditulis? Jika hanya ditujukan kepada para pihak dan aparat hukum, maka bahasa teknis dalam putusan lengkap sudah memadai. Namun bila peradilan dipahami sebagai lembaga publik, putusan semestinya disertai ringkasan yang jelas dan mudah dipahami, sehingga setiap orang dapat mengerti alasan di balik keputusan.Tanpa ringkasan putusan, dokumen hukum yang tebal ibarat palu hakim yang diketukkan tanpa suara. Putusannya memang ada, tetapi gaungnya tidak sampai ke publik. (al)