Cari Berita

PN Meureudu Kembali Terapkan Keadilan Restoratif Perkara Pencurian Kincir Air

Wigati Taberi Asih - Dandapala Contributor 2025-11-15 15:00:00
Dok. Ist

Meureudu, Aceh - Pengadilan Negeri (PN) Meureudu kembali mencatat keberhasilan dalam menerapkan Restorative Justice (RJ) atau keadilan restoratif pada hari Kamis (13/11/2025) dalam perkara nomor 54/Pid.B/2025/PN Mrn. Setelah sebelumnya sukses menyelesaikan perkara penadahan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ), kali ini PN Meureudu kembali menerapkan pendekatan serupa dalam perkara pencurian yang dilakukan oleh pelaku dengan motif ekonomi.

Sidang pembacaan putusan digelar di ruang sidang utama PN Meureudu dengan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Mukhtaruddin Ammar, didampingi oleh Hakim Anggota M. Aditya Rahman,dan Wigati Taberi Asih. Terdakwa yang bernama Jamaluddin Bin Idris, didakwa melakukan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 

“Menyatakan bahwa Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencurian,” ucap Mukhtaruddin Ammar saat membacakan amar putusan dengan tegas dan lantang. Atas terbuktinya tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa, maka terhadap Terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dengan masa percobaan selama 1 (satu) tahun.

Baca Juga: PN Painan Berhasil Terapkan RJ dalam Kasus Pencurian Mesin Kincir

Perkara tersebut berawal pada hari sabtu tanggal 02 Agustus 2025 sekira pukul 11.00 WIB, Terdakwa sedang mengendarai sepeda motor miliknya, kemudian Terdakwa melihat 1 (satu) buah kincir air yang berada di dalam sebuah gubuk, kemudian Terdakwa berhenti dan memarkirkan sepeda motornya di depan gubuk tersebut, kemudian mengambil 1 (satu) buah kincir air dengan niat menjual mesin kincir air tersebut ke pengepul barang rongsokan.

Namun, oleh karena adanya kesepakatan damai antara pelaku dan korban, perkara ini diselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif sesuai ketentuan Pasal 6 dan Pasal 9 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa kedua belah pihak sepakat untuk berdamai. Terdakwa mengakui kesalahannya, meminta maaf secara terbuka, serta bersedia mengganti kerugian yang diderita oleh korban disertai oleh korban yang telah memaafkan perbuatan Terdakwa serta mau menerima ganti kerugian yang diajukan oleh terdakwa. Langkah ini menunjukkan adanya kesadaran dan tanggung jawab moral dari pelaku untuk memperbaiki kesalahannya. Berdasarkan prinsip kemanfaatan dan keadilan, maka penyelesaian perkara ini dilakukan mekanisme keadilan restoratif,” ujar Mukhtaruddin Ammar kepada Tim Dandapala.

Penerapan Restorative Justice (RJ) dalam perkara ini menjadi bukti nyata bahwa penegakan hukum tidak selalu harus berujung pada pemidanaan. Pendekatan ini mengutamakan pemulihan keadaan semula, perbaikan hubungan sosial, serta pencegahan terulangnya tindak pidana di masa mendatang.

Majelis Hakim juga menegaskan dalam pertimbangannya bahwa “mekanisme Restorative Justice (RJ) sejalan dengan asas ultimumremedium dalam hukum pidana, yaitu bahwa pemidanaan merupakan jalan terakhir. Pendekatan ini diharapkan dapat memperkuat harmoni sosial dan kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga Peradilan”.

Sementara itu, Ketua PN Meureudu, Samsul Maidi memberikan apresiasi atas Langkah majelis hakim yang telah menerapkan prinsip keadilan restoratif secara tepat dan proporsional. “Keadilan restoratif bukan berarti menghapus tanggung jawabpelaku, tetapi mengedepankan nilai kemanusiaan, pemulihan, dan keharmonisan sosial. PN Meureudu berkomitmen untukterus mengimplementasikan Restorative Justice (RJ) sesuai pedoman Mahkamah Agung, sebagai bagian dari transformasi menuju peradilan yang lebih humanis, responsif, dan substantif,” ujar Samsul Maidi.

Baca Juga: Kisah Para Hakim Muda PN Meureudu Damaikan Berbagai Perkara Melalui Mediasi

“Keberhasilan PN Meureudu menerapkan Restorative Justice (RJ) untuk kedua kalinya mencerminkan meningkatnya kesadaran seluruh pihak terhadap pentingnya penyelesaian perkara pidana yang berfokus pada pemulihan, bukan semata-mata hukuman,” tambahnya.

Keberhasilan ini diharapkan menjadi inspirasi untuk terus mengembangkan pola penyelesaian perkara yang lebih manusiawi dan berkeadilan sosial, sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap Lembaga peradilan di Indonesia. (Intan Hendrawati/al/fac)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…