Cari Berita

PN Pasir Pengaraian Riau Terapkan RJ, Imam Masjid Divonis Pidana Bersyarat

article | Kaidah Hukum | 2025-10-02 10:25:04

Rokan Hulu, Riau - Pengadilan Negeri (PN) Pasir Pengaraian memutus pidana bersyarat terhadap seorang terdakwa yang merupakan imam masjid inisial ZBY. Pidana bersyarat itu dijatuhkan, seusai Majelis Hakim berhasil mengupayakan perdamaian dengan penyelesaian keadilan restoratif antara Terdakwa dengan pihak Anak Korban berinisial ABA.“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan kekerasan terhadap anak, menjatuhkan pidana dengan penjara selama 1 bulan,” ucap Ketua Majelis, Hendra Yudhautama didampingi Para Hakim Anggota Julian Leonardo Marbun dan Sri Bintang Subari Pratondo di Ruang Sidang Gedung PN Pasir Pangaraian, di Jalan Keadilan Nomor 6 Kabupaten Rokan Hulu, Riau, Rabu (1/10/2025).“Menetapkan terhadap Terdakwa pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena Terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 6 bulan berakhir,” tambah Ketua Majelis.Persoalan bermula ketika Anak Korban bersama temannya yakni anak dari terdakwa sendiri, mencuri kelapa sawit milik Terdakwa. Kemudian Mereka menjual kelapa sawit tersebut dan hasil penjualannya dipergunakan untuk membeli rokok. Saat mengetahui kejadian itu, Terdakwa tersulut emosi dan menampar anak korban hingga mengalami luka di pipi dan mata sebelah kanan.“Ditemukan merah pada bola mata kanan, pada korban tidak diberikan pengobatan dan cidera tidak mengakibatkan halangan dalam menjalankan pekerjaan”, terurai dalam visum et repertum anak korban.Penuntut Umum telah mendakwa Terdakwa melanggar pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak.Mengutip rilis humas PN Pasir Pangaraian, Majelis Hakim telah mengupayakan perdamaian dengan memedomani Perma Nomor 1/2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Terdakwa dengan keluarga Anak Korban telah mencapai kesepakatan perdamaian yaitu saling memaafkan antara terdakwa dengan keluarga anak korban di hadapan tokoh desa.“Penjatuhan pidana bersyarat tersebut bertujuan agar Terdakwa dapat menghindari terjadinya tindak pidana lebih lanjut di kemudian hari, dengan harapan Terdakwa dapat belajar untuk hidup yang lebih bermanfaat dalam masyarakat,” tutur Ketua Majelis saat membacakan putusan.Majelis Hakim mempertimbangkan keadaan yang memberatkan terdakwa yaitu perbuatannya tidak mencerminkan perlindungan terhadap anak, sehingga anak mengalami luka. Sementara keadaan yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatan pidana di kemudian hari, dan telah terjadi perdamaian antara terdakwa dan pihak anak korban dengan saling memaafkan.Atas putusan tersebut terdakwa menunjukkan penyesalannya, dan bersyukur atas putusan tersebut dan menyatakan menerima, sedangkan penuntut umum menyatakan pikir-pikir. (zm/ldr)

PT Palembang Kuatkan Putusan, Pelaku Persetubuhan Tetap Dijatuhi Pidana Bersyarat

article | Berita | 2025-09-11 16:05:44

Palembang – Pengadilan Tinggi (PT) Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung yang menjatuhkan hukuman pidana bersyarat kepada pelaku persetubuhan Anak.“Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kayuagung yang dimintakan banding tersebut”, ucap Ketua Majelis Hakim, Misnawaty, dengan didampingi hakim anggota, M. Jalili Sairin dan Erwantoni dalam persidangan terbuka untuk umum yang digelar Rabu (20/08/2025), di Gedung PT Palembang, Jalan Jenderal Sudirman Nomor Km 3,5, Palembang tersebut.Kasus bermula pada bulan Februari sampai Agustus 2024, Pelaku dan Anak korban yang merupakan pasangan kekasih melakukan persetubuhan. Setiap kali melakukan persetubuhan tersebut, Pelaku selalu menjanjikan akan menikahi Anak korban. Selanjutnya pada bulan September 2024, Anak korban memberitahu pelaku mengenai kehamilannya. Lalu pelaku menenangkan korban dan dan berjanji untuk bertanggung jawab, namun sampai dengan bulan November tahun 2024 janji tersebut belum juga direalisasikan.“Perbuatan Terdakwa telah mengakibatkan Anak korban hamil dan saat ini telah melahirkan seorang anak, sebagaimana Hasil Visum et repertum Nomor: 445/21/III/RSUD.OI/2025 tanggal 16 Januari 2025,” ungkap Majelis Hakim PN Kayuagung dengan susunan Guntoro Eka Sekti, Anisa Lestari dan Yuri Alpha Fawnia.Dalam penjatuhan pidana, Majelis Hakim PN Kayuagung dengan mendasarkan pada ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017 dan pendekatan keadilan restoratif, mempertimbangkan mengenai fakta telah terjadinya perdamaian dan pemulihan hubungan antara Terdakwa dan keluarganya dengan Anak korban dan keluarganya.“Dengan mendasarkan pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017 tersebut, dimungkinkan bagi Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa di bawah minimal dengan pertimbangan khusus,” tutur Majelis Hakim tingkat pertama dalam pertimbangannya.Menariknya dalam putusan ini, selain melampaui minimal pemidanaan, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana bersyarat kepada Terdakwa. Adanya fakta bahwa telah dilakukan perdamaian di mana disepakati bahwa Anak korban akan dinikahkan dengan Terdakwa, dan kedua belah pihak akan menjalin hubungan menjadi keluarga. Didukung dengan adanya keterangan Anak korban di persidangan yang menyatakan bersedia menikah dengan Terdakwa, dan berharap Terdakwa dapat segera dibebaskan, dinilai Majelis Hakim PN Kayuagung sebagai alasan yang mendasari dijatuhkannya pidana bersyarat kepada Terdakwa.“Melihat fakta di persidangan, semangat untuk mengadili dengan pendekatan keadilan restoratif dapat diterapkan dalam menentukan pidana yang akan dijatuhkan terhadap Terdakwa”, ujar Majelis Hakim PN.Dalam memori bandingnya, Penuntut Umum menyatakan Anak korban mengalami depresi akibat perbuatan Terdakwa. Adapun dalam mempertimbangkan memori banding ini, Majelis Hakim PT Palembang menilai fakta-fakta yaitu Terdakwa dan Anak korban berpacaran, Anak korban mau disetubuhi karena dijanjikan Terdakwa akan menikahi Anak Korban jika Anak Korban hamil. Setelah hamil, Anak korban menghubungi Terdakwa memberitahukan kehamilannya dan akhirnya Anak korban dan Terdakwa pergi ke rumah kosong selama dua hari untuk merencanakan pernikahan, Terdakwa sudah mengurus surat-surat untuk keperluan menikahi Anak korban.”Anak korban sekarang sudah melahirkan dan berharap agar Terdakwa tidak dihukum karena siapa yang akan memberi nafkah anaknya. Oleh karenanya dari pertimbangan tersebut tidak terbukti Anak Korban mengalami depresi”, tegas Majelis Hakim tingkat banding.Atas putusan PT Palembang tersebut, baik Penuntut Umum maupun Terdakwa mempunyai hak untuk mengajukan upaya hukum kasasi. (al)

Telah Berdamai, Alasan Hakim PN Kayu Agung Jatuhkan Pidana Bersyarat

article | Sidang | 2025-09-02 14:00:47

Kayu Agung, Sumsel. Pengadilan Negeri (PN) Kayu Agung vonis pidana bersyarat kepada APU (18) pada Senin (1/9/2025). “Terbukti bersalah melakukan tindak pidana pengeroyokan dan menjatuhkan pidana 4 bulan dengan masa percobaan 1 tahun,” ucap Yulia Putri Rewanda di gedung kantor yang terletak di Jalan Mukhtar Saleh 119, Ogan Komering Ilir, Sumsel.Perkara bermula saat APU dan teman-temannya sedang duduk berkumpul, korban yang bernama Dimas (19) terlihat dengan teman wanitanya melintas. “Kejar” teriak salah satu teman. Sontak terjadi kejar-kejaran hingga memicu perkelahian dan korban Dimas mengalami luka akibat tusukan senjata tajam pada bagian punggung.Terungkap di persidangan, akibat perbuatan APU dan teman-temannya, Dimas harus menjalani perawatan di rumah sakit.“Saya memukul sekali wajah Dimas,” terang APU di persidangan. Karena teman-teman mengejar saya ikut-ikutan, saya tidak ada masalah pribadi lanjutnya dipersidangan.“Korban dan keluarganya telah memaafkan dan adanya tanggungjawab penggantian biaya perawatan,” ucap Hakim Tunggal yang baru mutasi dari PN Menggala sebagai pertimbangan yang meringankan. Lebih lanjut, dengan adanya maaf maka pemulihan rusaknya hubungan telah kembali pulih. “Tidak lagi terdapat urgensi memenjarakan,” jelas Yulia Putri Rewanda. Sejalan dengan semangat keadilan restoratif dan berorientasi pada kepentingan terbaik bagi anak, sebagaimana pertimbangan yang diberikan.Dengan pidana bersyarat maka APU tidak perlu menjalani pidana penjara apabila terus berkelakuan baik selama satu tahun masa percobaan. Selain itu, Hakim juga mewajibkan lapor kepada JPU dan Pembimbing Kemasyarakatan sekali dalam satu bulan selama masa percobaab. Hal tersebut sebagai bentuk fungsi pengawasan yang dimiliki kedua instansi, jelas Hakim dalam pertimbangannya.Putusan yang diberikan setelah tiga kali persidangan tersebut lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut pidana penjara selama 4 (empat) bulan di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Palembang.Atas putusan tersebut, JPU pada Kejaksaan Negeri Ogan Ilir menyatakan pikir-pikir. Sedangkan Penasehat Hukum APU menyatakan menerima. (seg)

PN Teluk Kuantan Riau Vonis Pidana Bersyarat Terdakwa Perambah Kawasan Hutan

article | Berita | 2025-08-13 16:45:07

Kab. Kuantan Singingi (Kuansing) - Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan, Riau, menjatuhkan vonis pidana penjara selama 6 bulan serta denda sebesar 100 juta subsider kurungan 1 bulan kepada Terdakwa yang bernama Dodi Aria Putra. Sebab, Terdakwa terbukti mengerjakan kawasan hutan secara tidak sah. Namun hukuman tersebut tidak wajib dijalani oleh Terdakwa.“Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena Terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 10 (sepuluh) bulan berakhir, dengan suatu syarat khusus”, ucap Ketua Majelis yang juga merupakan Ketua PN, Subiar Teguh Wijaya, pada Senin, 28 Juli 2025.Kasus ini bermula dari PT. Nusa Prima Manunggal (NPM) yang bekerjasama dengan kelompok tani pemilik lahan, di Desa Rambahan, Kecamatan Logas Tanah Darat, Kuansing, untuk mengolah Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dengan menanam pohon eucalyptus. Kemudian PT. NPM bersama beberapa perwakilan kelompok tani tersebut, bersepakat untuk mengurus perubahan HTR tersebut menjadi Hutan Kemasyarakatan (HKM). Baik HTR maupun HKM merupakan kawasan hutan, yang hak pengelolaannya hanya diberikan kepada pemegang izin. Sementara itu, Terdakwa yang awalnya tergabung dalam kelompok tani, namun karena tidak ikut berunding dan mengurus perubahan kawasan hutan tersebut, maka tidak terdaftar sebagai pemegang izin pengelolaan. Terdakwa merasa tidak dilibatkan dalam perundingan tersebut, serta tidak bersedia mengikuti hasil permufakatan tersebut, karena kompensasi pembayaran dari skema bagi hasil yang didapatkan dirasa terlalu kecil. Selanjutnya karena kebutuhan ekonomi keluarga, Terdakwa menanami sawit di area tersebut. Perbuatan Terdakwa tersebut dipandang Majelis Hakim telah memenuhi unsur “dengan sengaja mengerjakan kawasan hutan secara tidak sah” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 36 Angka 19 Pasal 78 Ayat (3) jo Angka 17 Pasal 50 Ayat (2) huruf a UU Cipta Kerja yang mengubah UU Kehutanan.Dalam amarnya, Majelis Hakim menetapkan persyaratan khusus yang harus dilaksanakan oleh Terpidana dalam masa percobaan 10 bulan tersebut, yaitu berupa:Melaporkan ke Kades terkait pembaharuan keanggotan hutan kemasyarakatan dan menembuskannya kepada Kemenhut;Melaporkan kepada Kemenhut agar dilakukan pengawasan atas pembiaran yang dilakukan PT. NPM terhadap setiap masyarakat yang menanam sawit di kawasan hutan yang diberikan hak akses hutan kemasyarakatan dari Kelompok Tani Desa Rambahan;Melaporkan kepada Kemenhut untuk meninjau kawasan hutan yang diberikan akses kepada masyarakat, apakah tetap sebagai kawasan hutan atau dapat dilepaskan sebagai Area Penggunaan Lain (APL);Melalukan musyawarah dan negosiasi ulang kepada PT. NPM melalui Pemdes mengenai kompensasi pembayaran yang besarannya layak dan adil dan dilaksanakan dengan itikad baik.Terdakwa sebelumnya telah ditahan oleh Penyidik pada tanggal 16 Oktober 2024 selama 2 hari, namun ditangguhkan. Kemudian oleh Penuntut Umum (PU), Terdakwa kembali ditahan sejak 3 Maret 2025, penahanan dilanjutkan oleh Majelis Hakim hingga putusan dibacakan. Kemudian melalui vonis pidana bersyarat ini, Terdakwa dibebaskan dari tahanan.“Memerintahkan Terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan.” Ucap Ketua Majelis yang didampingi hakim anggota Yosep Butar Butar dan Samuel Pebrianto Marpaung pada perkara nomor 57/Pid.Sus-LH/2025/PN Tlk ini.PU sebagai eksekutor dalam putusan pidana, turut diperintahkan oleh Majelis Hakim untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan persyaratan khusus tersebut. Terhadap perkara ini, PU yang sebelumnya menuntut pidana penjara 8 bulan dan denda sebesar 1 milyar subsider penjara 3 bulan, pada tanggal 29 Juli 2025 telah mengajukan upaya hukum banding. (fac)