Cari Berita

Dibui 8 Tahun, Marisa Putri Penabrak Mati IRT Usai Pesta Narkoba Ajukan PK

article | Berita | 2025-04-09 21:55:48

Pekanbaru- Masih ingat Marisa Putri yang menabrak hingga mati seorang IRT di Pekanbaru beberapa waktu lalu? Marisa yang menabrak usai pesta narkoba itu dihukum 8 tahun penjara. Kini, ia mengajukan Peninjauan Kembali (PK).Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru yang dikutip DANDAPALA, Rabu (9/4/2025), saat ini Marisa Putri sedang mengajukan PK.“5 Maret 2025 Permohonan PK,” demikian bunyi keterangan SIPP PN Pekanbaru itu. Marisa Putri memberikan kuasa proses PK itu kepada advokat Senator Boris Panjaitan. Proses PK itu masih berlangsung.Sebagaimana diketahui, Marisa Putri mengendarai mobil usai dugem di KTV Furaya Hotel pada 3 Agustus 2024 subuh. Saat itu ia di bawah pengaruh narkoba jenis sabu.Saat melintas di Jalan Tuanku Tambusai, Marpoyan Damai, Marisa Putri memacu kendarannya hingga 90 km/jam. Di waktu bersamaan melintas sepeda motor yang dikendarai Renti Marningsih. Bruk! Marisa Putri menabrak sepeda motor sampai terlempar 10 meter dan Renti tewas di lokasi.Marisa Putri bukannya berhenti tapi malah tancap gas. Namun warga yang melihatnya langsung mengejarnya. Marisa Putri lalu diproses secara hukum hingga ke pengadilan. PN Pekanbaru lalu menyatakan Marisa  bersalah melanggar Pasal 311 ayat 5 dan Pasal 310 Ayat 1 UU Lalu Lintas.“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 tahun. Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa berupa pencabutan Surat Izin Mengemudi (SIM) A atas nama Marisa Putri alias Marisa binti Edy Ujang  selama 2 tahun terhitung sejak selesai menjalani pidana,” demikian majelis hakim dengan ketua Hendah Karmila Dewi serta anggota Fitrizal Yanto dan Sugeng Harsoyo pada 12 Desember 2024. (asp/asp)

Prittt…!!! Inilah Cikal Bakal Lahirnya Tilang di Indonesia

article | History Law | 2025-04-07 07:05:27

Jakarta- Tilang alias bukti pelanggaran menjadi sarana penegakan hukum di bidang pelanggaran lalu lintas yang menjadi kewenangan aparat polisi. Tapi siapakah inisiator tilang?Sebagaimana tertulis dalam Buku ‘Kebijakan Tilang Elektronik di Indonesia: Sejarah Dan Perkembangan’ karya Umar Aryo Seno Junior yang diterbitkan Yayasan Sahabat Alam Rafflesia, surat tilang pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh Mayjend (Purn) Ursinus Elias Medellu. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Lalu Lintas pada  pada tahun 1960-an.“Kemudian pada tahun 1969 dibentuk tim untuk merumuskan sistem penindakan pelanggaran lalu lintas yang praktis dan cepat,” ujar Umar Aryo Seno Junior dalam buku tersebut yang dikutip DANDAPALA, Senin (7/5/2025)Kala itu pihak Polri yang diwakili oleh Irjen Ursinus Elias Medellu bersama dengan Irjen Memet Tanumidjaja dan Letkol Pol Basirun menjadi tim perumus. Setelah merumuskan persoalan sistem penindakan pelanggaran lalu lintas maka pada tanggal 11 Januari 1971 lahirlah Surat Keputusan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung No. 001/KMA/71, Jaksa Agung No. 002/DA/1971, Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. 4/SK/Kapolri/71 dan Menteri Kehakiman No. JS/1/21 yang mengesahkan berlakunya sistem tilang untuk pelanggaran lalu lintas.“Setelah keluarnya Surat Keputusan Bersama tersebut, pada 1972 pelanggaran lalu lintas ditindak dengan tiket sistem yang dikenal dengan bukti pelanggaran atau biasa disebut tilang,” bunyi Pasal 24 Ayat 3 PP Nomor 80 Tahun 2012.Saat itu sistem tilang yang dikeluarkan menjadi bukti pelanggaran lalu lintas masih sederhana. Isinya memuat  surat tanda terima, berita acara, surat panggilan, surat tuduhan jaksa, keputusan hakim, perintah eksekusi, dan tanda pembayaran yang semuanya terdiri dari lima lembar warna yang berbeda yakni merah, hijau, biru, putih, dan kuning.Warna-warna tersebut juga memiliki fungsi yang berbeda-beda. Yaitu: -Surat tilang warna merah jenis surat tilang ini diberikan oleh polisi kepada pengendara bermotor yang melanggar peraturan lalu lintas, -Surat tilang warna biru diberikan kepada pelanggar yang tidak bisa menghadiri persidangan sehingga  surat ini tidak diberikan kepada pelanggar namun digunakan sebagai pelengkap laporan administrasi kepolisian. Seperti bahan laporan polisi mengenai kasus pelanggaran yang terjadi dalam kurun waktu tertentu, yaitu satu bulan atau satu tahun.-Surat tilang warna putih diberikan kepada pihak pengadilan untuk dituliskan denda tilang oleh hakim.“Jadi,  jenis surat tilang tersebut tidak selalu diberikan kepada pelanggar, namun ada yang diberikan untuk pihak polisi atau pengadilan. Hal ini diberlakukan agar saat proses penentuan sidang, semua pihak masing-masing memiliki informasi bentuk pelanggaran yang sama,” ujarnya.Pada 9 Desember 2016 lahirlah PERMA Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas. Mulai saat itu, para pelanggar tidak perlu mengikuti persidangan di pengadilan. Karena hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri untuk menyidangkan perkara pelanggaran lalu lintas sudah memutus besaran denda dan biaya perkara yang harus dibayar.“Sehingga para pelanggar cukup melihat di papan pengumman besaran denda yang telah dijatuhkan oleh hakim. Selanjutnya melakukan pembayaran di kantor kejaksaan sekaligus mengambil barang buktinya,” bebernya. (EES/asp)