Cari Berita

Coreng Moreng Praktik Korupsi di Proyek Jalan Anyer-Panarukan 1808-1811

Eliyas Eko Setyo - Dandapala Contributor 2025-04-13 15:30:10
Jalan Raya Puncak Bogor 2024. Jalur ini merupakan salah satu bagian proyek jalan Anyer-Panarukan Deandels (andi/detikcom)

MASIH ingatkah pembuatan jalan Anyer-Panarukan sejauh 1.000 km pada era penjajah Belanda?Konon ceritanya banyak menelan korban dari kalangan pekerja pribumi. Betulkah?

Sebagaimana DANDAPALA kutip dari buku ‘Dua Abad Jalan Raya Pantura’ karya Endah Sri Hartatik, Minggu (13/4/2025), proyek itu adalah masa pendudukan Prancis di bawah kuasa Marsekal Herman Willem Daendels (1808-1811).  Pada 1808, Daendels datang dan mengontrol Hindia Belanda yang kini disebut Indonesia. Kala itu kedatangan Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Timur atas perintah Kaisar Napoleon Bonaparte dan Raja Belanda Louis Napoleon. 

“Sejak 1795, Prancis sudah menguasai Belanda dan juga seluruh koloninya, termasuk Hindia Belanda,” ujarnya.

Baca Juga: Akuntansi Forensik, Jurus Baru Pemberantasan Korupsi

Selama di Hindia Belanda, Daendels membuat berbagai kebijakan dan satu yang terkenal adalah proyek Jalan Raya Anyer-Batavia-Cirebon-Surabaya-Panarukan sejauh 1.000 Km. Dalam pelajaran sejarah yang selama ini kita dapat kita diajarkan bahwa pembangunan terlaksana berkat kerja rodi para pribumi. Setiap hari tiada henti, para pribumi dipaksa menguruk tanah untuk menyelesaikan jalan sejauh 1.000 Km tersebut.

Baru-baru ini beredar cerita bahwa sebenarnya Daendels memberi upah ke pekerja melalui bupati. Hanya saja, upah tersebut tak sampai ke tangan pekerja. Saat itu anggaran untuk proyek tersebut ada. Masalah dana itu diberikan kepada para pekerja tidak bisa diketahui sebab tidak ada catatan mengenai transaksi tersebut.

Saat pembangunan jalan sampai wilayah Kesultanan Cirebon, Daendels melakukan negosiasi dengan Sultan Cirebon. Selain untuk meminta izin, negosiasi ini dilakukan karena kondisi keuangan pemerintahan Belanda tidak cukup untuk membayar upah pekerja.

Baca Juga: Menyoal Praktik Amicus Curiae dan Kebijakan Mahkamah Agung

Sebagai gantinya Daendels mengumpulkan para bupati untuk diberikan kewenangan penuh dalam mengelola pekerja. Tetapi dalam pelaksanaannya, bupati malah banyak terlibat korupsi. Dalam buku tersebut mengatakan setiap pekerja seharusnya diberikan upah sebesar 10 sen setiap minggu, beserta beras dan garam. Namun upah tersebut, oleh para bupati tidak dibayarkan. Di sini lah awal mula praktik korupsi di kalangan bupati yang notabene penduduk pribumi.

"Belanda memberikan upah kepada pribumi melalui bupati. Tetapi para bupati tersebut tidak membayarkan kepada pribumi, tidak ada catatan yang menunjukkan mengenai faktur atau pembayaran upah dari bupati ke pribumi. Makanya pribumi yang bekerja banyak yang kelaparan," ujarnya. (EES/asp).

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum