Cari Berita

Di Gedung Darurat, PN Painan Terapkan Restorative Justice Dalam Kasus Ini!

Syukri Kurniawan - Dandapala Contributor 2025-10-25 10:30:44
Dok. Ist

Painan, Sumatera Barat – Di tengah kondisi kantor sementara yang masih darurat pasca renovasi gedung, Pengadilan Negeri (PN) Painan kembali membuktikan komitmennya untuk menghadirkan wajah hukum yang humanis dan memulihkan. Melalui pendekatan Restorative Justice (RJ), PN Painan berhasil memfasilitasi perdamaian dalam perkara pidana pencurian sepeda motor antara terdakwa Ronald Putra dan korban Len Susila Wati.

Perkara ini teregister dengan nomor 132/Pid.B/2025/PN Pnn. Kasus bermula pada Sabtu (20/5), ketika korban memarkirkan sepeda motor Honda Beat warna hitam di pinggir jalan dekat kebun terong di Nagari Koto VII Pelangai, Kecamatan Ranah Pesisir, Kabupaten Pesisir Selatan. Saat itu, kunci motor masih berada di saku kanan kendaraan. Melihat kondisi tersebut, terdakwa tergoda untuk menghidupkan motor dan membawanya kabur menuju Pasar Kambang, Kecamatan Lengayang.

Dalam perjalanan, terdakwa membuang kaca spion dan aksesoris kunci, kemudian menggadaikan sepeda motor tersebut kepada saksi Randi seharga Rp500 ribu. Setelah mengetahui kehilangan itu, keluarga korban melapor ke Polsek Lengayang. Berkat kerja sama cepat antara aparat kepolisian dan masyarakat, kendaraan berhasil ditemukan dan dikembalikan kepada pemiliknya dalam kondisi utuh.

Baca Juga: Keadilan di Tengah Krisis: Urgensi Pedoman Mengadili dalam Situasi Darurat

Namun di balik peristiwa itu, masih tersisa luka sosial dan penyesalan mendalam. Menyadari pentingnya pemulihan hubungan kemasyarakatan, Majelis Hakim PN Painan yang diketuai oleh Vivi Hariani Damanik dengan anggota Albima Sakti dan Cindy Nazly Monica, kemudian menginisiasi proses Restorative Justice di Ruang Sidang Utama PN Painan pada Kamis (23/10).

“Keadilan sejati bukan hanya tentang menghukum pelaku, tetapi juga bagaimana hukum mampu mengembalikan kepercayaan dan keharmonisan sosial,” ujar Ketua Majelis Hakim Vivi Hariani Damanik.

Dalam proses RJ tersebut, terdakwa menyampaikan penyesalan mendalam dan secara terbuka meminta maaf kepada korban serta keluarganya. Ia mengakui kekeliruannya, menyesali perbuatannya, dan berjanji tidak akan mengulanginya.

Sikap rendah hati terdakwa membuat korban, Len Susila Wati, tersentuh. Dengan mata berkaca-kaca, ia mengungkapkan rasa kasihan dan empati terhadap terdakwa yang masih muda dan terdesak keadaan.

“Saya sudah memaafkan. Kasihan, mungkin dia khilaf. Yang penting dia sadar dan tidak mengulangi lagi. Semoga ini jadi pelajaran bagi kita semua,” ujar korban usai proses perdamaian.

Perdamaian tersebut kemudian dituangkan dalam kesepakatan perdamaian tertulis yang ditandatangani oleh kedua pihak di hadapan Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum. Suasana haru menyelimuti ruang sidang saat keduanya berjabat tangan, menandai akhir sengketa dengan damai.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menegaskan bahwa penerapan keadilan restoratif bukan berarti menghapus pertanggungjawaban pidana, melainkan memberikan ruang bagi pemulihan sosial dan kemanusiaan. Dengan mempertimbangkan perdamaian, sikap kooperatif, dan penyesalan terdakwa, majelis menjatuhkan pidana penjara selama 5 bulan dan 15 hari kepada terdakwa.

Baca Juga: PN Painan Berhasil Terapkan RJ dalam Kasus Pencurian Mesin Kincir

“Restorative Justice adalah wajah hukum yang berhati nurani. Saat pelaku menyesal dan korban memaafkan, hukum telah bekerja bukan hanya menghukum, tapi juga menyembuhkan,” tegas Ketua Majelis Hakim Vivi Hariani Damanik.

Meski dilaksanakan di tengah keterbatasan fasilitas akibat kondisi kantor sementara yang masih darurat, keberhasilan PN Painan menerapkan Restorative Justice ini menjadi bukti nyata bahwa semangat kemanusiaan dan keadilan tidak bergantung pada gedung megah, tetapi pada niat tulus dan empati para aparat penegak hukum. IKAW/FAC

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI