SOBAT DANDAPALA tentu tidak asing dengan asas praduga tak bersalah. Tapi tahukah anda bila asas ini mulai dikenal sejak zaman Raja Babilonia?
Sebagaimana informnasi yang dihimpun DANDAPALA, Sabtu (12/4/2025), sejarah pertama asas praduga tak bersalah lahir pada zaman Raja Babilonia ke-6 yang dikenal sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Mesopotamia. Memerintah dari sekitar tahun 1792 hingga 1750 SM, ia tidak hanya mengubah wajah pemerintahan di Babilonia, tetapi juga memberikan kontribusi besar dalam pengembangan sistem hukum yang masih menjadi acuan hingga saat ini.
Dikutip Dandapala di situs Encyclopedia Britannica, Hukum Hammurabi yang berisikan 282 kasus hukum meliputi ketentuan ekonomi (harga, tarif, perdagangan, dan niaga), hukum keluarga (perkawinan dan perceraian), serta hukum pidana (penyerangan dan perncurian), dan hukum perdata (perbudakan utang). Hukum Hammurabi adalah contoh paling awal dari seorang terdakwa yang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah (asas praduga tak bersalah).
Baca Juga: Revisi KUHAP: Memperkuat Due Proces of Law
Dalam hukum ketiga Hammurabi menuliskan bahwa:
Jika seseorang mengajukan tuduhan kejahatan apa pun di hadapan para penatua atau hakim istilah zaman sekarang, dan tidak dapat membuktikan apa yang dituduhkannya, jika itu tuduhan berat, maka penuduh harus dihukum mati.
Hukum tersebut menggambarkan asas praduga tak bersalah pada masa pemerintahan Hammurabi. Di mana seseorang tidak langsung dinyatakan bersalah ketika mendapat tuduhan, melainkan tuduhan tersebut harus benar-benar dibuktikan. Dan jika penuduh yang berbohong (melakukan fitnah), maka penuduh akan mendapat hukuman. Filosofi praduga tak bersalah menekankan bahwa lebih baik membiarkan seorang yang bersalah bebas daripada menghukum yang tidak bersalah.
Kemudian asas praduga tak bersalah ini diadopsi dalam hukum Romawi kuno. Hal itu dengan bukti dokumen Inggris seperti Magna Carta pada abad ke-13. Kemudian pada abad ke-18 dan ke-19 diikuti oleh sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law). Kemudian Belanda yang pernah menjajah bangsa Indonesia membawa sistem hukum ini dan memberlakukannya di seluruh wilayah jajahannya (asas konkordasi).
Seperti dikutip DANDAPALA dari Farihan Aulia, Sholahuddin Al-Fatih ‘Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Lasw dan Islamic Law dalam Perspektif Sejarah dan Karakteristik Berpikir’ Legality, Vol.25, No.1, Maret 2017-Agustus 2017, diterangkan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Baca Juga: Yang Baru Soal Asas Legalitas Dalam KUHP Baru
Sedangkan dalam Pasal 8 ayat 1 UU Kekuasaan Kehakiman menerangkan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Itulah sekelumit sejarah singkat asas praduga tak bersalah atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan presumption of innocence yang kita kenal saat ini.(EES/asp)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum