Bireuen - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bireuen, Aceh, Rangga Lukita Desnata, menyatakan ada korelasi yang kuat antara kesejahteraan hakim dengan integritas. Namun, ada faktor lain yang juga mempengaruhi integritas.
“Kesejahteraan hakim merupakan hal yang penting dan saling berkaitan dengan integritas. Namun, faktor kesejahteraan tidak mutlak menjadi alasan bagi hakim untuk tidak menerima suap,” kata Rangga.
Hal itu disampaikan saat menjadi narasumber dalam Podcast KBR Media bertajuk ‘Jalan Terjal Wujudkan Hakim Anti-Korupsi’ yang berlangsung secara daring, Rabu (16/4/2025). Dalam kesempatan tersebut turut hadir Yudi Purnomo (mantan penyidik KPK) dan Yassar Aulia (Peneliti ICW). Menurut Rangga, masih ada faktor lain yang tak kalah penting dalam mempengaruhi sikap seorang hakim untuk menolak suap.
Baca Juga: Kasus Korupsi Tagihan Fiktif, Mantan Dua Bos Telkom Akses Dibui 7 Tahun
“Di antaranya adalah karakteristik hakim itu sendiri, lingkungan, dan supporting sistemnya. Walaupun ia tak sejahtera dari sisi finansial, tapi kalau karakternya kuat, ia akan bisa bertahan. Tapi bertahan sampai kapan, 1 tahun, 2 tahun, atau jebol di usia kerja 20 tahun,” sebut Rangga.
Lebih lanjut, ia menyoroti faktor lingkungan seorang hakim akan turut mempengaruhi dirinya dalam memutus suatu perkara. Menurutnya, lingkungan yang sehat juga akan mengontrol hakim-hakim tetap berada dalam koridor. Istri, anak, orang tua juga menjadi faktor penentu seorang Hakim bersikap tegas atau tidak ketika dihadapkan dalam kondisi yang sulit.
Senada dengan Rangga, Yudi Purnomo juga menekankan hal yang serupa. Bahwa integritas hakim adalah yang utama.
“Memang integritas adalah hal yang penting. Tidak mungkin orang yang berintegritas itu akan korup. Jangankan korup, melanggar etik saja pasti sudah terjadi suasana kebatinan yang tidak enak dalam dirinya. Bayangkan, jika hakim memutus sesuai pesanan dan mengesampingkan semua fakta persidangan,” sebutnya.
Menurut Yudi, harus dipahami bahwa lingkungan peradilan adalah lingkungan yang luas. Karenanya, Hakim yang korup harus segera ditangkap.
“Saya optimis bahwa Mahkamah Agung akan terus berbenah ke arah yang lebih baik. Namun, Hakim yang rakus-rakus seperti ini yang harus ditangkapin. Kalau nggak ditangkepin, bisa terjadi regenerasi. Pemain lama diganti, muncul pemain baru,” sebut Yudi.
Rangga menanggapinya dengan bijak atas masukan itu.
“Kami sangat memahami kekesalan masyarakat pada institusi peradilan saat ini. Namun demikian, kami tetap berharap agar Masyarakat tetap memberikan kepercayaan kepada Hakim dalam memutus perkara, walaupun mungkin hari ini berada di titik nadir,” jelas Rangga.
“Kewajiban kami para Hakim muda untuk terus mengobarkan dan melanjutkan estafet perjuangan para Hakim senior kami seperti Bismar Siregar, Artidjo Alkostar, Sunarto (KMA saat ini-red), dan hakim-hakim berintegritas lainnya,” sambung Rangga.
Hakim yang bersih dan menjaga Integritas harus juga dituntut lebih profesional dan menegakkan keadilan dengan benar.
Baca Juga: Etika Profesi Hakim dan Semiotika Ketidak-adilan
“Hakim bersih harus berani menyatakan mana yang haq mana yang bathil. Keberanian itu sangat diperlukan,” sebut Rangga.
Seperti diketahui, pada Oktober 2024 yang lalu, Presiden Jokowi pada akhir masa jabatannya, meneken PP No. 44 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung. Beleid tersebut memberikan kenaikan nominal tunjangan jabatan hakim sebesar +40 (empat puluh) persen dari yang diterima sebelumnya. (AAR/asp)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum