Cari Berita

Mengawal Masa Depan: Peran Hukum dalam Memastikan Kemajuan Teknologi yang Etis

Timothee Kencono Malye - Hakim Teluk Kuantan - Dandapala Contributor 2025-04-01 08:10:47
Timothee Kencono Malye

Dengan berkembangnya teknologi kecerdasan buatan (AI) dan bioteknologi, kita menghadapi peluang besar sekaligus dilema etis. Inovasi ini menjanjikan transformasi dalam kesehatan, pertanian, dan berbagai aspek kehidupan. Namun, juga menghadirkan risiko atas hak asasi manusia, keberlanjutan lingkungan, dan keadilan sosial. Kerangka hukum yang kuat berbasis etika manusia-sentris dan lingkungan sangat penting untuk menjawab tantangan zaman yang baru ini.

Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan teknologi sering melampaui regulasi hukum. Akibatnya, masyarakat menghadapi konsekuensi inovasi yang tidak terkendali. Potensi kerusakan lingkungan (akibat pemakaian energi yang kian tinggi seiring meningkatnya kecanggihan teknologi) dan ketidaksetaraan sosial adalah beberapa contohnya. Kini, dengan perkembangan pesat AI dan bioteknologi, taruhannya semakin tinggi. Perlindungan hukum diperlukan untuk memastikan teknologi ini menguntungkan seluruh umat manusia, bukan hanya segelintir orang beruntung yang kebetulan sudah terlanjur kaya.

Etika Manusia-sentris dalam Regulasi Teknologi

Baca Juga: Keadilan di Era Digital Nurani di Tengah Kemajuan Teknologi

Selaras dengan pendapat John Rawls, hukum jelas harus melindungi hak individu dan menegakkan keadilan sosial. Lebih lanjut, Martha Nussbaum pun menekankan pentingnya meningkatkan kapabilitas dan kesejahteraan manusia. Dengan memprioritaskan kerangka etis ini, kita dapat mengembangkan regulasi yang melindungi martabat manusia dan memperjuangkan kebaikan bersama.

Etika Lingkungan dan Dampak Teknologi

Hans Jonas pada prinsipnya menekankan kewajiban mempertimbangkan dampak jangka panjang tindakan kita terhadap generasi mendatang dan lingkungan. Prinsip ini relevan dengan regulasi AI dan bioteknologi. Lebih lanjut, Aldo Leopold pun memandang manusia sebagai anggota komunitas ekologi yang lebih luas. Pendapat-pendapat tersebut dapat membimbing pembuatan perundang-undangan yang melindungi lingkungan alam kita. Bahkan sejak zaman dahulu, perspektif spiritual dalam banyak kepercayaan animisme pun memiliki penghormatan khusus terhadap alam dan kesakralan elemen alami. Kita sebaiknya menghormati dan melindungi lingkungan sebagai entitas hidup, dan dengan demikian berusaha untuk seoptimal mungkin menyelaraskan kemajuan teknologi dengan preservasi alam semesta.

Mengatasi Ketidakadilan Sosial dalam Penggunaan Teknologi

Ada beberapa jenis teknologi yang bersifat selaras dengan semangat keadilan sosial, seperti contohnya internet. Orang yang sangat kaya kini boleh jadi menikmati hiburan yang sama dengan anggota kelas menengah pada umumnya, selama mereka sama-sama memiliki gawai. Dengan hanya bermodalkan wi-fi, anggota kelas menengah yang memiliki pendapatan minimum kabupaten sudah dapat menikmati film seri yang sama dengan yang ditonton oleh miliuner ibukota di Netflix.

Namun ada juga jenis teknologi yang boleh jadi memperbesar jurang antara si kaya dan si miskin. Misalnya terkait rekayasa genetika. Selama ini kita tahu bahwa belum tentu orang kaya secara karakter maupun kecerdasan lebih baik dari orang miskin. Namun apabila dengan rekayasa genetika si orang kaya dapat menentukan sendiri keturunan macam apa yang dia inginkan. Misalnya memiliki potensi tinggi badan, otot seperti atlet namun disertai dengan potensi kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual setara para pemimpin besar dunia. Apabila teknologi seperti CRISPR hanya dapat diakses oleh orang kaya karena harganya yang mahal, boleh jadi ketidaksetaraan genetik akan terjadi. Apabila tidak diatur dengan baik, bisa jadi di masa depan orang kaya memang akan selalu lebih baik (dalam hal bentuk fisik, karakter, dan kecerdasan) dibandingkan dengan orang miskin. Terkait hal ini, Yuval Noah Harari dalam Homo Deus memperingatkan tentang ketimpangan kekuasaan dan kekayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Kita memerlukan perundang-undangan yang memastikan akses adil terhadap kemajuan teknologi. Ini termasuk mengatur harga penggunaan CRISPR dan bioteknologi lainnya agar lebih terjangkau. Sedangkan terhadap AI, pedoman lebih ketat juga diperlukan untuk menghilangkan bias dalam pengkodean dan penerapannya.


Kerangka Hukum Indonesia dan Internasional

Mengkaji kerangka hukum yang ada penting untuk mengidentifikasi praktik terbaik dan area yang perlu diperbaiki. Perjanjian internasional seperti Konvensi Keanekaragaman Hayati dan Deklarasi Universal UNESCO tentang Bioetika dan Hak Asasi Manusia boleh jadi memberikan prinsip-prinsip dasar yang diperlukan

Di Indonesia sendiri masih diperlukan perundang-undangan yang lebih spesifik tentang masalah etika terkait dengan AI dan bioteknologi. Ada kebutuhan mendesak untuk kerangka hukum komprehensif yang mengintegrasikan etika manusia-sentris dan lingkungan dalam tata kelola teknologi.

Tujuan Akhir Inovasi

Tujuan akhir inovasi adalah meningkatkan kebahagiaan manusia dan menjawab misteri alam semesta. Berdasarkan kerangka hukum pada etika manusia-sentris dan lingkungan, serta menangani risiko sosial ekonomi dalam teknologi ini, kita memastikan manfaat dari AI dan bioteknologi dibagikan secara adil dan berkelanjutan.

Baca Juga: Hakim di Era AI: Menuju Badan Peradilan Yang Agung dan Modern Indonesia

Masa depan perkembangan teknologi ada di tangan kita. Terserah kita untuk memastikan bahwa itu dipandu oleh prinsip-prinsip yang mencerminkan standar etika tertinggi dan penghormatan terdalam kita terhadap jalinan kehidupan yang saling terkait.


Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum