Cari Berita

Implementasi Pasal 14 c KUHP dalam Putusan Mahkamah Agung

Yura P. Yudhistira (Tim Litbang Dandapala) - Dandapala Contributor 2025-06-03 14:35:17
Yura Pratama Yudhistira Dok. Ist

Beberapa tahun belakangan ini, terdapat pengarusutamaan keadilan restoratif dalam penegakan hukum. Instansi Penegak Hukum bergantian mengeluarkan Peraturan Internal yang dapat mendorong tercapainya keadilan restoratif dalam perkara pidana. Pada tahun 2020, Kepolisian RI membuat Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Satu tahun berselang, Kejaksaan RI mengatur keadilan restoratif dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Pada tahun 2024, Mahkamah Agung RI mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Namun, sesungguhnya keadilan restoratif bukan merupakan hal yang baru. Semangat keadilan restoratif sudah ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Keadilan restoratif dapat untuk diterapkan dengan merujuk Pasal 14 KUHP, khususnya Pasal 14 c KUHP.

Baca Juga: Menelisik Perbedaan Pengaturan Recidive dalam KUHP Lama dan KUHP Baru

Pasal 14 a KUHP menyatakan bahwa hakim setelah menyelidiki dengan cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan. Kemudian dalam Pasal 14 c menyatakan hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa hakim dapat menerapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek daripada masa percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tadi.

Secara rinci, pelaksanaan pidana bersyarat diatur dalam Pasal 14 d – f KUHP. Pasal 14 d mengatur tentang pengawasan putusan pidana bersyarat, dimana Hakim dapat memutus mewajibkan lembaga tertentu untuk memberi pertolongan atau bantuan kepada terpidana dalam memenuhi syarat-syarat khusus. Kemudian dalam Pasal 14 e, diatur bahwa Hakim dalam menjatuhkan pidana bersyarat memiliki kewenangan untuk mengubah syarat-syarat khusus, mengganti lembaga yang membantu dan memperpanjang masa percobaan. Kemudian dalam Pasal 14 f mengatur bahwa peringatan hakim dalam hal syarat-syarat tidak dijalankan.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pengaturan bagaimana menjalankan pidana bersyarat sangat minim. Tercatat hanya Pasal 276 KUHAP yang mengatur hal tersebut dimana dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat, maka pelaksanaannya dilakukan dengan pengawasan serta pengamatan yang sungguh-sungguh dan menurut ketentuan undang-undang.

Dalam catatan Institute for Criminal Justice Reform, pada bukunya Panduan Memahami Pidana Bersyarat dalam KUHP: Pedoman Bagi Penegak Hukum, menyatakan bahwa Hoge Raad (Mahkamah Agung Negara Belanda) dalam putusannya tanggal 15 Maret 1926 memberikan pertimbangan bahwa, suatu syarat khusus mengenai tingkah laku terhukum itu, haruslah menyangkut tingkah lakunya, baik di rumah maupun di dalam pergaulan bermasyarakat ataupun menyangkut cara hidupnya. Namun, ketentuan tersebut memang tidak dijelaskan dengan ketat dengan harapan dapat berkembang melalui yurisprudensi.

Dalam buku yang sama juga menyebutkan bahwa jika merujuk pada KUHP Belanda, syarat-syarat khusus yang dapat dijatuhkan sudah jauh berkembang. Berdasarkan Pasal 14c ayat (2) KUHP Belanda, sudah terdapat 14 syarat yaitu:

1) Pembayaran seluruh atau sebagian kerugian atau kehilangan akibat dari suatu tindak pidana;

2) Perbaikan seluruh atau sebagai kerusakan akibat suatu tindak pidana;

3) Pembayaran sejumlah nilai uang tertentu sebagai jaminan keamanan ditentukan oleh hakim setinggi-tingginya sejumlah selisih antara maksimum pidana denda yang dapat dijatuhkan berkenaan dengan delik yang bersangkutan dengan denda yang nyata dijatuhkan;

4) Pembayaran sejumlah nilai uang tertentu yang ditentukan oleh hakim kepada Criminal Injuries Compensation Fund (Schade-fonds Geweldsmisdrijven)—organisasi yang bertujuan untuk mendampingi dan mengadvokasikan kepentingan korban dalam tindak pidana, jumlah uang yang dibayarkan tidak lebih dari maksimum denda yang diatur;

5) Larangan berinteraksi secara langsung dengan orang atau organisasi tertentu;

6) Larangan untuk berada di lokasi tertentu;

7) Kewajiban untuk hadir pada waktu tertentu di tempat tertentu pada periode tertentu;

8) Kewajiban melapor pada waktu tertentu pada organisasi tertentu;

9) Larangan menggunakan narkotika/alkohol, dan kewajiban untuk bekerja sama untuk tes urine/ tes darah untuk kepatuhan bagi larangan tersebut;

10) Penempatan pada fasilitas kesehatan;

11) Kewajiban untuk menjalani pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan atau fasilitas lainnya;

12) Penempatan pada institusi/akomodasi sosial tertentu;

13) Keikutsertaan pada intervensi perubahan perilaku; atau

14) Kondisi lain bergantung pada perbuatan pelaku.

Kemudian Prof. Muladi dalam bukunya Lembaga Pidana Bersyarat, memberikan persyaratan tambahan untuk dapat dijatuhkannya pidana bersyarat terhadap pelaku tindak pidana yang terbukti berbuat tindak pidana, antara lain:

a) Sebelum melakukan tindak pidana itu, terdakwa belum pernah melakukan tindak pidana lain dan selalu taat pada hukum yang berlaku;

b) Terdakwa masih sangat muda (12-18 tahun);

c) Tindak pidana yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian yang terlalu besar;

d) Terdakwa tidak menduga, bahwa tindak pidana yang dilakukannya akan menimbulkan kerugian yang besar;

e) Terdakwa melakukan tindak pidana disebabkan adanya hasutan orang lain yang dilakukan dengan intensitas yang besar;

f) Terdapat alasan-alasan yang cukup kuat, yang cenderung untuk dapat dijadikan dasar memaafkan perbuatannya;

g) Korban tindak pidana mendorong terjadinya tindak pidana tersebut;

h) Terdakwa telah membayar ganti rugi atau akan membayar ganti rugi kepada si korban atas kerugian-kerugian atau penderitaan-penderitaan akibat perbuatannya;

i) Tindak pidana tersebut merupakan akibat dari keadaan-keadaan yang tidak mungkin terulang lagi;

j) Kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan tindak pidana yang lain.

Menurut catatan Institute for Criminal Justice Reform dalam buku Peluang dan Tantangan Penerapan Restorative Justice dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Pidana Bersyarat dengan masa Percobaan (Pasal 14a dan 14c KUHP) mengalami tantangan dalam implementasinya, yaitu: (1) aturan pelaksana belum tersedia, (2) pemahaman APH belum seragam, (3) anggapan menilai kerugian korban sebagai beban kerja dan (4) persoalan koordinasi antar institusi. Dari segi hakim, kesulitan menerapkan keadilan restoratif adalah tidak adanya tata cara pelaksanaan perdamaian dalam tindak pidana. Kendala lainnya adalah hakim-hakim yang tidak updated terhadap kebijakan mengenai keadilan restoratif. Hakim juga mengalami kebingungan dimana dalam menerapkan hukum acara hakim harus memedomani KUHAP yang belum mengenal pendekatan restorative justice.

Namun demikian, penelusuran DANDAPALA menemukan beberapa putusan Mahkamah Agung yang memberikan pertimbangan mengenai implementasi Pasal 14 c KUHP.

Putusan pertama adalah Putusan Nomor 915 K/PID.SUS/2014. Dalam putusan tersebut, Majelis Kasasi menguatkan pidana bersyarat khusus yang dijatuhkan oleh Majelis Pengadilan Negeri Gorontalo. Mahkamah Agung membuat pertimbangan sebagai berikut:

Bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan, karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP;

Bahwa putusan Pengadilan Negeri Gorontalo pada tanggal 10 November 2012 dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Gorontalo pada tanggal 11 April 2013, telah memutus perkara a quo bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 49 huruf a jo. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;

Bahwa Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, dan telah benar dalam mengadili perkara tersebut, serta tidak melampaui batas kewenangan yang ada padanya;

Bahwa Judex Facti telah mempertimbangkan perkara a quo dengan seksama dan tepat, dan telah pula mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan hal-hal meringankan sesuai Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP, sehingga permintaan Penuntut Umum agar Terdakwa dijatuhi pidana lebih berat, yaitu 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan tidak dapat dikabulkan, karena berat ringannya pidana yang dijatuhkan adalah kewenangan Judex Facti;

Bahwa meskipun demikian, membaca fakta hukum yang ditarik dari pemeriksaan persidangan, bahwa benar Terdakwa telah menikahi saksi xxx di KUA (Kantor Urusan Agama), Kelurahan Dulalowo, Kecamatan Kota Tengah, Kota Gorontalo, dan telah mendapat Kutipan Akta Nikah Nomor 182/13/XII/2008 pada bulan November 2008, dan Terdakwa telah meninggalkan istrinya serta tidak tinggal serumah, karena dengan alasan ke tempat kerja di Pohuwalo, hingga istri Terdakwa melahirkan seorang anak perempuan bernama xxx yang saat sekarang telah berumur 3 (tiga) tahun, Terdakwa tidak memberi nafkah lahir batin, pemeliharaan serta kebutuhan istri dan anaknya;

Bahwa saksi-saksi yang diajukan di persidangan menguatkan kesimpulan dalam pertimbangan Judex Facti, sehingga pertimbangan Judex Facti dapat diterima;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak;

Menimbang, bahwa namun demikian, putusan a quo perlu diperbaiki dengan menambahkan syarat khusus, yaitu keharusan Terdakwa membiayai hidup istri dan anaknya dengan gajinya sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah) perbulan selama waktu sebagaimana disebutkan dalam amar putusan dengan menyerahkan bukti berupa kuitansi, dan jika Terdakwa tidak memenuhi syarat khusus tersebut, maka Terdakwa harus menjalani pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penuntut Umum ditolak dengan perbaikan dan terhadap Terdakwa dijatuhi pidana, maka biaya perkara pada tingkat kasasi ini dibebankan kepada Terdakwa;

Memperhatikan Pasal 49 huruf a jo. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Pasal 14a jo. Pasal 14c KUHP, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;

MENGADILI,

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Gorontalo tersebut;

Memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi Gorontalo Nomor 05/PID/ 2013/PT.GTLO. tanggal 11 April 2013, yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor 117/PID.B/2012/PN.Gtlo. tanggal 10 Desember 2012 tersebut, sekedar mengenai penjatuhan pidananya, sehingga selengkapnya sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa MUSLIMIN Alias MUSLIMIN Bin MASSI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya”;

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan;

3. Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain, karena Terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 (satu) tahun berakhir dan Terpidana tidak memenuhi syarat khusus berupa memberi kepada istri dan anaknya uang sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah) tiap bulan selama 1 (satu) tahun dengan menyerahkan bukti berupa kuitansi;

4. Menetapkan barang bukti berupa: 1 (satu) buah Buku Kutipan Akta Nikah milik sdri. Xxx dengan Sdra. Muslimin yang menikah pada tanggal 22 November 2008 dengan Nomor Kutipan Akta Nikah: 184/13/XII/2008, tanggal 23 Desember 2008 yang ditandatangani Kepala KUA Kecamatan Kota Tengah Drs. H. Arifin Adam Nip. 150302586, dikembalikan kepada yang berhak melalui saksi xxx;

5. Membebankan kepada Terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi ini sebesar Rp2.500,00 (dua ribu lima ratus Rupiah);

Putusan kedua adalah Putusan Nomor 1238 K/Pid/2005. Dalam putusan tersebut, Majelis Hakim menganulir putusan bebas kepada Terdakwa. Namun demikian dalam menjatuhkan pidana, Majelis Hakim Agung tetap memandang bahwa pemidanaan bukanlah sebagai tindakan balas dendam dan merupakan tindakan pembinaan maupun penjeraan sehingga menjatuhkan pidana bersyarat. Mahkamah Agung memberikan pertimbangan sebagai berikut:

Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, karena apa yang dilakukan Terdakwa dengan menempati rumah tersebut tanpa adanya ijin dari pemiliknya dalam hal ini Gereja GPIB ” Bethel ” Bandung, sedangkan yang memiliki ijin untuk menempati rumah tersebut adalah orang tua Terdakwa dan sebagai rumah dinas yang terakhir pada tahun 1995, dengan demikian penghunian rumah yang dilakukan dengan sengaja oleh Terdakwa sedang ia tahu ijin penghunian telah berakhir, hal ini telah menunjukkan unsur kedua dari pasal 36 ayat (4) jo. Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No.4 Tahun 1992 telah terpenuhi ;

Bahwa selain itu apa yang dilakukan oleh Terdakwa dalam menempati dan menguasai tanah berikut bangunan di atasnya yang terletak di Jalan Cipaganti No.43 Kota Bandung, tindakan Terdakwa yang menghalang-halangi petugas BPN untuk melakukan pengukuran atas tanah berikut bangunan yang ditempatinya dengan menunjukkan sikap yang kasar disertai ucapan kata-kata yang keras telah menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan Terdakwa oleh karenanya unsur-unsur dalam dakwaan Kedua pun telah terbukti ;

Menimbang, bahwa pemidanaan bukanlah sebagai tindakan balas dendam dan merupakan tindakan pembinaan maupun penjeraan, dan berdasarkan ketentuan Pasal 14 c KUHP Majelis menganggap layak atas diri Terdakwa diberikan syarat-syarat khusus untuk segera meninggalkan lokasi yang dihuninya dalam jangka waktu yang akan ditentukan dalam amar putusan ini ;

M E N G A D I L I :

Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : JAKSA/- PENUNTUT UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI BANDUNG tersebut ;

Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung No.88/Pid.B/2005/- PN.Bdg. tanggal 19 April 2005 ;

MENGADILI  SENDIRI :

1. Menyatakan Terdakwa Izaak Markus Armelius Paliama bin Marthin Ernst Paliama tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ” Menghuni rumah yang bukan miliknya tanpa persetujuan atau ijin pemilik dan melakukan perbuatan tidak menyenangkan ” ;

2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama : 4 (empat) bulan ;

3. Menetapkan bahwa hukuman tersebut tidak perlu dijalani, kecuali dikemudian hari ada perintah lain dengan keputusan Hakim, oleh karena Terpidana sebelum lewat masa percobaan 6 (enam) bulan telah melakukan perbuatan yang dapat dihukum, dengan syarat khusus dalam

3 (tiga) bulan meninggalkan rumah yang bersangkutan ;

4. Menyatakan barang bukti berupa :

– 1 (satu) buku photo copy Sertifikat HGB No.809/Kec. Sukajadi GS No.204/1937 atas tanah seluas 1.323 di Jl. Cipaganti No.43 Bdg, atas nama Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat di Bandung ;

– 1 (satu) photo copy Surat Keputusan Kepala Kantor BPN Bandung No.550.2/60/HGB/KP/2004 tertanggal 22 Juli 2004 atas nama Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat di Bandung ;

– 1 (satu) lembar photo copy kwitansi No.781/2004 tertanggal 23 Juli 2004 senilai Rp. 26.332.000,- (dua puluh enam juta tiga ratus tiga puluh dua ribu rupiah) atas nama Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat di Bandung;

– 1 (satu) lembar photo copy bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2004 atas nama GPIB Drs. Max Mongkol/Theol ;

– 1 (satu) lembar photo copy Surat Pernyataan tertanggal 10 Januari 1969 atas nama Pendeta Paliama ;

– 1 (satu) lembar photo copy surat Permohonan Pengosongan sebuah rumah Dinas Pendeta No.371/K/P/72 tertanggal 31 Mei 1972 atas nama Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat ;

– 1 (satu) lembar photo copy Surat Kepada Komandan Pangkalan Angkatan Udara Husein Sastranegara Bandung No.21/K/64 tentang Perumahan Pendeta Jemaat GPIB Bandung ;

– 1 (satu) photo copy surat permohonan bantuan pada Majelis Sinode GPIB Jakarta No.117/K/P/72 tanggal 19 Februari 1992 ;

– 1 (satu) buku foto copy Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor : 281 sebagai pembaharuan dari Sertifikat Hak Guna Bangunan No.809/Sukajadi Surat Ukur No.294/Pasteur/2004 tertanggal 22 Februari 2005, luas 1.323 M2, nama pemegang Hak, Protestan di Indonesia Bagian Barat Badan Hukum Indonesia Berkedudukan di Bandung tertanggal 24 Februari 2005 ;

Tetap terlampir dalam berkas perkara ;

Menghukum Terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan dan dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah);

Putusan ketiga adalah Putusan Nomor 819K/Pid/2013. Majelis Hakim Agung dalam perkara ini memperkuat Surat Perdamaian antara korban dan Terdakwa yang pada pokoknya mengatur mengenai cicilan ganti rugi. Mahkamah Agung memberikan pertimbangan sebagai berikut:

Bahwa alasan-alasan kasasi Terdakwa tidak dapat dibenarkan, oleh karena judex facti tidak salah menerapkan hukum, pertimbangan hukumnya sudah tepat sehingga dapat membuktikan Terdakwa melakukan tindak pidana “Penipuan“ sesuai Pasal 378 KUHP karena terbukti Terdakwa pada medio Agustus 2010 dan September 2011 bertempat di Toko Emas Purnama milik saksi Faujiah di Kelurahan Banjar Bali, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, telah membeli beberapa perhiasan berupa gelang, cincin, kalung/ rantai dan anting yang seluruhnya seharga Rp146.000.000,00 (seratus empat puluh enam juta rupiah) dengan memberi jaminan 4 Cek atas nama Ni Putu Eka Widanti dengan Nomor masing-masing : No.CI774346, No. 758024, No. CN 623814 dan No. CN623817 serta 1 (satu) lembar Bilyet Giro atas nama Terdakwa dengan No. GEW 945181, dimana pada saat menyerahkan Cek-Cek dan BG sebagai jaminan tersebut Terdakwa menyatakan memberitahukan jika semua Cek dan BG in casu semuanya ada dananya, sehingga saksi Faujiah tergerak hatinya untuk menyerahkan barang/perhiasan kepada Terdakwa. Bahwa pada kenyataannya setelah beberapa Cek dan BG tersebut dicairkan oleh saksi Faujiah oleh pihak Bank Indonesia tidak dapat mencairkan karena dananya tidak ada (kosong);

Bahwa dari uraian tersebut telah ternyatalah tindakan Terdakwa telah memenuhi unsur-unsur Penipuan sebagaimana tersebut dalam dakwaan alternatif Pertama sesuai Pasal 378 KUHP.

Menimbang, bahwa namun demikian putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No. 58/PID/2012/PT.DPS tanggal 30 Januari 2013 yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Singaraja tanggal 26 Juli 2012 Nomor : 97/Pid.B/2012/PN.Sgr. harus diperbaiki sekedar mengenai pidana, dengan pertimbangan sebagai berikut :

• Bahwa oleh karena dalam kasus a quo telah dibuatkan Surat Kesepakatan Perdamaian pada bulan Juli 2011 antara Terdakwa dengan saksi korban Faujiah tentang penyelesaian in casu secara kekeluargaan dengan pembayaran secara mencicil setiap bulannya maka kiranya masalah tersebut dapat diselesaikan dengan memberikan hak dan kewajiban secara seimbang antara Terdakwa dengan saksi korban (Faujiah) berupa sistim pembayaran yang ditetapkan yang harus dilaksanakan oleh Terdakwa, sehingga tidak merugikan pihak korban (saksi Faujiah) dengan cara-cara sebagaimana tersebut dalam amar putusan di bawah ini;

M E N G A D I L I

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/Terdakwa : KADEK RENTIASIH ALIAS DEK REN tersebut ;

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : JAKSA/PENUNTUT UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI SINGARAJA tersebut;

Memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No. 58/PID/2012/PT.DPS tanggal 30 Januari 2013 yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Singaraja tanggal 26 Juli 2012 Nomor : 97/Pid.B/2012/PN.Sgr. sekedar mengenai pidana penjara sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

• Menyatakan Terdakwa KADEK RENTIASIH alias DEK REN telah terbukti se- cara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PENIPUAN“ ;

– Menghukum Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dengan masa percobaan selama 8 (delapan) bulan dengan syarat khusus hutang Terdakwa diselesaikan dalam 4 (empat) kali pembayaran sampai dengan batas waktu masa percobaan selesai;

– Menetapkan bahwa pidana itu tidak perlu dijalani, kecuali apabila di kemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim karena Terdakwa dipersalahkan melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan sebelum masa percobaan 8 (delapan) bulan berakhir dengan syarat khusus hutang Terdakwa diselesaikan dalam waktu 4 (empat) kali pembayaran sampai dengan batas waktu masa percobaan selesai;

– Menetapkan barang bukti berupa :

• 4 (empat) lembar Cek BCA masing-masing ;

• 1 (satu) lembar Cek Nomor : FG 774346 tanggal 12 Oktober 2010, dengan nilai nominal Rp40.000.000,00 ;

• 1 (satu) lembar Cek Nomor : CM 758024 tanggal 24 Oktober 2010 dengan nilai nominal Rp15.822.000,00 ;

• 1 (satu) lembar Cek Nomor : CN 623817 tanggal 18 November 2010 dengan nilai nominal Rp25.000.000,00;

• 1 (satu) lembar Cek Nomor : CN 623817 tanggal 18 November 2010 dengan nilai nominal Rp27.340.000,00;

• 1 (satu) lembar BG Nomor : GEW 945181 tanggal 13 Oktober 2010, dengan nilai nominal Rp38.000.000,00 ;

Dirampas untuk dimusnahkan ;

• 1 (satu) lembar surat keterangan penolakan tanggal 13 Oktober 2010 ;

• 1 (satu) lembar surat keterangan penolakan tanggal 14 April 2011 ;

Tetap terlampir dalam berkas perkara ;

• 1 (satu) lembar Nota Jaminan 00021 tanggal 28 Agustus 2010 ;

• 1 (satu) lembar Nota Jaminan 00022 tanggal 28 Agustus 2010 ;

• 1 (satu) lembar Nota Jaminan 00023 tanggal 29 Agustus 2010 ;

• 1 (satu) lembar Nota Jaminan 00024 tanggal 29 Agustus 2010 ;

• 1 (satu) lembar Nota Jaminan 00025 tanggal 29 Agustus 2010 ;

• 1 (satu) lembar Nota Jaminan 00026 tanggal 29 Agustus 2010 ;

• 1 (satu) lembar Nota Jaminan 00027 tanggal 29 Agustus 2010 ;

• 1 (satu) lembar Nota Jaminan 00028 tanggal 6 September 2010;

• 1 (satu) lembar Nota Jaminan 00029 tanggal 17 September 2010 ;

• 1 (satu) lembar Nota Jaminan 00030 tanggal 17 September 2010 ;

• 1 (satu) lembar Nota Jaminan 00033 tanggal 18 September 2010 ;

Dikembalikan kepada saksi Faujiah ;

Membebankan Terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah);

Putusan keempat adalah Putusan Nomor 954 K/PID.SUS/2013. Dalam putusan ini, Mahkamah Agung “menambahkan” amar mengenai pidana bersyarat dengan syarat khusus untuk melengkapi pidana bersyarat dengan pidana umum yang telah dijatuhkan oleh judex factie. Mahkamah Agung memberikan pertimbangan sebagai berikut:

Alasan-alasan kasasi Jaksa Penuntut Umum dapat dibenarkan, Judex Facti salah menerapkan hukum dalam hal menjatuhkan hukuman penjara selama 3 (tiga) bulan dengan masa percobaan 5 (lima) bulan dengan alasan :

a. Judex Facti dalam hal menjatuhkan pidana penjara selama 3 bulan dengan masa percobaan 5 bulan tidak didasarkan pada alasan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 a ayat (1) jo ayat (4) KUHPidana. Judex Facti tidak mempertimbangkan syarat khusus dan syarat umum yang harus dipenuhi dan sejauh mana pengawasan terhadap hal itu. Kecuali Judex Facti sudah berkeyakinan akan dapat dilakukan dengan baik maka barulah Judex Facti dapat menjatuhkan pidana penjara dengan masa percobaan. Namun dalam perkara a quo, Judex Facti tidak mempertimbangkannya;

b. Bahwa Judex Facti yang telah mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan Terdakwa, itupun hanya sumir, belum cukup dan memenuhi syarat untuk menjatuhkan pidana penjara dengan masa percobaan, tanpa mempertimbangkan hal-hal sebagaimana disebutkan di atas;

c. Sehubungan dengan hal tersebut, berhubung karena saksi korban tidak mau lagi berdamai dan tentunya akan bercerai dengan Terdakwa maka langkah yang terbaik bagi Terdakwa dan korban adalah tetap menjatuhkan pidana penjara dengan masa percobaan akan tetapi majelis akan mempertimbangkan ketentuan Pasal 14 a ayat (1) jo. Ayat (4) jo. Pasal 14 a ayat (1) KUHPidana dengan menetapkan syarat khusus bagi Terdakwa berupa kewajiban untuk membayar kerugian materiil dan immaterial yang akan ditentukan dalam amar putusan, yang diderita korban selain syarat Terdakwa tidak boleh melakukan tindakan yang bertentangan dengan peraturan pidana yang berlaku dalam jangka waktu tertentu;

d. Alasan lain mengapa tidak perlu dijatuhi pidana penjara segera masuk, karena berdasarkan fakta Terdakwa melakukan perbuatan a quo bukan didorong untuk melakukan kekerasan fisik terhadap korban melainkan suatu bentuk pembinaan yang berlebihan. Bahwa siapa laki-laki yang membiarkan istrinya kembali larut malam tanpa izin suami selama 1 minggu, bukankah hal ini justru merusak nama baik keluarga dan dapat menimbulkan fitnah bahwa istri Terdakwa bermain serong diluar rumah ?

e. Berdasarkan alasan tersebut, Terdakwa tetap dijatuhi pidana penjara dengan masa percobaan namun terdapat syarat khusus yang harus dipenuhi Terdakwa;

M E N G A D I L I :

Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Binjai tersebut ;

Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan No.317/PID/2012/PT-MDN tanggal 05 Juli 2012;

M E N G A D I L I   S E N D I R I :

1. Menyatakan Terdakwa Walson Damanik tersebut, terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah Melakukan Tindak Pidana “Melakukan Kekerasan Phisik Dalam Lingkup Rumah Tangga.”

2. Menjatuhkan Pidana terhadap Terdakwa oleh karenanya dengan Pidana Penjara selama 3 (tiga) bulan, dengan ketentuan bahwa hukuman tersebut tidak perlu dijalani, kecuali dikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain karena Terdakwa melakukan perbuatan pidana sebelum selesai menjalani percobaan selama 6 (enam) bulan, dengan syarat khusus yaitu membayar uang ganti rugi biaya pengobatan kepada saksi korban Leni Marlina Br Sitanggang sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);

3. Menetapkan barang bukti berupa sebelah sandal merek Pakalolo dirampas untuk dimusnahkan;

4. Membebankan Termohon Kasasi/Terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan dan dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp2.500,00 ( dua ribu lima ratus rupiah ) ;

Putusan kelima adalah putusan nomor 3903 K/Pid.Sus/2022. Dalam putusan ini, Mahkamah Agung menguatkan pidana bersyarat umum dan khusus, dimana Terdakwa sebagai suami dihukum untuk membiayai istrinya. Mahkamah Agung memberikan pertimbangan sebagai berikut:

- Bahwa alasan kasasi Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan, putusan judex facti/Pengadilan Tinggi Medan yang menguatkan putusan judex facti/Pengadilan Negeri Sibolga telah tepat dan tidak salah menerapkan hukum karena telah cukup mempertimbangkan fakta hukum yang relevan secara yuridis beserta alat pembuktian yang menjadi dasar penentuan kesalahan Terdakwa;

- Bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap di muka sidang yaitu Terdakwa telah pergi meninggalkan isterinya dan 2 (dua) orang anak yang bernama xxx berumur 10 (sepuluh) tahun dan xxx berumur 8 (delapan) tahun dan Terdakwa tidak pernah menghubungi anak-anaknya sejak Terdakwa pergi dari rumah sejak bulan Agustus 2019 serta Terdakwa tidak pernah memberikan uang belanja sejak pergi meninggalkan isteri dan anak-anaknya tersebut;

- Bahwa perbuatan Terdakwa sedemikian rupa telah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;

- Bahwa selain itu alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan karena mengenai berat ringannya pidana yang dijatuhkan. Hal tersebut menjadi kewenangan judex facti yang tidak tunduk pada pemeriksaan tingkat kasasi. Judex facti telah memberikan pertimbangan yang cukup tentang keadaan yang memberatkan dan meringankan Terdakwa sesuai Pasal 197 Ayat (1) huruf f KUHAP;

Baca Juga: Femisida Dalam Kerangka Hukum Indonesia

Dari kelima pertimbangan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan. Keadaan korban dan kebutuhan korban termasuk di dalamnya pemulihan hak korban merupakan hal yang penting dalam menjatuhkan pidana bersyarat dengan syarat khusus. Hal yang juga menarik adalah dalam putusan Mahkamah Agung juga membuka peluang pidana bersyarat meskipun tidak tercapai perdamaian, selama pemulihan hak korban diperhatikan oleh Majelis Hakim yang akan menjatuhkan putusan. Kesimpulan lainnya adalah Majelis Hakim dapat mempertimbangkan bentuk perdamaian dan mekanisme pembayaran ganti rugi sebagai dasar untuk menjatuhkan amar pidana bersyarat dengan ketentuan khusus. Hal ini dilakukan agar terdapat konsekuensi pidana, dalam hal Terdakwa tidak membayar ganti rugi yang telah disepakati. (wi)


Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI