Dalam penegakan hukum lingkungan hidup, khususnya terkait pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), asas tanggung jawab mutlak (strict liability) dan pencegahan menjadi landasan utama.
Salah satu prinsip penting dalam pertanggungjawaban pidana lingkungan adalah bahwa perbuatan melanggar hukum yang telah terjadi tidak dapat dihapuskan hanya karena pelaku kemudian memperbaiki kondisi lingkungan setelah peristiwa pidana terjadi. Hal ini ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3700 K/Pid.Sus-LH/2022, yang menjadi dasar kaidah hukum berikut.
Kasus Posisi
Baca Juga: Terbukti Hasilkan Limbah B3, PT. Natatex Prima Didenda Rp 2 Miliar
Kasus ini
melibatkan PT. Nickcrome Indojaya, perusahaan yang bergerak di bidang jasa
plating (penyepuhan logam), yang diduga melakukan dumping limbah B3
tanpa izin. Pada 23 Juli 2019, tim
gabungan melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan menemukan sekitar 50 karung
sludge limbah B3 ditempatkan di lorong dekat area pengendapan IPAL, beralaskan
tanah dan batu krikil, serta terpapar langsung sinar matahari, tanpa pengemasan
atau pelabelan yang sesuai standar.
Terdakwa didakwa
dengan dakwaan dakwaan alternatif yaitu Kesatu melanggar Pasal 104 juncto
Pasal 116 ayat (1) huruf a juncto Pasal 118 juncto Pasal 119
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup; atau, Kedua melanggar Pasal 102 juncto Pasal 116 ayat (1)
huruf a juncto Pasal 118 juncto Pasal 119 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Selanjutnya, atas
dakwaan tersebut di atas, Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan yaitu:
- Menyatakan Terdakwa PT. Nickcrome Indojaya yang diwakili oleh Bambang
Trinanto Setiawan alias Bambang TS selaku Direktur PT. Nickcrome Indojaya
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dumping limbah
sebagaimana Pasal 104 juncto Pasal 116 ayat (1) huruf a juncto Pasal 118 juncto
Pasal 119 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam dakwaan kedua;
- Menjatuhkan pidana denda terhadap Terdakwa PT. Nickcrome Indojaya yang
diwakili Bambang Trinanto Setiawan alias Bambang TS selaku Direktur PT.
Nickcrome Indojaya dengan pidana denda Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta
rupiah), dengan ketentuan apabila dalam waktu 1 (satu) bulan tidak dapat
membayar denda diganti dengan perampasan harta/asset milik PT. Nickcrome
Indojaya untuk dijual/lelang, sesuai ketentuan perundang-undangan untuk
membayar jumlah dimaksud, pidana tambahan berupa pembersihan (clean-up)
area PT. Nickcrome Indojaya dari limba B3 dan menyerahkan kepada pihak ketiga
yang berizin;
Putusan
Pengadilan Negeri
Dalam putusan tingkat pertamanya yang dibacakan pada 27 Mei 2021 Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan putusan Nomor 939/Pid.B/LH/2020/PN Bdg yang menyatakan bahwa terdakwa PT. Nickcrome Indojaya dibebaskan dari dakwaan penuntut umum, karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan. Majelis Hakim judex facti dalam amar putusannya menyatakan, untuk memulihkan hak-hak terdakwa dalam kedudukan, harkat dan martabatnya.
Putusan Mahkamah
Agung
Majelis Kasasi yang dipimpin oleh H. Suhadi sebagai Ketua Majelis, Soesilo, dan Suharto, menyatakan menerima permohonan kasasi dari Penuntut Umum dan membatalkan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 939/Pid.B/LH/2020/PN Bdg tanggal 27 Mei 2021 tersebut, majelis kasasi juga menyatakan bahwa Terdakwa PT. NICKCROME INDOJAYA terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin dan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana denda sebesar Rp400 juta rupiah dan jika Terpidana tidak membayar denda paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar pidana denda tersebut.
Pertimbangan
Hukum Mahkamah Agung
Terdakwa PT.
Nickcrome Indojaya, yang diwakili oleh Bambang Trinanto Setiawan alias Bambang
TS, menjalankan usaha di bidang jasa plating (penyepuhan) atau pelapisan logam
dengan metode zinc plating. Dalam proses produksinya, perusahaan tersebut
menghasilkan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Fakta di persidangan
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut terbukti melakukan dumping limbah B3
berupa sludge atau lumpur sisa endapan dari Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL), yang dikemas dalam sekitar 50 karung berwarna putih masing-masing
dengan berat antara 20 hingga 25 kg. Limbah tersebut ditempatkan di lorong
dekat area pengendapan IPAL yang beralaskan tanah dan batu krikil, terpapar
langsung sinar matahari untuk dikeringkan atau ditiriskan, serta dikemas dalam
karung plastik tanpa dilengkapi label sebagaimana diwajibkan.
Berdasarkan
keterangan ahli limbah B3, yaitu Ukandar, S.Si., M.T., Ph.D.—seorang dosen dari
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB)—dalam
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Ahli pada poin ke-17, hasil uji laboratorium
menunjukkan bahwa konsentrasi logam seng dalam sampel sludge tersebut melebihi
baku mutu yang ditetapkan dalam uji TCLP-A sebagaimana diatur dalam Lampiran
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun. Dengan demikian, limbah tersebut secara hukum
terklasifikasi sebagai limbah B3 Kategori 1 berdasarkan karakteristik
toksisitasnya.
Meskipun demikian,
dalam putusannya, judex facti (hakim tingkat pertama) membebaskan
Terdakwa dari seluruh dakwaan Penuntut Umum. Pertimbangan tersebut didasarkan
pada hasil pemeriksaan setempat yang dilakukan pada tanggal 19 Januari 2021, di
mana kondisi lokasi telah berubah secara signifikan: sludge yang diperiksa saat
itu ditempatkan di lorong tertutup, tidak terpapar sinar matahari, dan berada
di atas lantai semen yang telah dilengkapi sistem drainase dengan kemiringan
tertentu sehingga air tirisan mengalir melalui pipa menuju bak penampungan
IPAL. Hakim berpendapat bahwa kondisi tersebut menunjukkan bahwa limbah masih
berada dalam area pengelolaan IPAL dan tidak memenuhi unsur “menempatkan”
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Baca Juga: MA Lipatgandakan Hukuman Direktur Perusahaan Sawit di Kasus Lingkungan
Namun demikian, perlu
dicatat bahwa terdapat selisih waktu yang cukup signifikan antara saat kejadian
tindak pidana yaitu pada tanggal 23 Juli 2019 ketika Tim Gabungan melakukan
inspeksi mendadak (sidak) dengan saat pemeriksaan lapangan oleh judex
facti pada Januari 2021. Pada saat sidak, sebagaimana diungkapkan oleh
saksi Boby Yulianda Saputra dan saksi Darmawan Sugiarto, limbah B3 tersebut
memang ditempatkan di area terbuka yang beralaskan tanah dan kerikil, tanpa
pelindung dari sinar matahari, serta tanpa labelisasi yang memadai. Perubahan
kondisi lokasi yang terjadi setelah kejadian meskipun dapat dianggap sebagai
upaya perbaikan tidak serta merta menghapus pertanggungjawaban pidana Terdakwa
atas perbuatan yang telah dilakukan pada masa lalu. Perbaikan tersebut paling
jauh hanya dapat dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan, bukan sebagai
alasan pembebasan dari pertanggungjawaban hukum.
Dengan demikian, Terdakwa PT. Nickcrome Indojaya secara yuridis tetap terbukti melakukan tindak pidana lingkungan hidup berupa dumping limbah B3 ke media lingkungan tanpa izin yang sah. Oleh karenanya, Terdakwa patut dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (asn)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI