Cari Berita

Perdebatan Yamin VS Soepomo: Cikal Bakal Lahirnya Judicial Review

Raja Bonar Wansi Siregar - Dandapala Contributor 2025-03-30 09:30:57
Saat Sidang BPUPKI Sedang Berlangsung

Judicial review merupakan suatu bentuk pengujian peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh lembaga peradilan. Judicial review juga sering dikenal dengan hak uji materi. Jika kita mengingat kembali, dalam sejarahnya praktik pengujian undang-undang bermula di Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat saat dipimpin William Paterson dalam kasus Danil Lawrence Hylton melawan Pemerintah Amerika Serikat tahun 1796. Dalam kasus ini, MA menolak permohonan pengujian undang-undang Pajak atas Gerbong Kereta Api 1794 yang diajukan oleh Hylton dan menyatakan bahwa undang-undang tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi, sehingga tindakan kongres dipandang konstitusional. Itu berarti bahwa MA telah melakukan pengujian undang-undang secara nyata meskipun putusannya tidak membatalkan undang-undang tersebut. 


Praktik pengujian undang-undang tersebut pun berlanjut saat MA Amerika Serikat dipimpin oleh John Marshall, dalam kasus Marbury melawan Madison tahun 1803, kendati saat itu Konstitusi Amerika Serikat tidak mengatur pemberian kewenangan untuk melakukan  judicial review  kepada MA, tetapi dengan menafsirkan sumpah jabatan yang mengharuskan untuk senantiasa menegakkan konstitusi, John Marshall menganggap MA berwenang untuk menyatakan suatu undang-undang bertentangan dengan konstitusi. Itulah yang menjadi cikal bakal adanya kewenangan  judicial review.

Tapi tahukah anda, sejarah lahirnya judicial review di Indonesia tidak diawali dengan adanya kasus seperti yang terjadi di Amerika Serikat, namun diawali dengan adanya perdebatan sengit antara dua tokoh bangsa yaitu Muhammad Yamin dengan Soepomo pada saat sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sedang berlangsung. Dalam sidang tersebut, Yamin mengusulkan bahwa  seharusnya Balai Agung (atau Mahkamah Agung) diberi wewenang untuk "membanding undang-undang" yang maksudnya tidak lain adalah kewenangan  judicial review.  Saat itu Yamin mengatakan "Mahkamah inilah yang setinggi-tingginya, sehingga dalam membanding undang-undang, Balai Agung inilah yang akan memutuskan apakah sejalan dengan hukum adat, syariah dan Undang Undang Dasar."

Baca Juga: Mengenang Soepomo, Hakim dan Arsitek Konstitusi Indonesia

Namun usulan Yamin itu disanggah oleh Soepomo dengan 4 alasan yaitu bahwa: 

Pertama, konsep dasar yang dianut dalam UUD yang telah disusun bukan konsep pemisahan kekuasaan (separation of power) melainkan konsep pembagian kekuasaan (distribution of power); 

Kedua, tugas hakim adalah menerapkan undang-undang, bukan menguji Undang-undang; 

Ketiga, kewenangan hakim untuk melakukan pengunian undang-undang bertentangan dengan konsep supremasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); dan

Keempat, sebagai negara yang baru merdeka belum memiliki ahli-ahli mengenai hal tersebut serta pengalaman mengenai  judicial review. 

Adanya sanggahan dari Soepomo tersebut, mengakibatkan ide pengujian undang-undang terhadap UUD yang diusulkan Yamin tersebut tidak diadopsi dalam UUD 1945. 

Jika kita melihat dalam sejarah, Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku di negara kita, menganut ”undang-undang tidak dapat diganggu gugat”. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar RIS 1949, menyatakan Mahkamah Agung tidak berwenang menguji secara materiil undang-undang Federal, namun hanya berwenang menguji undang-undang daerah-daerah bagian. Begitu pula dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, tidak mengenal hak menguji konstitusionalitas undang-undang.

Keberadaan undang-undang tidak dapat diganggu gugat. Produk undang-undang dipandang sebagai produk lembaga pelaksana kedaulatan rakyat dalam struktur  ketatanegaraan. Hal itu merupakan pengaruh dari hukum tata negara Belanda dalam penyusunan konstitusi kita. 

Selanjutnya pada saat pembahasan Undang-Undang Dasar dalam sidang-sidang Dewan Konstituante yang dipilih melalui pemilihan umum 1955, banyak bermunculan gagasan agar pengujian undang-undang diberikan kepada Mahkamah Agung. Gagasan tersebut sempat menguat. Namun, sebelum Konstituante berhasil menetapkan Undang-Undang Dasar, melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Dewan tersebut dibubarkan dan UUD 1945 diberlakukan kembali. 

Gagasan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar telah melalui proses yang panjang. Dalam setiap pembahasan undang-undang mengenai kekuasaan kehakiman, gagasan itu selalu ada. Gagasan itu kembali muncul pada saat pembahasan RUU tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman pada tahun 1970. Namun, gagasan yang diterima adalah pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang oleh Mahkamah Agung yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Selanjutnya, dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan di negara kita, kebutuhan akan adanya mekanisme  judicial review  makin lama kian terasa. Kebutuhan tersebut baru bisa dipenuhi setelah terjadi Reformasi yang membuahkan perubahan UUD 1945 dalam empat tahap. Pada perubahan ketiga UUD 1945, dirumuskanlah Pasal 24C yang memuat ketentuan tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Dan untuk merinci dan menindaklanjuti amanat Konstitusi tersebut, Pemerintah bersama DPR membahas Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah dilakukan pembahasan beberapa waktu lamanya, akhirnya rancangan undang-undang tersebut disepakati bersama oleh Pemerintah bersama DPR dan disahkan dalam Sidang Paripurna DPR pada 13 Agustus 2003.

Pada hari itu juga, Undang-Undang tentang MK ini ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan dimuat dalam Lembaran Negara pada hari yang sama, kemudian diberi nomor menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316). Sehingga saat itu Indonesia telah memiliki sebuah lembaga yang bertugas untuk menguji apakah suatu undang-undang bertentangan dengan UUD 1945. 

Sumber Referensi: 

https://www.mkri.id/index.php?page=web.ProfilMK&id=1&menu=2 

https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11769 

Baca Juga: Perjuangan IKAHI dalam Perdebatan Pembentukan UU Kekuasaan Kehakiman Tahun 1970

Artikel Hak Uji Materiil Mahkamah Konstitusi oleh : Widayati

https://www.zamane.id/2024/04/perdebatan-soekarno-hatta-soepomo-yamin.html

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum