Cari Berita

PERISAI Ke-9 : Kesehatan Mental Dan Ketahanan Juang, Mewujudkan Hakim Tangguh

Tim Redaksi - Dandapala Contributor 2025-09-09 13:05:16
Dok. Badilum

Jakarta — Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Ditjen Badilum) Mahkamah Agung kembali menyelenggarakan kegiatan PERISAI yang telah menginjak Episode ke-9 pada Selasa (09/09/2025). Episode tersebut, mengangkat tema “Merawat Sehat Mental Kerja Yang Mulia, Ketahanan Juang: Membangun Para Hakim Tangguh”.

Lebih dari 3.000 peserta dari seluruh Indonesia, meliputi 34 Pengadilan Tinggi dan 382 Pengadilan Negeri yang terdiri dari seluruh hakim dan tenaga teknis di bawah Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum mengikuti kegiatan ini secara daring. 

Dirjen Badilum, Bambang Myanto dalam sambutannya menekankan bahwa hakim memikul tanggung jawab besar untuk menghadirkan keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat. 

Baca Juga: Kawal Kesehatan Mental Hakim dan Aparatur, PN Purwokerto Gandeng Psikolog

“Tekanan tidak hanya berupa beban kerja yang berat, tetapi juga tekanan emosional. Hal itu membuat beberapa di antara hakim mengalami depresi. Melalui kegiatan ini, kami berharap seluruh hakim dapat membentengi diri sekaligus melakukan recovery di tengah tugas yang diemban,” ucapnya.

PERISAI kali ini menghadirkan tiga narasumber utama. Diantaranya, Psikolog sekaligus Guru Besar Universitas Airlangga, Prof. Seger Handoyo, lalu Dosen dan Peneliti Universitas Airlangga Triana Kesuma Dewi dan Psikolog Universitas Airlangga Dian Fithriwati Darusmin. Kehadiran ketiga narasumber ini memberikan wawasan komprehensif, mulai dari konsep akademis hingga praktik lapangan. Sehingga, nantinya para hakim dapat memperoleh bekal nyata untuk menjaga kesehatan mental sekaligus membangun daya juang di tengah padatnya tugas yudisial.

Dalam pemaparannya, narasumber pertama Prof. Seger Handoyo menyoroti keterkaitan erat antara pekerjaan dan kesehatan mental. “Pekerjaan dapat memengaruhi kesehatan mental karena beban kerja, tekanan emosional, konflik interpersonal maupun intrapersonal. Semua ini berpotensi melahirkan kecemasan, stres, kelelahan emosional, hingga menurunkan kinerja,” jelasnya.

Ia memperkenalkan falsafah Jawa yang menurutnya selaras untuk menjaga kesehatan mental hakim yaitu “noto pikir, noto ati, dan noto laku.” Noto pikir berarti menata pikiran agar jernih, rasional, dan positif. Noto ati menekankan pada kebersihan hati sehingga melahirkan sikap ikhlas dan welas asih. Sementara itu, noto laku adalah upaya menata perilaku agar selaras dengan pikiran dan hati.

Lebih lanjut, narasumber kedua Triana Kesuma Dewi menerangkan pentingnya resiliensi sebagai keterampilan yang harus dilatih. Resiliansi ini bukan otomatis pembawaan dari lahir. Ia menambahkan bahwa energi manusia terbatas dan dapat terkuras oleh emosi negatif, sehingga berdampak langsung pada kinerja hakim.

Triana menawarkan tiga pilar resiliensi yaitu identitas profesional, pengelolaan emosi serta dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan kerja. Menurutnya, komunikasi terbuka dengan orang terdekat menjadi fondasi penting bagi ketahanan mental. 

Ia menutup pemaparannya dengan penegasan, bahwa kekuatan diri yang kokoh adalah dasar dari keadilan sejati. Tanpa resiliensi, hakim berisiko kehilangan kendali atas energi dan emosinya, yang dapat mengganggu kualitas putusan maupun integritas peradilan.

Selanjutnya, narasumber terakhir Dian Fithriwati Darusmin menyampaikan bahwa profesi hakim memiliki risiko tinggi mengalami stres kerja dan burnout karena beban tugas besar, sorotan publik, serta tuntutan profesionalitas yang tinggi.

“Burnout adalah kondisi kelelahan fisik, emosional, dan mental akibat tekanan kerja berkepanjangan. Hakim berisiko tinggi mengalaminya, karena mereka harus mengambil keputusan yang berat dalam waktu terbatas, di bawah tuntutan profesionalitas dan ekspektasi publik,” ujar Dian.

Dian menyebutkan beberapa gejala umum, seperti kesalahan berulang, menurunnya empati, gangguan tidur, kecemasan, hingga depresi. Kondisi ini, menurutnya, tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada integritas peradilan, karena dapat menurunkan kualitas putusan dan kepercayaan publik.

Guna mencegah stres kerja dan burnout, Dian menawarkan strategi koping sehat, mulai dari manajemen waktu dengan teknik Pomodoro, menjaga keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi, dukungan sosial dari keluarga dan kolega, hingga praktik relaksasi seperti mindfulness dan olahraga. 

Baca Juga: 15 Tahun Pengadilan Tipikor, Saatnya Bangkit untuk Keadilan Substantif

Ia juga menekankan pentingnya dukungan institusional, misalnya pembagian beban kerja yang proporsional, layanan konseling rutin, dan pembentukan kelompok dukungan bagi hakim seperti National Helpline for Judges Helping Judge seperti di negara lain.

Melalui pemaparan ketiga narasumber ini, kegiatan Perisai Episode 9 menegaskan kembali pentingnya kesehatan mental sebagai pondasi bagi hakim dan dalam menunaikan tugas mulia. Dari pengelolaan pikiran dan emosi, pembangunan resiliensi, hingga pencegahan stres kerja dan burnout, seluruh materi yang disampaikan diharapkan dapat menjadi bekal nyata bagi para hakim untuk tetap tangguh dalam menjaga integritas dan menghadirkan keadilan. Tema kali ini sekaligus mencerminkan komitmen Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung dalam mendukung kesejahteraan jasmani dan rohani para hakim. (zm/wi)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI